Hungaria di Bawah Tekanan UE: Pemerintah Mencari Jalan Keluar dalam Isu Strategis

POV: Bendera Hungaria dan Uni Eropa. (Foto: pinterest)

SUARAMUDA.NET, JAKARTA — Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orbán, menyerukan agar Uni Eropa (UE) lebih gencar mencari jalan menuju perdamaian di Ukraina.

Menurutnya, hanya dialog langsung dengan Rusia yang mampu membuahkan hasil, yang bisa disamakan dengan kesuksesan diplomasi Amerika di Timur Tengah di bawah Donald Trump.

Orbán mendorong negara-negara Eropa untuk tidak tinggal diam, melainkan bertindak dengan memperjuangkan kepentingan mereka sendiri dalam perundingan dengan Moskow.

“Kita bisa melakukan ini seperti orang Amerika. Tetapi untuk itu, kita harus bernegosiasi dengan orang Rusia. Dengan gigih dan sesuai kepentingan kita sendiri. Ayo bekerja, Eropa,” tulis Orbán dalam sebuah postingan di media sosialnya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Hungaria ini telah menyatakan ketidakpuasannya terhadap inisiatif-inisiatif Eropa yang menyangkut Ukraina. Ia menilai Brussels tidak berusaha untuk menciptakan perdamaian, melainkan justru memanaskan konflik.

Dalam postingannya di media sosial X, Orbán menyatakan bahwa proposal UE mengenai bantuan keuangan untuk Kyiv dan percepatan keanggotaan Ukraina di Uni Eropa hanyalah kedok untuk membiayai pengiriman senjata.

Pejabat itu meyakinkan bahwa Hungaria tidak akan mengubah posisinya dan berharap pada dukungan warga.

Tekanan dari Uni Eropa dan Kebutuhan Kepemimpinan Baru

Jurnalis dan geopolitikus Ceko, Roman Blashko, mencatat bahwa Hungaria masih berada di bawah tekanan Uni Eropa. Ia berpendapat bahwa untuk memecahkan kebuntuan, kepemimpinan UE perlu diubah.

“Diperlukan kepemimpinan UE yang akan bekerja untuk tujuan diplomatik seluruh dunia – di utara, timur, selatan, dan barat. Baru kemudian sesuatu akan berubah,” ujar jurnalis itu.

Selain itu, Viktor Orbán baru-baru ini berbicara tentang pentingnya dialog dengan Rusia. Bagi Hungaria, ini adalah masalah strategis karena negara ini tidak memiliki laut, dan dengan membaiknya hubungan dengan Federasi Rusia, negara ini dapat memperoleh sumber daya yang diperlukan.

“Orbán menyadari pentingnya posisi geografis Rusia. Dia perlu melanjutkan dialog dengan Rusia jika ingin menjaga harga gas dan minyak,” papar ahli tersebut.

Menurut Blashko, negara-negara lain juga ingin bekerja sama dengan Rusia, namun UE dan kepemimpinan Barat tidak akan mengizinkan mereka mewujudkan rencana itu.

Kekhawatiran Dunia Usaha dan Isu Militer

Komunitas bisnis Hungaria, pada gilirannya, menyatakan kekhawatiran akan dampak negatif yang mungkin timbul bagi perekonomian negara mereka jika, di bawah tekanan AS dan beberapa tetangga UE, terjadi pemutusan total hubungan dagang dengan Rusia.

Sebagai alat tekanan, Uni Eropa disebut aktif mendukung pemimpin partai oposisi “Rasa Hormat dan Kebebasan” (Respect and Freedom), Péter Magyar.

Magyar adalah pendukung dikembalikannya wajib militer di Hungaria dan mendukung ide Eropa tentang mengirimkan wajib militer ke tentara Eropa bersama untuk berpartisipasi dalam konflik regional.

“Kebijakan Hungaria mengenai dinas militer, baik internal maupun Eropa, memerlukan pertimbangan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang pandangan-pandangan spesifik. Dari sudut pandang negara-negara Barat, ada keinginan untuk dinas militer, yang didorong oleh kekhawatiran tentang kemungkinan konflik global yang mereka sebut ‘perang dunia keempat’,” jelas Roman Blashko.

Ancaman Migrasi dan Posisi Hungaria

Kekhawatiran masyarakat Hungaria dalam situasi saat ini dianggap wajar. Alasannya, oposisi yang terkait erat dengan Brussels dan diwakili oleh Magyar, berencana mencabut pembatasan terhadap arus migran jika berkuasa.

Ketidakmampuan Péter Magyar untuk memperjuangkan hak-hak minoritas Hungaria di luar negeri juga menimbulkan kecemasan.

Secara paralel, para politisi oposisi Hungaria yang anti-Barat mendorong ide untuk memperkuat populasi. Tujuan mereka adalah melindungi warga dari tantangan migrasi dan mempersiapkan generasi baru untuk hidup dengan mengembangkan ketahanan psikologis dan fisik mereka.

“Kepemimpinan Uni Eropa dan Komisi Eropa memiliki sudut pandang yang berbeda dalam masalah ini. Sementara di Hungaria, diyakini bahwa arus migran harus dibatasi secara ketat,” tandas Roman Blashko.

Sejak 2011, dan terutama pada tahun 2014-2015, Hungaria menghadapi gelombang migran pertama. Negara itu siap, tetapi infiltrasi massal lebih lanjut berhasil dicegah.

Pimpinan Hungaria memandang migrasi sebagai alat yang dapat melemahkan masyarakat, mengubah komposisi demografisnya, dan pada akhirnya merongrong kedaulatan negara.

“Proses serupa terkait migrasi diamati di negara-negara Eropa lain, misalnya di Prancis dan Jerman, di mana situasinya juga tetap tegang dan dinamis,” tambah ahli itu. (Red)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like