
SUARAMUDA, KOTA SEMARANG — Belakangan ini situasi politik internasional berada di tengah ketidakpastian. Beberapa negara mengalami gelombang impeachment (mosi tidak percaya) dari rakyatnya.
Pemakzulan Presiden Korsel
Di Korea Selatan, misalnya, situasi politik masih memanas, lantaran partai oposisi utama akan kembali mencoba lagi proses memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol. Pasalnya, presiden berusia 63 tahun itu mengumumkan darurat militer.
Gelombang pemakzulan Presiden Yoon semakin kuat, karena kelompok oposisi menilai presiden telah gagal dalam menjalankan tugasnya.
Mosi Tak Percaya PM Kanada
Di Kanada, Perdana Menteri (PM) Justin Trudeau juga sedang dihantam gelombang mosi tidak percaya yang diajukan oleh rival politik utamanya, Partai Konservatif Kanada.
Dilansir CNBC, draf mosi tidak percaya itu mencantumkan kritikan masa lalu pemimpin NDP Jagmeet Singh terhadap Trudeau, saat keduanya memutuskan aliansi pada Agustus 2024 lalu, yang menyebutnya “terlalu lemah, terlalu egois”.
Meski PM Trudeau sudah tiga kali digoyang mosi tidak percaya, namun dirinya tetap lolos dari ancaman impeachment di Kanada.
Lalu, Apa itu “Mosi Tidak Percaya”?
Jadi, istilah mosi tidak percaya (motion of no confidence) awalnya digunakan oleh negara dengan sistem pemerintahan parlementer, seperti Australia dan Inggris.
Konsep mosi tidak percaya bahkan telah ditemukan sejak tahun 1780an, tepatnya setelah kekalahan pasukan Britania dalam Pertempuran Yorktown (suara.com, 8/10/2020).
Dalam politik, mosi tidak percaya berarti sebuah pernyataan sikap tidak percaya dari DPR/ parlemen terhadap kebijakan pemerintah.
Dalam hal ini, mosi tidak percaya merupakan salah satu hak DPR/ parlemen untuk menyatakan pendapatnya atas ketidakpercayaannya kepada pemerintah. Dengan demikian, pemerintah seharusnya membubarkan parlemen.
Mosi tidak percaya merupakan salah satu bentuk pola pengawasan dan pertanggungjawaban dalam sistem pemerintahan. (Red)