
Oleh: Naila Rif’atuttahiyyah*)
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Hari kedua PKKMB Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Rabu (6/8/2025), kami para mahasiswa baru datang dengan semangat menyala. Pagi itu dibuka dengan pameran prestasi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dari seni hingga sains, dari olahraga hingga literasi, stan demi stan menampilkan wajah beragam kampus ini. Kami berjalan penuh antusias, menemukan ruang-ruang baru untuk tumbuh, dan merasa inilah rumah intelektual yang akan kami bangun bersama.
Namun, selepas acara pameran, suasana perlahan berubah. Panitia mengumumkan bahwa peserta yang sudah mendaftar papermob diminta berkumpul di luar lapangan, sedangkan yang tidak ikut diperbolehkan pulang.
Menunggu di Bawah Terik Matahari
Kami yang terdaftar mulai berkerumun, berharap kegiatan segera dimulai. Waktu menunjukkan pukul 10.30 WIB. Namun, tak ada informasi lebih lanjut mengenai kapan papermob benar-benar dilaksanakan.
Matahari kian tinggi. Kami pun duduk di rerumputan, berlindung di bawah pohon, berusaha bertahan. Ada yang tiduran, ada yang sibuk menatap layar ponsel, sementara sebagian lainnya hanya diam menatap lapangan.
Semangat yang awalnya menyala mulai meredup. Rasa lelah, bosan, dan gelisah menyusup perlahan. Energi terkuras bukan karena kegiatan, melainkan karena menunggu terlalu lama tanpa kepastian.
Sekitar pukul 13.00, akhirnya kami diarahkan masuk ke lapangan. Papermob pun akan dimulai. Suasana terasa campur aduk: ada yang masih berusaha bersorak dan bertepuk tangan, ada pula yang mulai mengeluh panas.
Formasi coba dibentuk. Namun, lamanya waktu menunggu membuat banyak mahasiswa memilih mundur. Bukan karena tak peduli, melainkan karena kondisi fisik tak lagi memungkinkan. Akibatnya, jumlah peserta di lapangan jauh dari kapasitas awal.
Dokumentasi dan Hasil Akhir
Hampir sebulan setelahnya, Senin (1/9/2025), dokumentasi papermob diunggah ke kanal YouTube resmi UNY. Dari rekaman drone, terlihat formasi visual cukup terbentuk di bagian depan. Akan tetapi, barisan belakang tampak renggang bahkan ada yang kosong.
Hasil visual pun kurang maksimal. Padahal, semangat awal mahasiswa sangat besar. Masalah utama justru terletak pada manajemen waktu, koordinasi teknis, dan komunikasi yang belum matang.
Meski demikian, upaya panitia patut diapresiasi. Menggelar papermob pertama dalam skala universitas bukanlah perkara kecil. Mereka harus mengatur ribuan peserta, merancang formasi, hingga menyiapkan dokumentasi visual. Itu semua membutuhkan kerja keras.
Kritik yang muncul bukan untuk menyalahkan, melainkan untuk bahan perbaikan bersama. Kegiatan sebesar ini punya potensi luar biasa, bukan hanya sebagai tontonan visual, tapi juga sebagai pengalaman kolektif yang mengesankan bagi mahasiswa baru.
Catatan untuk Perbaikan
Dari pengalaman ini, ada beberapa catatan penting untuk penyelenggaraan berikutnya:
Papermob UNY 2025 menjadi momen penting, meski tidak berjalan seideal harapan. Dari sini, kita belajar bahwa acara besar butuh detail yang diperhatikan serius.
Semangat mahasiswa baru bukan hanya soal jumlah yang memenuhi lapangan, tapi juga bagaimana mereka diberi pengalaman yang bermakna.
Semoga tahun depan, PKKMB UNY bisa hadir lebih ramah, adaptif, dan meninggalkan kesan mendalam—bukan karena menunggu berjam-jam di bawah pohon, melainkan karena merasakan kebersamaan yang penuh penghargaan. (Red)
*) Naila Rif’atuttahiyyah, mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta