Krisis Sampah di RSUD TC Hillers Maumere: Di Mana Penegakan Hukum Lingkungan?

RSUD TC Hiller Maumere, Nusa Tenggara Timur/ dok. istimewa

Oleh: Elly Oktavia Safitri*)

SUARAMUDA, KOTA SEMARANG — Masalah pengelolaan sampah di RSUD TC Hiller Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi permasalahan lingkungan.

Sebagai pusat layanan kesehatan utama di Kabupaten Sikka, rumah sakit ini seharusnya menjadi panutan dalam hal pengelolaan lingkungan.

Namun, faktanya menunjukkan sebaliknya: sampah medis maupun domestik dibiarkan menumpuk, mencemari lingkungan, serta membahayakan kesehatan masyarakat.

Penumpukan sampah medis maupun domestik yang belum dikelola dengan baik, tidak hanya merusak reputasi rumah sakit sebagai pusat layanan kesehatan, tetapi juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Yang jadi pertanyaan, mengapa persoalan ini dibiarkan berlarut-larut? Siapa yang bertanggung jawab, dan bagaimana peran hukum lingkungan dalam menyelesaikan permasalahan ini?

Rumah Sakit, Tapi Tidak Sehat Untuk Lingkungan

Rumah sakit sebagai institusi kesehatan, memiliki peran utama dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

Namun, limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit khususnya limbah medis bisa menjadi ancaman besar bagi kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.

Kondisi ini menjadi perhatian khusus dalam kasus RSUD TC Hillers Maumere, yang kini mendapat sorotan publik akibat permasalahan penumpukan limbah medis yang belum terselesaikan.

Reputasi rumah sakit yang seharusnya menjadi tempat yang menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat kini tercoreng akibat pengelolaan limbah yang dinilai tidak memadai.

Limbah Medis sebagai Limbah Berbahaya dan Beracun (B3)

Limbah medis termasuk dalam kategori sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) karena mengandung zat-zat yang dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.

Limbah ini mencakup sisa-sisa bahan kimia beracun, benda tajam seperti jarum suntik, bahan infeksius, hingga obat-obatan yang sudah kadaluwarsa.

Prosedur pengelelolaannya harus dilakukan dengan hati-hati, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara jelas mengatur kewajiban pengelolaan limbah B3.

Regulasi ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, yang memberikan pedoman rinci mengenai tahapan pengelolaan limbah, mulai dari pengurangan di sumber, penyimpanan sementara, pengangkutan, hingga pemusnahan atau pemanfaatan kembali.

Menurut laporan media, pihak rumah sakit mengklaim telah melakukan pengemasan ulang limbah medis sebelum pengangkutan ke tempat pengolahan limbah.

Namun, kenyataannya bahwa kendaraan pengangkut yang dijanjikan belum tiba. Sementara itu, proses pelelangan e-Katalog untuk pengelolaan sampah ini justru dibatalkan tanpa alasan yang jelas.

Situasi ini memunculkan pertanyaan: Apakah pengelolaan sampah di rumah sakit ini benar-benar diawasi? Ataukah sistem pengelolaan sampah hanya menjadi formalitas yang diabaikan?

Hukum Lingkungan Hanya Sebatas Teks?

Dalam kasus ini, pelanggaran terhadap hukum lingkungan tampak terlihat. Pengelolaan sampah medis di RSUD TC Hillers Maumere tidak hanya mencemari lingkungan saja, tetapi juga mencerminkan pelanggaran terhadap hukum lingkungan di Indonesia.

Sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), sampah medis memerlukan pengelolaan yang sangat ketat sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh undang-undang.

Namun, kenyataannya menunjukkan bahwa standar tersebut belum sepenuhnya dipatuhi, sehingga menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Sampah medis yang tidak dikelola dengan baik tidak hanya mencemarkan lingkungan, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku.

