
Oleh: Nouval Murzita (林隆发)
SUARAMUDA, SEMARANG — Tepat satu tahun setelah organisasi Zhonghua Huiguan berdiri, pada tanggal 17 Maret tahun 1901 Zhonghua Xuetang berdiri di kota Batavia berlokasi di jalan Patekoan (Ba Di Guan.
Dikemudian hari setelah Indonesia merdeka nama jalan itu kemudian dirubah menjadi jalan Perniagaan).
Sekolah baru ini setara dengan sekolah rendah. Lu Guifang (Louw Koei Hong) seorang pendidik yang berasal dari Propinsi Fujian dipercayakan untuk menjadi kepala sekolah.
Ia adalah seorang guru yang mempunyai pengalaman panjang dalam pengajaran bahasa mandarin.
Untuk memperkuat jajaran pendidik, sekolah mendatangkan Doktor Lin Wenqing (Lim Boon Keng) yakni seorang tokoh pendidik Tionghoa asal Singapura.
Karena perannya yang sangat besar dalam bidang pendidikan anak-anak orang Tionghoa, pada tahun 1921 Doktor Lin Wenqing diangkat menjadi Presiden Xiamen University di Tiongkok dan ia menduduki jabatan tersebut selama lebih dari 15 tahun.
Kurikulum yang digunakan oleh Zhonghua Xuetang mengadopsi metode pendidikan Hengbin Datong Xuexiao (sekolah Datong Yokohama) Jepang. Hengbin Datong Xuexiao didirikan oleh Dokter Sun Zhongshan pada tahun 1895.
Pada saat Zhonghua Xuetang secara resmi dibuka jumlah siswa yang belajar dikelas sebanyak 35 orang. Mata pelajaran utama yang diajarkan adalah bahasa mandarin, matematika, geografi, surat menyurat (koresponden), pengetahuan umum, kesenian, pendidikan jasmani, kaligrafi (Shufa) dan bahasa Inggris.
Organisasi Zhonghua Huiguan sejak dari awal berdirinya sudah menyatakan akan mengusung nilai-nilai konfusius dalam menjalankan roda organisasinya.
Begitupun dengan Zhonghua Xuetang para guru selain mengajarkan mata pelajaran umum mereka juga mengajarkan pelajaran budi pekerti mengikuti nilai-nilai konfusius.
Pada gerbang sekolah digantung gambar besar konfusius. Para siswa saat memasuki gerbang sekolah di pagi hari dan pulang sekolah pada siang hari diharuskan membungkuk memberi penghormatan kepada konfusius.
Dan setiap tahun pada tanggal 28 September yang merupakan hari kelahiran kongfusius sekolah dinyatakan libur.
Pada saat baru berdiri, Zhonghua Xuetang berdampingan dengan Mingcheng Shuyuan (lembaga pendidikan Mingcheng – Beng Seng Sie Wan).
Lembaga pendidikan ini telah berdiri di kota Batavia sejak tahun 1690. Dan mata pelajaran yang diajarkan menggunakan buku sastra klasik Tiongkok tentang nilai-nilai utama dari ajaran konfusius.
Dalam menyampaikan pengajaran di kelas pun, para guru menggunakan dialek hokkian, hakka dan canton (kongfoe).
Pendidikan gaya lama ini dengan tegas menentang metode pengajaran modern yang diajarkan Zhonghua Xuetang.
Akhirnya, pada awal tahun 1902 organisasi Zhonghua Huiguan memutuskan untuk tidak lagi memberikan bantuan subsidi dana pendidikan kepada Mincheng Shuyuan.
Pengurus Zhonghua Huiguan meminta kepada para siswanya agar secara bertahap pindah untuk belajar di Zhonghua Xuetang. Karena sudah tidak ada lagi bantuan dana pendidikan pada bulan Juli tahun 1902 Mingcheng Shuyuan membubarkan diri.
Lembaga pendidikan Mincheng Shuyuan telah berusia lebih dari 200 tahun dan cabang-cabangnya terdapat di berbagai kota di seluruh wilayah nusantara. Sekolah ini memiliki sejarah yang panjang di dalam pendidikan orang Tionghoa di Hindia Belanda.
Pada tanggal 1 September 1901 Zhonghua Huiguan berhasil membuka sekolah bahasa Inggris yang diberi nama “Yale Institute” atau Afdeeling C Zhonghua Huiguan.
Sekolah ini dipimpin oleh Dr. Li Denghui (Lee Teng Hwee). Ia lahir di kota Batavia, namun kedua orang tuanya berasal dari kota Tong’an Propinsi Fujian.
Manajemen sekolah dibuat terpisah dari Zhonghua Xuetang. Pada bulan December tahun 1904 pengurus Zhonghua Huiguan mengambil keputusan untuk menggabungkan kedua sekolah dan di dalam kelas para siswa yang berasal dari sekolah Tionghoa juga diberi pelajaran bahasa Inggris .
Setelah sekolah Zhonghua Huiguan pertama berdiri di kota Batavia pada tahun 1901 para tokoh masyarakat Tionghoa dari berbagai wilayah lainnya di Hindia Belanda menanggapi dengan antusias berdirinya sekolah baru ini.
Mereka meminta agar organisasi Zhonghua Huiguan Batavia membantu untuk mendirikan sekolah sejenis di tempat mereka.
Menurut catatan dokumentasi organisasi Zhonghua Huiguan pada tahun 1905, telah berdiri 25 sekolah Zhonghua Huiguan di pulau Jawa.
Pada tahun 1908, total jumlah sekolah Zhonghua Huiguan yang berdiri di seluruh wilayah Hindia Belanda telah mencapai lebih dari 45 sekolah dan empat tahun berikutnya jumlah sekolah Zhonghua Huiguan di Pulau Jawa telah mencapai 65 sekolah dengan total jumlah siswa sebesar 5,451 orang.
Berikut di bawah ini adalah sekolah-sekolah Tionghoa setingkat sekolah rendah yang berdiri di pulau Jawa dan pulau-pulau luar mengikuti berdirinya Zhonghua Xuetang di Batavia:
Pulau Jawa:
1. Maowu Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Bogor). Sekolah ini berdiri pada tanggal 2 November 1902 dengan Zhao Shubao menduduki posisi kepala sekolah.
Chen Jinshan mewakili organisasi Zhonghua Huiguan Batavia hadir di dalam upacara pembukaan.
Pendirian sekolah Tionghoa ini disambut dengan antusias oleh masyarakat Tionghoa di kota Bogor. Sekolah ini didirikan oleh Guo Dehuai (Kwee Tek Hoay) presiden organisasi Zhonghua Huiguan Bogor. Pada hari senin tanggal 1 December saat proses belajar mengajar di dalam kelas dimulai jumlah sebanyak 40 orang siswa.
2. Sishui Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Surabaya). Sekolah ini berdiri pada tanggal 5 November 1903.
3. Malang Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Malang) atau yang dikenal dengan sebutan Ma Hua. Sekolah ini berdiri pada tanggal 16 November tahun 1903.
Lu Guifang yang sebelumnya adalah kepala sekolah Zhonghua Xuetang Batavia, diangkat menjadi kepala sekolah di sekolah baru ini. Sekolah ini didirikan oleh Chen Jichuan dan lain-lainnya.
4. Dan Na Wang Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Tanah Abang). Sekolah ini didirikan oleh kapitan Lin Tianhui, Cai Mingliang dan lain-lainnya pada tanggal 8 Februari 1904. Yang Wenzhi dipercayakan untuk menduduki jabatan kepala sekolah.
5. Xin Ba Sa Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Pasar Baru) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Xin Hua Xuexiao. Sekolah ini terletak di daerah pasar baru, Batavia. Sekolah berdiri pada tanggal 4 Maret 1904.
Ye Qingru dipercayakan untuk menduduki jabatan kepala sekolah. Xin Hua Xuexiao didirikan oleh Zhao Dehe, Zhao Deshun, Zhao Defeng dan lain-lainnya. Pada saat sekolah ini pertama kali dibuka menggunakan rumah besar milik orang Tionghoa. Total jumlah siswa angkatan pertama sebanyak 83 orang.
6. Sanbaolong Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Semarang), berdiri pada tanggal 16 April 1904. Pada saat pertama kali diresmikan gedung sekolah menggunakan rumah besar milik orang Tionghoa yang terletak di jalan gang Tengah nomor 75.
Lu Yijun dan Li Tongya masing-masing bekerja menjadi guru serta Zheng Mei menjadi petugas adminstrasi. Pada tahun 1905 disebabkan jumlah siswa meningkat tajam, personil guru ditambah menjadi 6 orang.
