
Oleh: Chalilah Syahharbanu Malikin Rumakat *)
SUARAMUDA, SEMARANG — Rencana pemekaran wilayah Raja Ampat Selatan-yang mencakup Misool hingga Kofiau-kembali mengemuka.
Sosialisasi oleh para elit politik pun makin masif, dengan narasi pemekaran sebagai solusi percepatan pembangunan.
Namun, sebagai putra daerah yang tumbuh dan hidup dalam lingkungan masyarakat adat, saya merasa pemekaran ini perlu ditinjau ulang secara kritis—-khususnya dari sisi tatanan budaya dan eksistensi masyarakat adat.
Hingga kini, masyarakat adat di kepulauan ini masih hidup dalam sistem sosial tradisional yang unik dan kompleks.
Struktur kepemimpinan adat, sistem hak ulayat atas laut dan darat, serta ritual-ritual budaya yang mengatur hubungan manusia dan alam masih berjalan, meski mulai tergerus zaman.
Dalam konteks ini, pemekaran wilayah tanpa pendekatan budaya yang memadai justru berpotensi mempercepat kepunahan nilai-nilai lokal, bahkan merusak tatanan sosial yang sudah ada selama ratusan tahun.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah: apakah rencana pemekaran ini sudah melibatkan masyarakat adat secara sungguh-sungguh?
Ataukah hanya menjadi proyek politik yang bertumpupada kepentingan elite?
Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak jika pembangunan itu menafikan hak hidup, hak bicara, dan hak menentukan masa depan kami sebagai masyarakat adat.
Tak hanya itu, dalam praktiknya, pemekaran sering kali membawa serta arus pendatang, eksploitasi sumber daya, dan perluasan infrastruktur tanpa kajian budaya dan ekologi yang memadai.
Wilayah Misool yang selama ini menjadi benteng budaya dan kekayaan geowisata, bisa saja berubah menjadi ruang yang asing bagi penduduk aslinya sendiri.
Kami butuh penataan budaya, bukan sekadar penataan wilayah. Butuh penguatan hak-hak adat, bukan hanya pengukuhan pejabat baru. Butuh pembangunan yang berakar pada tanah dan laut kami, bukan hanya peta dan birokrasi.
Pemekaran tidak boleh menjadi jalan pintas yang mengabaikan jejak panjang sejarah dan peradaban lokal.
Jika ingin benar-benar berpihak kepada masyarakat, maka pemekaran harus dimulai dari pengakuan dan pelibatan penuh masyarakat adat—-bukan hanya sebatas mendengar, tapi melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan sejak awal. (Red)
*) Penulis: Chalilah Syahharbanu Malikin Rumakat adalah Warga Misool, Raja Ampat