
SUARAMUDA, SEMARANG — Di tengah derasnya arus digitalisasi, kita terkadang lupa bahwa warisan Islam di Nusantara tersimpan rapi dalam lembaran-lembaran tua, salah satunya adalah manuskrip mushaf Al-Qur’an.
Hal yang menarik perhatian para peneliti adalah Manuskrip MMA 1, yakni naskah mushaf Al-Qur’an yang kini disimpan di Museum Masjid Agung Demak.
Masjid Agung Demak tak hanya dikenal sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, tapi juga sebagai pusat penyebaran Islam di Jawa.
Di dalam museum masjid ini tersimpan sebuah harta tak ternilai: Mushaf Al-Qur’an 1 (MMA 1), sebuah manuskrip kuno yang menjadi saksi peradaban dan semangat religius masyarakat Demak tempo dulu.
Naskah Al-Qur’an MMA 1 pertama kali ditemukan di lantai 2 Masjid Agung Demak saat renovasi besar tahun 1982.
Setelah renovasi selesai yakni pada 1986 dan diresmikan tahun 1987, naskah ini dipindahkan ke Museum Masjid Agung Demak dan menjadi koleksi resminya.
Identitas pemilik nakah tersebut tidak diketahui, sehingga museum menomorinya sebagai DK-MAD/MMAD-1/AQ/2023. Naskah ini pun disimpan dalam lemari kaca tertutup demi menjaga keutuhannya.
Dan di dalam mushaf tersesbut tidak ditemukannya kolofon maupun ekslibris karena bagian awal dan akhir naskah telah rusak atau hilang, sehingga umur dan asal usul naskah tidak dapat dipastikan.
Akan tetepi mushaf tersebut diperkirakan berasal dari Bangkalan atau Madura karena adannya persamaan motif pada sampul naskah tersebut ada pada mushaf Bangkalan (Madura).
Apa itu Kodikologi dan Mengapa Penting?
Kodikologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk fisik naskah, seperti jenis kertas, tinta, teknik penulisan, iluminasi (hiasan), hingga struktur penjilidan.
Melalui kodikologi, kita bisa mengetahui usia naskah, siapa penulisnya, bahkan nilai-nilai budaya yang terkandung di balik teks suci tersebut.
Penelitian kodikologi menjadi sangat penting agar kita bisa memahami warisan intelektual Islam lebih dari sekadar isi teks, tetapi juga sebagai karya seni dan budaya.
Berdasarkan hasil telaah kodikologi, Manuskrip Mushaf MMA 1 yang disimpan di Masjid Agung Demak diperkirakan berasal dari akhir abad ke-19.
Naskah ini ditulis di atas kertas impor asal Eropa yang memiliki watermark bertuliskan “Concordia Res Parvae Crescunt”, sebuah frasa Latin yang menunjukkan adanya hubungan perdagangan kertas antara Eropa dan Jawa pada masa itu.
Kertas yang digunakan berwarna kecoklatan, menunjukkan karakteristik kertas Eropa yang umum digunakan pada periode tersebut.
Mushaf ini memiliki ukuran fisik panjang 33 cm dan lebar 20 cm, dengan jumlah 13 baris tulisan pada setiap halamannya.
Sedangkan dari segi penulisan MMA 1 ini ditulis dengan gaya khat naskhi, dan menggunakan perpaduan antara rasm ‘Utsmani dan imla’i.
Terdapat tanda baca, tanda waqaf, rubrikasi (penyorotan awal surat/ juz), serta iluminasi di beberapa bagian seperti awal juz dan surat al-Fatihah.
Sayangnya, naskah ini tidak lengkap 30 juz, dan beberapa bagiannya sudah mulai rusak karena usia dan kondisi penyimpanan.
Penulisan Rasm pada Manuskrip Mushaf Al-Qur’an 1
1. Kaidah Hadzf (Pembuangan Huruf)
Dalam penulisan Rasm Utsmani, terdapat kaidah hadzf yaitu penghilangan huruf tertentu dalam penulisan.
Misalnya, pada kata فَأَغْشَيْنَاهُمْ (QS. Yasin: 9), alif setelah huruf ن dihilangkan, sehingga dalam Mushaf Madinah ditulis فَاغْشَيْنَهُمْ sebagaimana ditemukan pada halaman 500 bagian kiri bawah (500 V).
Contoh lain terdapat pada kata فَسَبِّحْهُ (QS. Qaf: 39) yang ditulis فَسَبْحَ tanpa alif setelah huruf ح di halaman 508 bagian kiri bawah (508 V).
2. Kaidah Ziyadah (Penambahan Huruf)
Penulisan Rasm Utsmani juga mengandung kaidah ziyadah, yaitu penambahan huruf tertentu.