Dalam konteks hukum lingkungan, pengelolaan limbah medis yang buruk di RSUD TC Hillers jelas melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Salah satu pasal penting dalam undang-undang ini adalah Pasal 103, yang menyebutkan bahwa:

“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sesuai dengan persyaratan yang berlaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

Pasal ini menegaskan bahwa pengelolaan limbah B3 tidak hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga kewajiban hukum yang memiliki konsekuensi pidana jika dilanggar.

Kelemahan dalam Penegakan Hukum

penegakan hukum lingkungan di Indonesia sering kali menjadi tantangan besar. Salah satu masalah utama adalah lemahnya pengawasan dan kurangnya ketegasan dalam menindak pelanggaran.

Dalam kasus RSUD TC Hillers, pihak rumah sakit, vendor pengangkut limbah, dan pemerintah daerah memiliki tanggung jawab yang sama untuk memastikan bahwa pengelolaan limbah medis dilakukan sesuai dengan aturan.

Namun, hingga kini belum ada tindakan nyata atau sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat.

Risiko Lingkungan dan Sosial

Tumpukan sampah medis yang tidak dikelola dengan baik di RSUD TC Hillers Maumere bukan hanya merupakan pelanggaran hukum, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Limbah medis yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari tanah, air, dan udara, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

Misalnya, limbah medis yang dibuang sembarangan dapat mencemari sumber air minum, sehingga menyebabkan keracunan atau penyakit berbahaya lainnya.

Demikian pula, pembakaran limbah medis yang tidak sesuai prosedur dapat menghasilkan asap beracun yang mencemari udara, berisiko menyebabkan gangguan pernapasan dan masalah kesehatan lainnya pada masyarakat sekitar.

Krisis Pengelolaan Limbah Medis di Indonesia

Masalah pengelolaan limbah medis tidak hanya terbatas pada RSUD TC Hillers. Di berbagai daerah di Indonesia, masalah pengelolaan limbah medis juga menjadi masalah yang serius atau tidak sesuai prosedur.

Sebagai contoh, laporan dari beberapa rumah sakit di Pulau Jawa menunjukkan bahwa limbah medis sering dibuang sembarangan atau dibakar tanpa izin, yang jelas melanggar hukum lingkungan.

Salah satu faktor utama yang menyebabkan masalah ini adalah kurangnya fasilitas yang memadai di rumah sakit, baik itu fasilitas penyimpanan limbah medis yang aman maupun fasilitas untuk pengolahan limbah tersebut.

Banyak rumah sakit, terutama di daerah-daerah dengan keterbatasan anggaran, sering kali kesulitan untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh regulasi, yang membuat pengelolaan limbah medis menjadi sangat rentan terhadap kelalaian.

Dengan adanya kasus-kasus ini menunjukkan bahwa masalah pengelolaan limbah medis adalah masalah yang membutuhkan solusi yang menyeluruh.

Solusi: Penegakan Hukum

Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama untuk memastikan bahwa semua rumah sakit memiliki fasilitas dan prosedur yang memadai untuk mengelola limbah mereka.

Lalu, bagaimana solusi untuk menyelesaikan masalah ini?

Permasalahan pengelolaan limbah medis ini memerlukan solusi yang komprehensif dan terkoordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.

Salah satu langkah yang harus diambil adalah memastikan bahwa semua rumah sakit, baik di kota besar maupun daerah terpencil, memiliki fasilitas dan prosedur yang memadai untuk mengelola limbah medis.

Mencakup penyediaan tempat penyimpanan yang aman, pengangkutan yang teratur, dan fasilitas pengolahan limbah yang memenuhi standar.

Selain itu, pemerintah perlu melakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan limbah medis di setiap rumah sakit.

Pengawasan ini harus mencakup inspeksi rutin terhadap pengelolaan sampah medis, baik dari segi pengemasan, penyimpanan, maupun pengolahan limbah tersebut.

Pendidikan dan pelatihan kepada tenaga medis dan petugas rumah sakit tentang cara pengelolaan limbah medis yang benar juga sangat penting. (Red)

*) Elly Oktavia Safitri adalah mahasiswa Prodi Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

**) Isi artikel dan pandangan penulis tidak mewakili redaksi suaramuda.net

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like