7. Yanwang Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Pasuruan). Sekolah ini berdiri pada tanggal 3 Mei 1904. Para pendirinya adalah Han Haodong, Ma Yao, Gao Shibao. Bertanggung jawab sebagai penasehat Lei Zhenlan dan Gao Kunling.
8. Wanlong Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Bandung). Berdiri pada tanggal 11 November 1904. Para pendiri: kapitan Chen Yunlong, Chen Guihua, Yang Mingdan, Gan Youxia, Wang Ding, Yang Chuanjin, Zhang Wenbang, Wang Jiede, Chen Renyi, Fang Tianfu, Wu Xingtong, Chen Wenliang dan Chen Yunjin. Liang Xuchu menduduki jabatan kepala sekolah.
9. Suoluo Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Solo). Sekolah ini berdiri pada tanggal 30 November 1904.
10. Bamalong Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Pemalang). Sekolah ini berdiri pada tahun 1905.
Lu Guifang yang sebelumnya menjadi kepala sekolah di Malang Zhonghua Xuexiao diangkat menjadi kepala sekolah di Pemalang. Jumlah siswa angkatan pertamanya lebih dari 50 orang.
11. Jingliwen Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Cirebon). Sekolah ini berdiri pada tanggal 7 April 1905.
Para pendirinya masing-masing adalah: kapitan Chen Zhenzhi (Tan Tjin Kie), Guo Jinrong, dan lain-lainnya. Jumlah siswa angkatan pertama sekolah ini sebanyak 50 orang.
12. Sujiayumei Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Sukabumi). Sekolah ini berdiri pada tahun 1905.
13. Rongwang Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Jombang). Sekolah ini berdiri pada tahun 1905.
14. Nananyou Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Indramayu). Sekolah ini berdiri pada tahun 1905.
15.Puhegeduo Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Purwokerto). Sekolah ini berdiri pada tanggal 6 Februari 1906.
Chen Haixing dan Chen Haiyang adalah para pendirinya. Chen Haixiang diberi tanggung jawab untuk menduduki jabatan kepala sekolah. Jumlah siswa angkatan pertama lebih dari 50 orang. Sebanyak tiga kelas dibuka untuk menampung para siswa belajar.
Pulau luar:
1) Aceh:
a. Peureula, Aceh timur. Pada tahun 1901 telah berdiri Bo Na San Bao Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Peureula) dan pada tahun 1912 nama sekolah dirubah menjadi Bo Na San Bao Zhonghua Xuexiao.
b. Kuala Simpang. Pada tahun 1910 telah berdiri Qi Wen Xuetang (sekolah Qi Wen).
c. Sigli. Pada tahun 1910 telah berdiri Tu Nan Xuetang (sekolah Tu Nan).
d. Idi. Pada tahun 1911 telah berdiri Yili Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Idi).
2) Sumatra utara:
a. Medan. Pada tahun 1908 kelompok masyarakat dari suku Hakka mendirikan Dun Ben Xuetang (sekolah Dun Ben) dan kelompok masyarakat Tionghoa asal Minnan (Fujian selatan) mendirikan Hua Shang Xuetang (sekolah Hua Shang).
Pada saat kelas pertama dibuka jumlah siswa yang belajar di Hua Shang Xuetang sebanyak 43 orang dan pada tahun 1911 jumlah siswa telah mencapai 119 orang.
b. Pematang Siantar. Pada tahun 1911 telah berdiri Xianda Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Siantar).
c. Binjai. Pada tahun 1910 telah berdiri Minli Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Binjai).
d. Pangkalanbrandan. Pada tahun 1910 telah berdiri Huoshuishan Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Pangkalanbrandan).
3) Kepulauan Riau:
a. Tanjung Pinang. Pada tahun 1910 telah berdiri Duan Ben Xuetang (sekolah Duan Ben).
b. Siantan, kepulauan Anambas. Pada tahun 1910 telah berdiri Qun Hua Xuetang (sekolah Qun Hua).
4) Pulau Bangka:
a. Belinyu. Pada tahun 1907 telah berdiri Wuliyang Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Belinyu).
b. Sungailiat. Pada tahun 1907 telah berdiri Liegang Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Sungailiat).
c. Toboali. Pada tahun 1909 telah berdiri Duo Bao Li Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Toboali).
