Ditujukan kepada: Komisi I DPR RI, Kementerian Pertahanan RI, dan Mabes TNI
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit muda TNI AD, akibat penganiayaan oleh lebih dari 20 rekannya, menyingkap persoalan serius dalam sistem pembinaan, pengawasan, dan penegakan hukum di tubuh militer.
Fakta bahwa perwira turut menjadi tersangka menunjukkan adanya pelanggaran struktural dan kelemahan sistem komando yang bersifat sistemik, bukan insidental.
Meskipun TNI AD telah mengakui keterlibatan sejumlah prajurit dan menyatakan proses hukum berjalan di peradilan militer, publik menilai proses tersebut belum transparan dan belum memenuhi rasa keadilan.
Kasus ini mempertegas bahwa budaya kekerasan, lemahnya akuntabilitas komando, dan tertutupnya sistem peradilan militer merupakan tiga akar persoalan utama yang perlu dibenahi segera.
Permasalahan Kunci
Permasalahan utama yang terjadi dalam analisis ini adalah sebagai berikut.
1 Budaya kekerasan dalam “pembinaan” militer Normalisasi kekerasan menurunkan moral, merusak mental prajurit muda, dan memperkuat impunitas
2 Lemahnya pengawasan dan tanggung jawab komando Perwira tidak akuntabel, rantai komando rusak, dan sistem disiplin kehilangan legitimasi
3 Tertutupnya peradilan militer Publik kehilangan kepercayaan; tidak ada kontrol sipil terhadap proses hukum internal
4 Ketiadaan mekanisme perlindungan saksi dan korban internal Prajurit takut melapor, kasus serupa berulang tanpa pencegahan sistemik
Tujuan Kebijakan
1. Menegakkan akuntabilitas komando (command responsibility) di setiap level.
2. Membangun sistem pembinaan tanpa kekerasan dan berorientasi pada profesionalisme.
3. Meningkatkan transparansi peradilan militer dan memastikan kesetaraan di depan hukum.
4. Mewujudkan perlindungan hak prajurit dan keluarga korban sebagai bagian dari tanggung jawab negara.
Rekomendasi Kebijakan Implementatif
Bidang Rekomendasi Penanggung Jawab Waktu Pelaksanaan
A. Reformasi Sistem Pembinaan
1. Revisi kurikulum pelatihan dan SOP “pembinaan fisik” agar bebas kekerasan.
2. Wajibkan pelatihan HAM dan psikologi prajurit bagi seluruh instruktur dan komandan.
3. Bangun sistem whistleblower internal yang aman untuk laporan kekerasan. Mabes TNI, Pusdik TNI, Menhan 2025–2026
B. Akuntabilitas Komando
1. Terapkan prinsip command responsibility dalam hukum militer.
2. Audit tahunan internal terhadap pola pembinaan dan pelanggaran disiplin. TNI AD & Itjen TNI 2025
C. Reformasi Peradilan Militer
1. Revisi UU No. 31/1997 tentang Peradilan Militer agar pidana umum prajurit diadili di pengadilan umum.
2. Libatkan Komnas HAM dan Ombudsman sebagai pengawas eksternal setiap perkara pidana berat di lingkungan TNI.
3. Publikasikan hasil putusan secara terbuka. DPR RI, Kemenhan, Mahkamah Agung 2025–2027
D. Pemulihan Korban dan Keluarga
1. Pemberian kompensasi negara dan santunan jangka panjang.
2. Layanan rehabilitasi psikososial bagi keluarga korban.
3. Pemberian beasiswa atau bantuan sosial bagi anak/ahli waris. TNI AD, Kemenhan, Kemensos Segera (≤6 bulan)
Indikator Keberhasilan
Indikator Target 2026
1 Jumlah kasus kekerasan internal dalam “pembinaan” Turun ≥ 70% dibanding 2024 Data internal Pomad & laporan publik
2 Jumlah SOP pembinaan yang disahkan tanpa unsur kekerasan 100% satuan memiliki SOP baru Laporan Itjen TNI
3 Proses hukum terhadap perwira pembiar Minimal 1 kasus menjadi preseden hukum Keputusan pengadilan militer/publik
4 Perubahan regulasi peradilan militer Revisi UU No. 31/1997 masuk Prolegnas prioritas 2026 DPR RI
5 Transparansi putusan pengadilan militer 100% putusan berat dipublikasikan terbuka Website TNI & MA
6 Kepuasan keluarga korban terhadap proses pemulihan ≥ 80% menyatakan puas (survey independen) Laporan Komnas HAM
Penutup dan Seruan Moral
Tragedi kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo adalah tes moral bagi militer Indonesia dan negara hukum kita. Reformasi tidak boleh berhenti pada sanksi individu, tetapi harus menjangkau pola budaya dan struktur komando yang melahirkan kekerasan.
DPR RI, melalui Komisi I dan Badan Legislasi, memiliki tanggung jawab historis untuk:
• Memastikan pengawasan sipil yang efektif terhadap TNI,
• Mendorong revisi undang-undang peradilan militer, dan
• Menjamin keadilan restoratif dan struktural bagi korban serta keluarga.
Keadilan bagi Prada Lucky bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi tentang memulihkan martabat kemanusiaan di tubuh militer dan negara. (Red)
*) Analisis Yohanes Soares, Aktivis Sosial dan Peneliti Kebijakan Pendidikan dan Masyarakat Daerah Tertinggal; mahasiswa S3 Universitas Dr. Soetomo Surabaya