Menjaga Amanah, Mengawal Masa Depan: Refleksi Pemilihan Kepala MTs Raudlatut Tholibin

 

SUARAMUDA, PATI — Di tengah tantangan dunia pendidikan yang terus berkembang, Yayasan Ar Raudloh kembali menegaskan komitmennya dalam menjaga nilai-nilai luhur dan tata kelola kelembagaan yang bermartabat melalui pelaksanaan penjaringan dan pemilihan calon Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Raudlatut Tholibin.

Proses ini bukan sekadar rutinitas administratif, tetapi menjadi momentum penting untuk memastikan keberlanjutan kepemimpinan yang memiliki integritas, kecakapan manajerial, dan orientasi spiritual.

Pada tanggal 19 Mei 2025, seluruh dewan guru MTs Raudlatut Tholibin terlibat aktif dalam pemilihan tiga calon kepala madrasah.

Prosedur yang diterapkan mengacu pada mekanisme dan tata tertib yang telah ditetapkan oleh Panitia Penjaringan Yayasan—mekanisme yang sama dengan proses di tingkat Madrasah Aliyah beberapa hari sebelumnya.

Dinamika Partisipasi yang Inklusif

Setiap guru diberi ruang untuk mengusulkan minimal dua nama sebagai calon kepala madrasah.

Yang menarik, pengusulan ini tidak terbatas pada guru internal MTs, tetapi terbuka untuk semua guru yang berada di bawah naungan Yayasan Ar Raudloh.

Hal ini mencerminkan nilai inklusivitas dan keterbukaan, di mana kompetensi dan kelayakan seseorang tidak dibatasi oleh batas administratif unit lembaga.

Dari proses pemungutan suara yang berjalan tertib dan penuh tanggung jawab, terpilihlah tiga nama dengan suara terbanyak: Arwani, Titik Ulfatin Choiriyah, dan Kuni Masykuroh.

Ketiga nama ini kemudian diserahkan kepada pengurus yayasan untuk diverifikasi dan dipertimbangkan secara menyeluruh sebelum salah satunya ditetapkan menjadi kepala madrasah.

Perspektif Sosiologis: Demokrasi yang Mengakar pada Komunitas

Dari sudut pandang sosiologis, proses ini menunjukkan bentuk partisipasi sosial yang sehat.

Pemilihan bukan hanya soal teknis, tetapi juga membangun kohesi sosial antar warga lembaga.

Guru sebagai aktor sosial turut merasa memiliki peran dalam menentukan arah masa depan lembaganya.

Pemilihan ini juga memperkuat sense of belonging terhadap yayasan, bahwa setiap keputusan strategis lahir dari musyawarah dan keterlibatan kolektif.

Dari Sisi Organisasi: Kepemimpinan sebagai Pilar Strategis

Dalam dunia organisasi modern, kepala lembaga bukan hanya pemimpin administratif, tetapi juga penggerak perubahan dan penjaga arah visi lembaga.

Yayasan sebagai induk organisasi memiliki tanggung jawab untuk menilai lebih dari sekadar angka suara.

Kompetensi kepemimpinan, manajemen konflik, loyalitas terhadap visi yayasan, dan kemampuan mengintegrasikan nilai Keislaman dalam pendidikan menjadi pertimbangan penting.

Karena itu, pengurus yayasan secara normatif dan struktural memiliki otoritas penuh untuk menetapkan salah satu dari tiga calon, tanpa keharusan memilih calon dengan suara terbanyak.

Hal ini mencerminkan bahwa pemilihan bukanlah kontestasi popularitas semata, tetapi proses seleksi kepemimpinan yang utuh dan menyeluruh.

Perspektif Islam: Amanah dan Adab dalam Kepemimpinan

Dalam ajaran Islam, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang diminta atau dikejar. Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai Abdurrahman bin Samurah! Janganlah kamu meminta jabatan, karena jika kamu diberi jabatan karena permintaanmu, maka kamu akan diserahkan sepenuhnya kepadanya. Tapi jika kamu diberi tanpa memintanya, maka kamu akan dibantu (oleh Allah dalam mengembannya).”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits ini, yayasan menetapkan bahwa guru tidak diperkenankan mengusulkan atau memilih dirinya sendiri sebagai calon kepala madrasah.

Larangan ini bukan untuk membatasi, melainkan untuk menjaga nilai keikhlasan, adab, dan etika dalam menerima amanah.

Kepemimpinan bukanlah hak, tetapi titipan dan beban tanggung jawab yang besar. Maka sepatutnya muncul dari penilaian kolektif, bukan ambisi pribadi.

Integritas dan Keseimbangan Wewenang

Yayasan, sebagai pemegang otoritas tertinggi lembaga, memikul tanggung jawab untuk menilai aspek-aspek yang mungkin tidak terbaca dari sekadar hasil voting.

Misalnya: kelengkapan administratif, rekam jejak loyalitas, potensi konflik, hingga kecocokan karakter dengan tantangan madrasah ke depan.

Dengan memberikan kewenangan akhir kepada yayasan, sistem ini menegaskan bahwa jabatan kepala madrasah bukan hasil kontestasi populer semata.

Oleh karena itu, wewenang penuh yayasan untuk memilih salah satu dari tiga kandidat bukanlah bentuk dominasi, tetapi manifestasi tanggung jawab struktural yang dilandasi prinsip-prinsip maslahat dan pertimbangan mendalam.

Jika diperlukan, yayasan pun membuka kemungkinan untuk melakukan observasi lapangan dan wawancara terhadap ketiga calon.

Ini menunjukkan bahwa proses penetapan tidak dilakukan secara mekanistik, tetapi melalui analisis kualitas kepemimpinan yang holistik.

Pemilihan kepala MTs Raudlatut Tholibin ini menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai demokrasi, adab Islam, dan prinsip manajerial modern bisa berpadu dalam satu proses kelembagaan.

Ini adalah bentuk praktik baik (best practice) yang tidak hanya berdampak pada siapa yang terpilih, tetapi juga pada budaya organisasi yang sedang dibangun: budaya partisipatif, jujur, terbuka, dan beretika.

Sebagaimana cita-cita besar Yayasan Ar Raudloh untuk membangun lembaga pendidikan Islam yang unggul, berkarakter, dan berwawasan masa depan, maka pelaksanaan pemilihan ini bukan akhir dari sebuah proses, melainkan pijakan awal untuk menata kepemimpinan yang lebih kuat, lebih manusiawi, dan lebih berorientasi pada nilai-nilai. (Red)

Penulis: Ali Achmadi, Kabid Humas Yayasan Ar Raudloh, Perguruan Islam Raudlatut Tholibin Pakis – Pati

 

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like