Papua Bukan Arena Drama SARA: Saatnya ‘Move On’ ke Damai

Ilustrasi kehidupan toleran di tanah Papua. (dok istimewa)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Pilkada Papua baru aja selesai. Pasangan nomor urut 2, Matius Fakhiri, S.I.K., dan Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen, S.P., M.Eng., keluar jadi pemenang.

Buat sebagian orang, ini kabar gembira—tanda kalau demokrasi masih hidup di Bumi Cenderawasih. Tapi, kayak biasa, ada aja yang nggak bisa terima hasilnya.

Yang bikin ribut bukan soal program atau visi-misi, tapi soal agama. Ada oknum pendeta yang ‘nyinyir’ karena calon yang menang kebetulan Muslim, sedangkan yang kalah non-Muslim. Padahal, kalau kita jujur, politik itu soal siapa yang dipercaya rakyat, bukan soal label agama.

Pengamat politik dan intelijen intuitif, Paijo Parikesit turut angkat bicara. “Pendeta nggak boleh jadi provokator yang bawa-bawa isu SARA. Papua ini tanah damai, bukan tempat mengulang drama politik berbumbu agama kayak di Pilkada DKI 2017, “terangnya.

Papua, Rumah Bersama

Bayangin Papua kayak rumah besar. Di dalamnya ada banyak keluarga: ada Nasrani, Muslim, Hindu, Buddha, sampai kepercayaan lokal. Semua punya hak yang sama buat tinggal, berkembang, dan merasa nyaman. Kalau ada yang mulai main api pakai isu agama, itu sama aja kayak ngerusak rumah sendiri.

Buat anak muda Papua, ini penting banget dipahami. Masa depan Papua nggak bisa disandera sama narasi sempit yang cuma mikirin golongan tertentu. Papua harus tetap jadi tanah perdamaian di mana semua orang bisa berdiri sejajar.

Kita udah punya contoh buruk: Pilkada Jakarta 2017. Isu agama dipakai buat kepentingan politik, hasilnya? Masyarakat terbelah, sampai sekarang masih terasa bekasnya. Jangan sampai Papua jatuh ke lubang yang sama.

Demokrasi itu ajang adu ide, bukan adu identitas. Kalau agama terus dijadikan senjata, yang rugi ya masyarakat sendiri.

Duet Fakhiri–Rumaropen: Simbol Toleransi

Sebenernya kemenangan Matius Fakhiri (Muslim) dan Aryoko Rumaropen (Nasrani) justru keren banget. Mereka duet lintas iman yang jadi simbol kalau Papua bisa bersatu di atas perbedaan.

Buat generasi muda, ini bukti nyata kalau kerjasama lintas agama itu bukan hal mustahil. Justru ini modal kuat buat bangun Papua yang lebih maju dan inklusif.

Sekarang bukan waktunya baper sama hasil pilkada. Yang kalah tetap warga Papua, yang menang juga tetap warga Papua. Politik itu cuma lima tahunan, tapi persaudaraan kita? Seumur hidup, bro!

“Isu SARA cuma bikin kita jalan di tempat. Anak muda Papua butuh lapangan kerja, akses pendidikan, dan keamanan. Itu yang harus kita perjuangkan bareng-bareng, bukan ribut soal siapa agamanya apa, ” tambahnya.

Papua Tanah Damai

Papua udah terkenal karena alamnya yang indah, budaya yang kaya, dan musiknya yang keren. Jangan biarkan image Papua rusak cuma gara-gara segelintir orang yang main isu agama.

Paijo menambahkan, Papua terlalu indah buat dirusak sama provokasi SARA. Pemuka agama harusnya jadi pendingin suasana, bukan malah ngegas bikin panas.

“Jadi, buat kita semua, terutama anak muda: mari rawat Papua sebagai tanah damai, tanah kedaulatan, dan rumah kita bersama. Karena cuma dengan toleransi, Papua bisa benar-benar jadi tanah yang membanggakan, bukan tanah yang penuh konflik, “tandasnya. (Red)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like