Misalnya, pada kata kerja jamak seperti قَالُوا (QS. Yasin: 16), ditambahkan alif setelah huruf و sehingga menjadi قَالُوْا, yang dapat ditemukan di halaman 501 bagian kanan (501 R).
Contoh lain adalah pada kata اتَّبَعُوا (QS. Yasin: 21), yang dalam Rasm Utsmani ditulis dengan penambahan alif setelah huruf و, menjadi اتَّبَعُوْا dan ditemukan pada halaman 502 bagian kiri bawah (502).
3. Kaidah Hamzah
Kaidah penulisan hamzah dalam Rasm Utsmani memperhatikan posisi dan harakat hamzah.
Sebagai contoh, pada kata آبَاؤُهُمْ (QS. Yasin: 12), hamzah yang berharakat ḍammah atau kasrah dan terletak di tengah kata setelah alif ditulis di atas huruf yang sesuai dengan harakatnya.
Penulisan ini dapat ditemukan pada halaman 500 bagian kiri bawah (500 V). Sementara itu, pada kata seperti لَا يُؤْمِنُونَ (QS. Yasin: 7), hamzah yang mati di awal, tengah, atau akhir kata ditulis dengan huruf yang sesuai dengan harakat huruf sebelumnya, dan ini juga dapat ditemukan di halaman yang sama.
4. Kaidah Badal/ Ibdal (Pengganti Huruf)
Dalam kaidah badal, huruf tertentu digantikan dengan huruf lain.
Misalnya, pada kata حَتَّى (QS. Yasin: 11), alif digantikan dengan huruf ي sehingga dalam Rasm Utsmani ditulis حَتّٰى, dan ini terdapat di halaman 503 bagian kanan (503 R).
Contoh lain adalah pada kata عَلَى (QS. Yasin: 6), yang juga ditulis dengan huruf ي sebagai pengganti alif, ditemukan pada halaman 505 bagian kanan (505 R).
5. Kaidah Fasl wa Wasl
Rasm Utsmani juga mengenal kaidah fasl wa wasl, yaitu penggabungan kata yang sebenarnya terpisah.
Misalnya, pada kata إِنَّمَا (QS. Yasin: 17), kata من digabung dengan ما, membentuk satu kata utuh yang ditulis sambung, ditemukan pada halaman 503 bagian kanan (503 R).
Begitu pula dengan kata مِمَّا (QS. Yasin: 9), yang merupakan gabungan dari من dan ما, ditulis secara sambung dalam Rasm Utsmani dan tercatat pada halaman 500 bagian kiri bawah (500 V).
Nilai Budaya dalam Mushaf Al-Qur’an MMA 1 Demak
Hal yang menarik, MMA 1 ini tidak hanya menunjukkan upaya pelestarian Al-Qur’an, tetapi juga memperlihatkan bagaimana masyarakat Demak memadukan Islam dengan tradisi lokal.
Iluminasi pada naskah memiliki motif khas Nusantara, menunjukkan bahwa penyalinan mushaf bukan hanya aktivitas religius, tapi juga ekspresi budaya.
Selain itu, MMA 1 masih digunakan secara simbolik dalam acara sima’an Qur’an dan doa bersama saat Grebeg Besar, ritual tahunan yang menggabungkan unsur Islam dan tradisi Jawa.
Ini menunjukkan adanya resepsi fungsional bagaimana masyarakat memahami dan menggunakan Al-Qur’an bukan hanya sebagai bacaan, tetapi juga bagian dari praktik sosial.
Pentingnya Pelestarian Manuskrip Mushaf
Melalui kodikologi, kita bisa menyelamatkan lebih dari sekadar kertas tua. Akan tetapi kita juga menyelamatkan sejarah, seni, dan nilai-nilai keislaman yang hidup dalam konteks lokal.
Sudah saatnya kita mengapresiasi dan melindungi manuskrip seperti ini, bukan hanya sebagai artefak museum, tetapi sebagai identitas keislaman dan kebudayaan bangsa.
Sebagai generasi penerus, menjaga manuskrip ini bukan sekadar tugas akademik, tapi juga tanggung jawab spiritual dan kultural.
Dari MMA 1, kita belajar bahwa tulisan tangan bisa menyimpan peradaban, dan setiap goresannya adalah warisan dari segi penulisan, naskah. (Red)
Artikel ini adalah tugas kelompok yang terdiri atas: Alfiyatur Rohmaniyah, Nova Fitriana, Laila Fitri Nur Indah Sari dan Nadia Raisa Martafia, mahasiswa Prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir (IAT), Fakultas Ushuluddin, Institut Agama Islam Negeri Kudus (IAIN KUDUS)