5) Pulau Belitung:
Tanjung Pandan. Pada tahun 1901 telah berdiri Dan Rong Pan Dan Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Tanjung Pandan).
6) Sumatra barat:
Payakumbuh. Pada tahun 1906 telah berdiri Ba Ya Gong Wu Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Payakumbuh).
7) Sumatra selatan:
Palembang. Pada tahun 1908 telah berdiri Jugang Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Palembang).
8) Kalimantan selatan:
Banjarmasin. Pada tahun 1905 telah berdiri Machen Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa Banjarmasin).
9) Sulawesi selatan:
Makassar. Pada tahun 1901 telah berdiri Wang Jia Xi Zhonghua Xuetang (sekolah Tionghoa Makassar) .
Situ Zan seorang tokoh pendidik Tionghoa yang tinggal di Indonesia selama tiga puluh sembilan tahun dan telah kembali ke Tiongkok pada tahun 1960 mengatakan, sampai dengan tahun 1911 lebih dari 20 sekolah Tionghoa telah berdiri diluar pulau Jawa.
Ada beberapa alasan utama yang melatarbelakangi sangat pesatnya pertumbuhan sekolah-sekolah Tionghoa diseluruh wilayah Hindia Belanda dalam kurun waktu 10 tahun sejak berdirinya Zhonghua Xuetang di Batavia yaitu:
Pertama, mayoritas orang Tionghoa telah melihat fakta bahwa pendidikan tipe baru jauh lebih baik daripada pendidikan tipe lama dalam hal literasi. Anak-anak yang telah menerima pendidikan tipe baru juga lebih pintar dan sopan, serta mudah beradaptasi dengan lingkungannya.
Kedua, meningkatnya kesadaran nasionalisme orang Tionghoa, yang menginginkan agar anak-anak mereka dapat belajar lebih banyak lagi tentang kebudayaan Tionghoa dan memahami keadaan tanah air Tiongkok.
Kebijakan diskriminatif pemerintah Hindia Belanda terhadap pendidikan anak-anak orang Tionghoa membuat para pemuka masyarakat Tionghoa menjadi marah dan kecewa. Mereka bertekad untuk mengandalkan kekuatan sendiri dalam membangun pendidikan bagi anak-anak mereka.
Ketiga, kedatangan Kang Youwei, tokoh reformasi dinasti Qing ke Batavia pada akhir bulan Agustus tahun 1903.
Kedatangannya ke Batavia dan beberapa kota lainnya di pulau Jawa menambah semangat para pengurus Zhonghua Huiguan untuk lebih giat lagi meluaskan cabang organisasi dan mendirikan sekolah-sekolah Tionghoa seperti yang sudah dilakukan di Batavia, Bogor Surabaya dan Malang.
Pada awal bulan Agustus tahun 1903 Kang Youwei menulis surat yang ditujukan kepada Presiden Zhonghua Huiguan Batavia, ia mengatakan ingin bertemu dengan para pengurus Zhonghua Huiguan dan ingin mengunjungi sekolah-sekolah Tionghoa yang sudah mulai banyak berdiri di pulau Jawa.
Keempat, gerakan revolusioner yang dipimpin oleh Dokter Sun Zhongshan. Pergerakan ini memberi pengaruh yang sangat besar kepada kaum Tionghoa di Hindia Belanda.
Mereka secara diam-diam bergabung menjadi anggota partai revolusioner Zhongguo Tongmenghui (Chinese Revolutionary Alliance).
Partai ini didirikan oleh Dokter Sun Zhongshan di luar negeri yang bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan dinasti Qing.
Para patriot revolusioner asal propinsi Guangdong dan Fujian yang menjadi anggota Zhongguo Tongmenghui memiliki jumlah yang sangat besar. Para anggota partai ini terpaksa mengungsi ke luar negeri untuk menghindari penangkapan yang dilakukan oleh agen rahasia dinasti Qing.
Di dalam pelariannya mereka bersembunyi dan menetap di berbagai wilayah di asia tenggara seperti Malaya, Singapura, Sumatra, Kalimantan dan Jawa.
Setelah tahun 1905 beberapa orang anggota partai Zhongguo Tongmenghui mulai berdatangan ke pulau Jawa melakukan kegiatan revolusioner untuk meluaskan propaganda anti dinasti Qing ditengah-tengah komunitas masyarakat Tionghoa.
