Aktivis Pati Kembali Beraksi: Desak Rekonsiliasi & Penangguhan Penahanan untuk Teguh dan Botok

Dua pentolan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), Supriyono alias Botok (kiri) dan Teguh Istiyanto (kanan), ditetapkan sebagai tersangka terhitung sejak Sabtu (1/11/2025). Mereka ditahan di Polda Jateng. (Foto: Tribunnews.com)

SUARAMUDA.NET, PATI — Suasana Pati kembali memanas sekaligus haru. Pada Sabtu (15/11/2025), aktivis, LSM, dan ormas berkumpul untuk menuntut rekonsiliasi serta penangguhan penahanan dua tokoh yang kini menjadi sorotan: Teguh Istiyanto dan Supriyono alias Botok.

Para peserta aksi menuntut agar proses hukum berjalan adil dan bila mungkin, diberi jalan damai lewat rekonsiliasi.

Kenapa Masus ini Jadi Perhatian?

Teguh dan Botok disebut sebagai pentolan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) yang aktif memimpin rangkaian unjuk rasa sejak Agustus 2025.

Yakni demonstrasi yang memuncak karena penolakan kebijakan daerah, termasuk protes atas kenaikan PBB. Aksi besar awal tercatat pada 13 Agustus 2025 dan sempat berujung ricuh.

Kronologi Penangkapan Botok

Pada 13 Agustus 2025, gelombang aksi besar pertama: massa AMPB turun ke jalan menuntut Bupati Pati mundur; beberapa kericuhan dilaporkan setelah tuntutan tak dipenuhi. Ini menjadi bagian dari rangkaian yang kemudian dikaji polisi.

Tanggal 31 Oktober 2025 kemudian menjadi momen krusial: massa melakukan pemblokiran Jalan Pantura Pati–Juwana setelah DPRD tidak melanjutkan proses yang mereka tuntut.

Paska itu, Polda Jateng melakukan penindakan dan menetapkan beberapa orang sebagai tersangka; Teguh (49) dan Supriyono alias Botok (47) disebut sebagai dua pentolan yang ditangkap terkait pemblokiran tersebut.

Menurut rilis polisi, keduanya dianggap sebagai penggerak utama aksi pemblokiran. Tak hanya itu, pada 1 November 2025 juga terjadi penangkapan lanjutan terhadap pihak-pihak lain yang diduga membantu mobilisasi massa, termasuk seorang sopir truk berinisial I yang difungsikan untuk logistik/angkut massa.

Polda Jateng pun akhirnya menetapkan total 9 orang sebagai tersangka terkait rangkaian aksi sejak Agustus sampai Oktober; beberapa dari mereka ditahan di Mapolda Jateng.

Masyarakat Pati kemudian melakukan aksi dukungan dan menjenguk para tersangka di Semarang.

Tuduhan Hukum & Opsi Rekonsiliasi

Polisi menjerat para tersangka dengan pasal yang berkaitan dengan menghasut dan pemblokiran (termasuk penerapan Pasal 160 KUHP dan pasal-pasal lain terkait organisasi dan perbuatan melawan hukum).

Namun pihak kepolisian juga memberi sinyal membuka ruang restorative justice / rekonsiliasi bila para pihak bersedia menempuh jalur damai untuk menyelesaikan kerugian dan ketegangan sosial.

Riyanta dan aktivis lain menegaskan mereka akan mendorong penangguhan penahanan sebagai langkah membuka dialogdialog, dan bukan semata pembelaan tanpa syarat.

Mereka berharap proses rekonsiliasi membuka ruang politik yang lebih aman dan mengurangi konflik di ranah publik. Di sisi lain, kepolisian menegaskan proses hukum tetap berjalan sambil memberi ruang dialog jika ada itikad baik dari pihak tersangka. (Red)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like