Jangan Adu Pati: Ketika Narasi Jadi Senjata Politik Adu Domba yang Mengorbankan Rakyat

Tugu Pati (dok istimewa)

Oleh: Ali Achmadi*)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Pati sedang diuji — bukan oleh bencana alam, tapi oleh narasi. Narasi yang pelan-pelan membelah masyarakat menjadi dua: Pati Utara dan Pati Selatan. Yang Utara disebut anti-bupati. Yang Selatan dicap pro-bupati. Narasi sederhana, tapi beracun.

Ada yang sedang bermain api di Pati. Dan api ini tidak menyala di hutan, tapi di kepala orang-orang. Sebuah ironi lucu, membelah kabupaten hanya karena politik.

Tapi kita tahu, yang lucu sering kali berakhir pahit. Pati bukan Jakarta. Kita ini satu kabupaten. Satu pasar. Satu jalan. Satu sejarah. Kalau satu pihak disulut, pihak lain ikut panas. Dan ketika api menjalar, semua terbakar.

Yang paling berbahaya bukan perbedaan pendapat. Yang berbahaya adalah narasi yang sengaja diciptakan untuk memecah. Dan sayangnya, ada yang tampak nyaman hidup dari perpecahan itu.

Untuk para elit politik dan pejabat di Pati: berhentilah memainkan emosi rakyat. Kalau punya ambisi, perjuangkan lewat kerja dan gagasan, bukan lewat adu domba. Kalau punya kekuasaan, gunakan untuk melayani, bukan untuk menakut-nakuti dan menguasai.

Dan untuk aparat penegak hukum: jangan menjadi pihak. Kalau ada gesekan, berdirilah di tengah. Hukum itu penjaga keadilan, bukan perpanjangan tangan kekuasaan. Kalau ada api kecil di masyarakat, siram dengan upaya-upaya mediasi yang persuasif.

Pemimpin suatu wilayah, jika dia berbuat baik dan berlaku adil untuk rakyat maka dia adalah pemimpin untuk semua. Jika ada kritik bukan tanda permusuhan — itu tanda kepedulian.

Jadikan itu sebagai bahan evaluasi dan instropeksi. Pati tidak butuh perpecahan. Pati butuh kesejukan. Karena panasnya politik tidak akan membuat ekonomi tumbuh, tidak akan membuat rakyat kenyang, dan tidak akan menambah kesejahteraan rakyat.

Kita semua lahir di tanah yang sama, menghirup udara yang sama, dan berdoa pada langit yang sama. Semua ingin Pati maju, hanya caranya yang berbeda.

Tapi jika kita terus membiarkan narasi ini terus hidup dan berkembang, kita sedang menanam bom waktu. Hari ini hanya kata-kata. Besok bisa jadi permusuhan. Dan saat itu terjadi, siapa yang diuntungkan?

Bukan rakyat. Bukan Pati. Yang diuntungkan hanyalah mereka yang pandai bermain di atas perpecahan. Yang senyum di balik layar, sambil menonton kita bertengkar atas nama daerah yang sama.

Maka, hentikan narasi ini. Jangan biarkan Pati diadu oleh kepentingan –kepentingan yang rakyat sendiri tidak tahu oleh dan untuk siapa. Jangan kotori tanah yang sudah lama mengajarkan kita arti kebersamaan.

Tidak ada Pati Utara. Tidak ada Pati Selatan. Yang ada hanyalah satu: Pati — tanah kita, rumah kita, wajah kita. Kita ingin Pati tetap utuh — dari laut Juwana sampai Gembong di lereng Muria.

Dari tambak Dukuhseti sampai perbukitan kars Sukolilo. Karena di sanalah kita hidup, dan di sanalah kita akan kembali. (Red)

*) Ali Achmadi, pemerhati masalah soaial, tinggal di Pati

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like