Resensi Novel: Rahasia di Balik Kepolosan Anak-anak

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Seiring dengan pesatnya perkembangan dunia sastra Indonesia, semakin banyak penulis muda yang bermunculan dengan gagasan-gagasan kreatif serta pendekatan penulisan yang segar dan inovatif.

Mereka hadir membawa warna baru dalam khazanah kesusastraan nasional, memperkaya ragam tema, gaya bercerita, hingga struktur naratif.

Salah satu nama yang tidak asing, terutama bagi para pecinta genre misteri dan teka-teki adalah Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie.

Dalam beberapa novelnya, Ziggy kerap kali merepresentasikan peran utama dari seorang tokoh anak kecil, terutama anak perempuan.

Identitas Buku
Judul Buku: Pulau Batu di Samudra Buatan
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Halaman: 182 halaman
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Tahun Terbit: 2023
ISBN: 978-623-134-130-3

Anak-anak dengan kepolosan dan tingkah laku yang tampak sederhana ini sering menjadi medium bagi Ziggy untuk menyuarakan hal-hal besar seperti luka batin, trauma, absurditas sosial, bahkan realitas kehidupan yang penuh ketidakpastian dan kekerasan.

Dalam buku Pulau Batu di Samudra Buatan, Ziggy mengisahkan petualangan lima anak perempuan kembar di hotel yang terendam banjir. Kisah ini diambil melalui sudut pandang Pak Pemilik Hotel.

Cerita dalam novel ini berfokus pada seorang ibu (seorang penjahit) bersama kelima anaknya: Skala, Dana, Kali, Metro, dan Suji. Suatu hari, hotel yang mereka tempati dikepung banjir besar, dan mereka terjebak hingga ke lantai enam.

Anehnya, orang-orang yang terjebak di hotel itu tidak bisa menyelamatkan diri. Setiap kali ada yang mencoba keluar melalui jendela untuk berenang menjauh, mereka justru mati tertembak oleh sosok tak dikenal.

Satu per satu penghuni hotel mulai tewas dalam situasi yang tidak masuk akal. Ketegangan meningkat ketika para tamu-tamu hotel yang lain saling mencurigai dan saling menuduh satu sama lain.

Namun, setiap kali seseorang dituduh, mereka justru menjadi korban berikutnya. Misteri ini membawa keluarga sang penjahit pada penyelidikan yang mengungkap fakta mengejutkan bahwa banjir tersebut adalah bencana buatan.

Ternyata, wilayah hotel sengaja dipisahkan dan “ditenggelamkan” oleh pihak tertentu, sementara wilayah Jakarta lainnya tetap aman.

Di akhir cerita, identitas dalang di balik skenario banjir ini akhirnya terungkap. Si kembar lima yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri, berperan penting dalam membantu proses memecahkan teka-teki mengerikan ini.

Novel ini membahas tema besar tentang bagaimana orang bisa dimanipulasi, diadu domba dengan berbagai informasi yang simpang siur, dan dikendalikan secara sosial.

Banjir dalam cerita ini bukan hanya bencana biasa, tapi melambangkan kepanikan massal yang sengaja diciptakan oleh orang yang memiliki kuasa.

Ziggy ingin mengkritik bagaimana kenyataan bisa diatur-atur lewat cerita yang sengaja dibuat, sehingga orang-orang tidak sadar bahwa mereka hidup dalam kebohongan dan ketakutan.

Ziggy punya gaya menulis yang khas dan penuh makna tersembunyi. Dia tidak membangun karakter dengan cara biasa, tidak ada cerita panjang tentang masa lalu tokoh.

Sebaliknya, pembaca mengenal karakter dari apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka bereaksi dalam situasi tertentu.

Anak-anak sang ibu, misalnya, tidak digambarkan seperti anak-anak pada umumnya. Mereka lebih seperti agen mata-mata cilik yang pintar, punya strategi, dan masing-masing punya keahlian khusus.

Cara Ziggy bercerita sering kali seperti puisi, penuh kiasan, dan kadang terasa aneh. Ini membuat pembaca harus benar-benar fokus saat membaca.

Gaya menulis seperti ini sengaja dibuat untuk mendukung suasana yang tidak nyata seolah-olah dunia dalam cerita itu tampak asli, padahal sebenarnya hanya ilusi belaka.

Salah satu kekuatan utama dalam novel Pulau Batu di Samudra Buatan terletak pada kemampuannya dalam menyampaikan kritik sosial secara halus namun mengena.

Ziggy menggambarkan bagaimana informasi bisa dikendalikan dan dimanipulasi oleh oleh suatu pihak demi kepentingan tertentu.

Ceritanya dibangun dengan ketegangan yang pelan tapi konsisten. Seiring berjalannya halaman, pembaca dibuat terus penasaran dengan siapa sebenarnya pelaku di balik semua kejadian aneh itu? Mengapa para penghuni hotel tidak bisa keluar?

Dan apa yang sebenarnya terjadi di luar hotel? Selain itu, karakter-karakter dalam novel ini juga menarik.

Meskipun jumlah tokohnya cukup banyak, terutama lima anak dari tokoh ibu, masing-masing memiliki keunikan dan kemampuan tersendiri yang membuat mereka mudah dikenali dan diingat.

Nuansa distopia dalam cerita juga terasa sangat kuat. Hotel yang menjadi lokasi utama cerita tidak hanya berfungsi sebagai latar, tetapi juga menjadi simbol dari keterkurungan, ketidakpastian, dan situasi yang penuh tekanan.

Namun ada juga beberapa aspek yang terkesan kurang dalam cerita novel ini. Struktur ceritanya yang tidak linier dan penuh teka-teki bisa menjadi tantangan tersendiri bagi sebagian pembaca, terutama mereka yang lebih terbiasa dengan alur cerita yang runtut dan jelas.

Gaya penulisan Ziggy yang cenderung simbolik dan metaforis juga membuat beberapa bagian terasa kabur, bahkan membingungkan.

Tidak semua pertanyaan dalam cerita dijawab secara gamblang, dan pembaca kerap dibiarkan menebak-nebak atau merangkai sendiri makna di balik peristiwa yang terjadi.

Selain itu, latar dan konteks sosial-politik yang menjadi inti cerita kadang tersamar oleh narasi yang terlalu berlapis, sehingga pesan yang ingin disampaikan tidak selalu mudah ditangkap. (Red)

Penulis: Nida Auliyaa Khoir

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like