SUARAMUDA.NET, JAKARTA — Survei terbaru bikin panas dingin Istana. Delapan menteri teknis dinilai zonk alias berkinerja buruk. Dan yang cukup mencuri perhatian: nama Raja Juli Antoni nongol di urutan dua besar!
Yup, Menteri Kehutanan yang juga Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu ternyata “solid” juga—tapi dalam hal rendahnya kepuasan publik.
Berdasarkan survei Public Research on Governance (Prolog), kinerja Raja Juli dapat nilai 59,7 alias cuma selangkah di atas Menteri HAM Natalius Pigai yang duduk di posisi puncak dengan skor 58,4.
Survei Serius, Hasilnya Bikin Ngakak Pahit
Prolog melakukan survei pada 7–14 Oktober 2025, dengan melibatkan 1.600 responden dari 38 provinsi. Metodenya resmi banget: multistage stratified random sampling dengan margin of error ±2,5%. Artinya, ini bukan survei warung kopi.
Tapi hasilnya? Tetap bikin geleng-geleng kepala. Dari total menteri, delapan masuk kategori “kinerja buruk”, 22 di level “lumayan tapi ya gitu”, dan cuma 11 menteri yang dianggap benar-benar kerja beneran. Sisanya entah ke mana.
Daftar “Delapan Besar” Menteri yang Perlu Evaluasi Serius (atau Cermin Baru):
Nama-nama di atas seolah berlomba di jalur lambat. Ironisnya, beberapa justru menteri yang sering nongol di media sosial dengan jargon “kerja nyata”.
Publik Makin Melek, Citra Tak Bisa Dipoles Terus
Raja Juli, yang dulu dikenal vokal membongkar “mental feodal”, kini malah kena batunya sendiri. Netizen di X (Twitter) ramai menyindir, “Hutan aja bisa gundul, apalagi kinerja.”
Survei ini bisa jadi alarm keras bagi kabinet. Soalnya, rakyat sekarang makin melek: nggak bisa lagi dibohongi dengan baliho, pidato, dan gimmick digital. Yang dicari bukan pencitraan, tapi kerja nyata—dan survei ini sepertinya sudah menuliskannya dengan tinta tebal.
Kalau delapan nama di atas tak segera berbenah, bukan mustahil mereka masuk daftar reshuffle berikutnya. Karena di republik ini, yang sabar nunggu perubahan itu cuma rakyat. Tapi sabar pun ada batasnya.
Solidaritas Tanpa Kinerja, PSI Mau Bawa ke Mana?
Buat PSI, survei ini mungkin terasa seperti tamparan realitas. Selama ini mereka gencar bicara soal moral politik, meritokrasi, dan generasi baru yang bersih. Tapi publik tampaknya justru menilai: bersih belum tentu becus.
Apalagi, di era medsos seperti sekarang, rakyat gampang menilai mana kerja dan mana konten. Dan kalau kinerja menterinya saja jeblok, jargon “partai anak muda progresif” itu bisa terdengar seperti lelucon yang diputar ulang di YouTube.
Delapan menteri yang terjerembab di dasar survei ini mungkin lupa satu hal sederhana: rakyat sudah kenyang dengan janji. Kalau kabinet masih sibuk branding daripada building, jangan kaget kalau tingkat kepuasan publik makin menurun.
Di ujungnya, rakyat akan memilih yang benar-benar kerja—bukan yang sibuk foto di lokasi kerja. Karena seperti kata warganet, “Kerja itu bukan di caption, Bro. Tapi di lapangan.” (Red)