Qanun yang Mati, Generasi yang Terlupakan

Oleh: Delky Nofrizal Qutni *)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pembangunan Kepemudaan pernah menjadi simbol kebangkitan generasi muda Aceh. Ia lahir dengan cita-cita besar untuk menuntun pemuda Aceh menjadi generasi yang berdaya, mandiri, berkarakter Islami, dan menjadi motor perubahan sosial dalam bingkai kekhususan Aceh.

Namun tujuh tahun berlalu, cita-cita itu kandas di tengah jalan. Qanun yang dahulu diperjuangkan dengan semangat kolektif kini seolah mati muda, yang hidup dalam teks, tapi tak berdenyut dalam kebijakan.

Padahal, qanun ini merupakan pengejawantahan semangat otonomi khusus Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Di dalamnya tersimpan amanah besar untuk melahirkan kebijakan kepemudaan yang khas, kontekstual, dan berpihak pada generasi muda sebagai penopang masa depan daerah.

Namun semua itu hanya menjadi janji tanpa wujud. Sejumlah pasal krusial yang seharusnya menuntun arah pembangunan kepemudaan tidak pernah dijabarkan ke dalam peraturan gubernur sebagai aturan pelaksana.

Pasal 10 dan 11, misalnya, menegaskan perlunya Rencana Induk Pembangunan Kepemudaan Aceh (RIPKA) yang menjadi pedoman arah kebijakan jangka panjang.

Pasal 16 mengamanatkan pembentukan lembaga pelaksana pembangunan kepemudaan, sementara Pasal 25 hingga 28 menekankan pentingnya pengembangan kewirausahaan dan ekonomi kreatif bagi pemuda.

Semua ketentuan itu menunggu tindakan konkret dari Pemerintah Aceh. Namun hingga kini, peraturan gubernur yang menjadi ruh pelaksanaan tidak pernah lahir. Qanun ini berhenti sebagai teks tanpa daya, seperti kitab yang kehilangan tafsirnya.

Dalam konteks kekhususan Aceh, absennya aturan pelaksana ini bukan sekadar kelalaian administratif. Ia mencerminkan krisis kesadaran birokrasi terhadap arti strategis generasi muda.

Pemerintah Aceh, yang seharusnya menjadi pelaksana utama amanah qanun, tampak lebih sibuk merayakan seremoni tahunan ketimbang membangun sistem pembinaan pemuda yang terarah.

Dalam berbagai dokumen RPJMA dan RKPA, urusan pemuda sering dimasukkan ke dalam sub-bidang olahraga atau kegiatan sosial, seolah-olah pembangunan pemuda hanya sebatas turnamen dan upacara. Padahal, pembangunan kepemudaan adalah investasi sosial jangka panjang, bukan sekadar perayaan momentum.

Ketika Pemuda Menjadi Penonton di Negeri Sendiri

Data Badan Pusat Statistik Aceh tahun 2025 menunjukkan angka pengangguran terbuka di kalangan usia 16-30 tahun masih di atas 15 persen, tertinggi di Sumatera.

Sementara partisipasi pemuda dalam proses perencanaan pembangunan daerah kurang dari tiga persen. Artinya, generasi muda yang seharusnya menjadi subjek pembangunan justru tersingkir menjadi penonton di negeri sendiri.

Banyak program pelatihan yang digelar tanpa analisis kebutuhan pasar, tanpa kesinambungan, dan tanpa keberpihakan yang nyata. Akibatnya, lahir generasi yang berpendidikan tetapi kehilangan arah, bersemangat namun tak diberi kesempatan untuk berperan.

Kondisi ini menandakan kegagalan pemerintah membaca arah zaman. Dunia sedang bergerak ke era digital, inovasi, dan ekonomi kreatif, namun Aceh masih terjebak dalam paradigma lama yani pembangunan berbasis proyek, bukan manusia.

Dana Otonomi Khusus yang seharusnya menjadi alat transformasi justru lebih banyak terserap dalam kegiatan fisik jangka pendek yang minim nilai tambah bagi generasi muda. Qanun Kepemudaan yang semestinya menjadi landasan hukum perubahan sosial malah dibiarkan menjadi dokumen mati di rak birokrasi.

Padahal sejarah Aceh selalu mencatat pemuda sebagai sumber energi perubahan. Dari masa Teungku Chik di Tiro hingga generasi pasca damai Helsinki, pemuda adalah pelaku utama sejarah, bukan pelengkapnya.

Dalam filosofi Aceh, Adat bak Po Teumeureuhom, Hukom bak Syiah Kuala, keberanian dan kebijaksanaan adalah dua sayap yang menjaga keseimbangan negeri.

Pemuda adalah penjaga keduanya, berani melawan kemapanan yang menindas dan bijak menata masa depan yang berkeadilan. Kini, di tengah kekhususan yang dijanjikan, dua sayap itu nyaris patah.

Aceh yang istimewa semestinya melahirkan kebijakan yang istimewa bagi pemudanya. Namun kekhususan itu tampak kehilangan makna ketika qanun tentang pembangunan kepemudaan justru diabaikan.

Pemerintah boleh saja berbicara tentang kemandirian ekonomi dan pemberdayaan, tetapi tanpa keberpihakan kepada generasi muda, semua visi itu hanyalah slogan kosong. Karena masa depan tidak dibangun dengan upacara, melainkan dengan keberanian menafsirkan harapan menjadi tindakan.

Momentum Sumpah Pemuda tahun ini seharusnya menjadi ruang refleksi bagi pemerintah Aceh untuk menebus kelalaian masa lalu. Menghidupkan kembali Qanun Kepemudaan berarti menyalakan kembali nyala masa depan Aceh.

Pemerintah Aceh mesti segera menurunkan amanah qanun ini ke dalam peraturan gubernur, membentuk lembaga pelaksana yang kredibel, dan memasukkan indikator pembangunan pemuda ke dalam RPJMA serta APBA.

Lebih dari itu, membuka ruang partisipasi yang nyata bagi pemuda dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan adalah bentuk penghormatan terhadap semangat kekhususan yang sejati.

Qanun Kepemudaan bukan sekadar instrumen hukum, melainkan cermin arah moral sebuah generasi. Jika pemerintah terus membiarkan qanun ini mati, maka yang hilang bukan hanya regulasi, tetapi juga harapan. Karena generasi yang tak diberi ruang untuk tumbuh akan menjadi generasi yang kehilangan akar dan tujuan.

Aceh tidak boleh terus menulis sejarah tentang masa lalu yang heroik sementara masa depannya dibiarkan kabur. Qanun yang mati ini adalah peringatan, bahwa sebuah bangsa bisa kehilangan generasinya bukan karena perang, tetapi karena abainya kebijakan.

Dan jika generasi muda Aceh terus dilupakan, maka kekhususan yang kita banggakan akan menjadi kata tanpa makna, seperti doa yang tak lagi didengar di langit harapan. (Red)

*) Delky Nofrizal Qutni, salah satu pejuang lahirnya Qanun Pembangunan Kepemudaan Aceh, mantan Kabid Advokasi FPMPA

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like