Para revolusioner ini mendirikan kantor perwakilan organisasi United Chinese Library (UCL) di Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya dan berbagai tempat lainnya.
Organisasi UCL didirikan oleh pengikut Dokter Sun Zhongshan yang tinggal di Singapura. Selain berpropaganda untuk menumbangkan pemerintahan dinasti Qing mereka juga menganjurkan agar para orang tua mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar di sekolah-sekolah Tionghoa.
Golongan masyarakat Tionghoa kelas bawah, seperti asisten toko, pedagang kecil, pedagang asongan dan kaum intelektual adalah kekuatan utama pendukung partai Zhongguo Tongmenghui di Hindia Belanda.
Kelima, menjelang pecahnya Revolusi Xinhai pada tahun 1911, di luar pulau Jawa telah terdapat lebih dari 40 sekolah Tionghoa yang didirikan oleh komunitas yang berdasarkan atas asal kampung halaman
Sebagai contoh, Dun Ben Xuetang yang didirikan oleh kelompok Tionghoa Hakka Medan, Hua Shang Zhongxue (sebelumnya dikenal dengan nama Hua Shang Xuetang) yang didirikan oleh orang Tionghoa Fujian selatan, Shenzhou Xuexiao (sekolah Shenzhou) yang didirikan oleh kelompok Tionghoa Guangzhao dan lain-lainnya.
Pada tahun 1912 tepat setahun setelah runtuhnya dinasti Qing pemerintah republik Tiongkok mengirim Zheng Zhenwen dan Chen Hongqi melakukan investigasi terhadap sekolah-sekolah Tionghoa yang ada di pulau Jawa.
Kunjungan ini merupakan pertemuan pertama perwakilan pemerintah republik Tiongkok yang bertanggung jawab terhadap urusan pendidikan anak-anak orang Tionghoa dengan perwakilan masyarakat Tionghoa di Jawa setelah republik Tiongkok berdiri pada tahun 1911.
Setelah Republik Tiongkok berdiri sekolah Tionghoa modern pertama di Batavia Zhonghua Xuetang merubah namanya menjadi Zhonghua Xuexiao, sejak saat itu namanya dikenal dengan sebutan Ba Di Guan Zhonghua Xuexiao (Ba Hua).
Pada tahun 1916, kementerian pendidikan republik Tiongkok menunjuk dan mengirim Huang Yanpei dan Lin Dinghua ke pulau Jawa untuk bekerja menjadi penasehat bagi organisasi Huaqiao Xuewu Zonghui (perkumpulan umum urusan pendidikan Tionghoa).
Menyaksikan perkembangan sekolah-sekolah Tionghoa yang sangat pesat dalam kurun waktu lima tahun pertama setelah berdirinya Zhonghua Xuexiao di Batavia menimbulkan kecurigaan pemerintah Hindia Belanda akan kebangkitan semangat nasionalisme Tiongkok di kalangan anak-anak orang Tionghoa:
‘Kemajuan dan perkembangan sekolah Zhonghua Huiguan menimbulkan kecurigaan pemerintah Hindia Belanda karena sekolah Zhonghua Huiguan berkiblat ke Tiongkok. Gerakan Zhonghua Huiguan yang ingin ‘mencinakan kembali’ (resinization) kebudayaan Tionghoa peranakan sangat mengkhawatirkan pemerintah Hindia Belanda akan bersatunya Tionghoa peranakan dengan Tionghoa pendatang baru. Zhonghua Huiguan telah menambah rasa nasionalisme revolusioner bangsa Tionghoa terhadap Tiongkok, baik di kalangan peranakan maupun pendatang baru’ .
Pada tahun 1916 di kota Semarang berdiri Hua Ying Zhongxue (Chinese English School). Dalam proses belajar di kelas para guru menggunakan bahasa pengantar dalam bahasa mandarin dan bahasa Inggris.
Kemudian tahun 1917, Guang Ren Xuexiao (sekolah Guang Ren) di Batavia membuka kelas setara dengan sekolah menengah pertama.
Tetapi siswa yang mendaftar di sekolah ini jumlahnya hanya sedikit sebab sebagian besar guru yang mengajar adalah guru sekolah rendah yang mengajar di Guang Ren Xuexiao sebagai guru paruh waktu. Saat pendaftaran dibuka hanya terdapat 20 orang siswa yang mendaftar.
