suaramuda

Elit Modern dan Abu Lahab 2.0: Ketika Keserakahan Menghancurkan Bangsa

Ilustrasi: pinterest

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Di tahun 2025, kita menyaksikan ironi yang mengerikan: para elite politik dan pengusaha terus bermain api di tengah krisis multidimensi, mirip seperti Abu Lahab yang dengan congkak menentang kebenaran demi mempertahankan kekuasaan.

Surah Al-Lahab bukan sekadar kisah sejarah, melainkan cermin nyata dari mentalitas para penguasa hari ini—yang lebih memilih membakar rakyat sendiri daripada kehilangan kursi empuk mereka.

Lihatlah bagaimana elit-elit ini bersikap. Di tengah inflasi yang melambung, pengangguran merajalela, dan ketimpangan sosial yang kian melebar, mereka sibuk berebut proyek mercusuar, korupsi anggaran kesehatan, dan memainkan narasi politik untuk mengalihkan perhatian publik.

Mereka adalah Abu Lahab modern: sombong, rakus, dan tidak peduli jika rakyat kecil terjerembap dalam penderitaan.

suaramuda

Sementara rakyat berteriak meminta keadilan, para elite justru sibuk membangun citra lewat kampanye pencitraan di media sosial, seolah-olah mereka adalah “penyelamat bangsa”.

Padahal, di balik layar, mereka menggenggam kebijakan yang justru memiskinkan rakyat lebih dalam.

Mereka menciptakan sistem yang hanya menguntungkan oligarki, persis seperti Abu Lahab yang merasa aman dengan kekayaannya, tanpa sadar bahwa api kehancuran sedang menyala di depan mata.

Media sosial menjadi panggung sandiwara mereka—di satu sisi memamerkan kunjungan kerja penuh senyum, di sisi lain diam-diam mengamandemen UU untuk melanggengkan kekuasaan.

Rakyat dibius dengan jargon-jargon “reformasi” dan “pembangunan”, sementara utang negara menggunung dan sumber daya alam dikeruk untuk kepentingan segelintir orang. Mereka pikir rakyat tidak tahu?

Rakyat sudah muak dengan drama politik yang hanya berputar di antara kartel kekuasaan yang sama. Elite-elite ini bukan hanya pengkhianat demokrasi, tapi juga algojo kesejahteraan yang membunuh masa depan generasi muda dengan kebijakan serampangan.

Lihatlah bagaimana mereka mempermainkan demokrasi—pemilu dijadikan ajang transaksional, partai politik dikelola seperti perusahaan keluarga, dan hukum dibengkokkan untuk melindungi kroni.

Mereka adalah Abu Lahab masa kini: congkak di atas penderitaan orang banyak, namun lupa bahwa sejarah selalu berulang.

Revolusi tidak selalu datang dengan darah, tapi bisa melalui gelombang perlawanan diam-diam—pemilih yang sadar, gerakan sipil yang tak lagi percaya pada elite busuk, dan generasi muda yang menolak warisan sistem rusak.

Jika mereka terus bermain api, suatu hari nanti, api itu akan membakar habis istana-istana palsu yang mereka bangun.

Di tengah kegaduhan politik 2025, kita sedang menyaksikan tragedi yang sama berulang: para elite yang seharusnya memikul amanah justru berubah menjadi Abu Lahab-Abu Lahab modern—haus kekuasaan, buta terhadap penderitaan rakyat, dan yakin bahwa kekayaan serta jabatan akan menyelamatkan mereka dari kehancuran.

Namun, sejarah membuktikan bahwa setiap kesombongan yang dibangun di atas penderitaan orang banyak akan berakhir dengan reruntuhan.

Rakyat tidak selamanya akan diam. Api perlawanan mungkin masih terpendam, tetapi sekali menyala, ia akan melahap setiap ketidakadilan yang dipelihara selama ini.

Elite yang lupa diri adalah pengukir kuburannya sendiri. Mereka mungkin mengira kekuasaan abadi, tetapi sejarah selalu berpihak pada mereka yang tertindas. (Red)

Oleh: Nashrul Mu’minin, penulis, tinggal di Jogja

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo