
SUARAMUDA.NET, POLEWALI MANDAR — Kabupaten Polewali Mandar dihadapkan pada ancaman stagnasi jangka panjang setelah data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menunjukkan dominasi masif pada belanja pegawai, mencapai angka fantastis Rp1,6 triliun.
Alokasi yang jomplang ini menyisakan dana yang minim untuk investasi di infrastruktur vital, memicu kritik tajam dari pengamat kebijakan yang menyebutnya sebagai “bom waktu pembangunan.”
Residen Ressist Community, Wahyu Gunadi El Bara, menyebut pengalokasian dana mayoritas APBD untuk gaji dan tunjangan pegawai menandakan pergeseran fungsi daerah.
Polewali Mandar kini dinilai lebih menjalankan ‘negara kesejahteraan’ bagi birokrasinya sendiri alih-alih bertindak sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.
“Ketika Rp1,6 triliun APBD hanya diserap untuk menggaji birokrasi, yang tersisa untuk membangun jalan, sekolah, dan fasilitas publik sangat kecil. Ini adalah ketidakseimbangan struktural yang fatal,” ujar El Bara.
Dampak Ganda: Ekonomi Lesu dan Krisis Infrastruktur
Dominasi belanja pegawai menciptakan efek buruk ganda pada perekonomian dan pelayanan publik daerah:
1.Pengganda Ekonomi Rendah: Belanja pegawai, yang didominasi oleh konsumsi rutin, memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang jauh lebih rendah dibandingkan investasi infrastruktur.
Uang hanya berputar di sektor konsumtif, gagal menciptakan nilai tambah dan lapangan kerja non-PNS yang berkelanjutan.
2.Aset Daerah Stagnan: Dengan sisa anggaran yang minim, infrastruktur strategis seperti jalan, irigasi, dan fasilitas kesehatan hanya akan menerima dana tambal sulam atau pemeliharaan minimal.
Kualitas infrastruktur yang buruk ini segera menjelma menjadi ‘bottleneck’ (hambatan) utama bagi masuknya investasi swasta dan kelancaran logistik.
Kondisi ini mengakibatkan Kesenjangan Pelayanan Publik melebar. Pengembangan fasilitas baru, seperti sekolah, puskesmas, serta jaringan air bersih dan sanitasi, sulit diwujudkan.
Minimnya alokasi infrastruktur ini memperburuk ketidaksetaraan geografis, karena wilayah pelosok akan tertinggal dan terisolasi.
Terjebak Lingkaran Setan Fiskal dan Narasi Negatif
Secara jangka panjang, alokasi gaji dan pensiun pegawai adalah beban permanen yang terus meningkat. Hal ini menjebak Pemkab Polman dalam lingkaran setan fiskal dan menciptakan Tekanan APBD Masa Depan.
•Ketergantungan Transfer Pusat: Daerah akan semakin bergantung pada transfer pusat (DAU/DBH) karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) sulit didongkrak tanpa infrastruktur dan ekonomi yang kuat.
•APBD ‘Terkunci’: Belanja pegawai secara efektif mengunci fleksibilitas APBD, menghilangkan ruang gerak finansial Pemkab untuk merespons krisis, bencana, atau memanfaatkan peluang investasi mendadak.
Narasi yang kini menguat adalah: Polewali Mandar adalah Daerah Birokratis, Bukan Daerah Produktif.
Sinyal negatif ini secara langsung memengaruhi daya tarik daerah. Investor melihat kombinasi antara birokrasi yang gemuk dan infrastruktur yang rapuh sebagai risiko ganda yang harus dihindari.
Sementara itu, Masyarakat Sipil semakin kritis, merasa bahwa pajak dan retribusi yang mereka bayarkan hanya kembali dalam bentuk gaji pegawai, bukan dalam peningkatan kualitas pelayanan dan pembangunan yang nyata.
Untuk memutus narasi stagnan ini, Pemkab Polewali Mandar didesak melakukan reformasi struktural berani, termasuk rasionalisasi atau efisiensi birokrasi, dan secara drastis membalikkan proporsi alokasi.
Prioritas harus beralih pada belanja modal produktif sebagai mesin pertumbuhan. Tanpa langkah korektif yang tajam, masa depan pembangunan Polman terancam menjadi sebuah kisah suram tentang potensi ekonomi yang terbuang sia-sia. (Red)
Penulis: Wahyu Gunadi El Bara