Beberapa sekolah rendah Zhonghua Huiguan sejak awal tahun 1920 mulai membuka kelas untuk jenjang sekolah menengah pertama (Chuzhong Xuexiao).
Tetapi sekolah baru yang dibuka ini tidak lagi menggunakan nama Zhonghua Xuexiao (sekolah Tionghoa) melainkan mengunakan nama sekolah mandiri, seperti Xinhua Zhongxue (sekolah menengah Xinhua) Surabaya, Lizhi Zhongxue (sekolah menengah Lizhi), Huaqiao Zhongxue (sekolah menengah Huaqiao), Su Dong Zhongxue (sekolah menengah Su Dong) Medan, dan lain-lainnya.
Perkembangan sekolah-sekolah Tionghoa yang sangat pesat, menyebabkan jumlah anak orang Tionghoa yang mengenyam bangku pendidikan semakin meningkat dan tingkat melek huruf menjadi semakin tinggi.
Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah orang Tionghoa pendatang baru yang melek huruf. Menurut statistik pada tahun 1930an, jumlah populasi orang Tionghoa mencapai lebih dari 1,200,000 jiwa, 346,000 diantaranya sudah orang melek huruf.
Orang Tionghoa yang berusia diatas 9 tahun dan melek huruf sudah mencapai 40%, sedangkan orang Tionghoa pendatang baru yang melek huruf baru mencapai 24%. Alasan utamanya orang Tionghoa pendatang baru umumnya berusia di antara 25-50 tahun, sedangkan orang Tionghoa dan peranakan sebagian besar berusia di bawah 20 tahun.
Mereka secara alami lebih mudah menerima pendidikan daripada orang Tionghoa pendatang baru.
Pada umumnya saat golongan orang tua Tionghoa dan peranakan masih muda, pendidikan modern yang diajarkan di sekolah-sekolah Tionghoa belum populer sehingga banyak diantara mereka tidak pernah belajar bahasa mandarin.
Golongan orang tua Tionghoa dan peranakan hanya bisa bercakap menggunakan bahasa dialek. Namun sebaliknya, pada saat anak-anak mereka menginjak usia sekolah, sekolah-sekolah Tionghoa telah berkembang pesat dan berdiri di mana-mana.
Kesempatan belajar di sekolah bagi anak-anak orang Tionghoa dan peranakan semakin besar. Generasi anak-anak orang Tionghoa dan peranakan ini pada umumnya sudah tidak buta huruf. Mereka sudah mampu membaca tulisan dan bercakap dalam bahasa mandarin.
Krisis ekonomi dunia sejak tahun 1929 sampai dengan tahun 1933 turut mempengaruhi kondisi perekonomian Hindia Belanda. Pengaruh krisis ekonomi ini menyebabkan beberapa sekolah Tionghoa ditutup karena kesulitan keuangan. Selama periode krisis ini pendidikan anak-anak orang Tionghoa mengalami kemunduran. (Red)
—-
Referensi:
Benny G. Setiono, ‘Tionghoa Dalam Pusaran Politik’, penerbit Elkasa, 2003, hlm. 304.
‘Ba Hua Xuexiao Qingzhu 111 Guonian, Jiechu Xiaozhang Peiyu Rencai (merayakan hari berdirinya sekolah Ba Hua ke-111 tahun, kepala sekolah yang luar biasa menumbuhkan bakat)’ (http://chidaoluntan.blogspot.com/2012/05/111.html?m=1 –, diakses pada 18 Juni 2021, 22:08).
Huang Kunzhang., Yindunixiya Huawen Jiaoyu Fazhan Shi (sejarah pendidikan Tionghoa di Indonesia), Malaixiya Huaxiao Jiaoshihui Zhonghui (perkumpulan umum guru sekolah Tionghoa Malaysia). Kuala Lumpur 2005, hlm. 44-45.
Situ Zan, Helan Tongzhi Shiqi De Yindunixiya Huaqiao Jiaoyu Jianshi (sejarah singkat pendidikan Tionghoa Perantau pada masa pemerintahan Belanda), 1963, hlm. 53.
Iskandar Jusuf, Dari Tiong Hoa Hwe Koan 1900 Sampai Sekolah Terpadu Pahoa 2008, edisi kedua 2013, hlm. 86-87.