
Oleh: Ali Achmadi*)
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Setiap Agustus kita dengar kata merdeka bergaung di mana-mana. Tapi jujur saja, kadang rasanya kata itu tinggal jargon basi.
Sebab, setelah lebih dari delapan dekade merdeka, rakyat masih harus turun ke jalan hanya untuk mengingatkan bahwa kebijakan pemimpin seharusnya berpihak, bukan menyakitkan. Lucu, kan?
Di tanah yang katanya sudah lama bebas dari penjajahan asing, rakyat masih dipaksa berjuang agar tidak dijajah oleh kebijakan pemimpinnya sendiri. Ironi sejarah yang sepertinya tak pernah selesai.
Setelah delapan puluh tahun merdeka, ternyata masih ada pemimpin yang ketika kebijakannya dipertanyakan rakyat, alih-alih menenangkan rakyat, malah bikin narasi kayak jagoan kampung.
Katanya kalau nggak setuju, ya demo saja. Lah, rakyat pun manut. Dan ketika rakyat benar-benar demo, ternyata malah kaget. Ya siapa suruh nantangin? Namanya juga rakyat, bukan figuran dalam drama politik.
Di titik inilah arti merdeka terasa sangat nyata. Merdeka itu bukan cuma bebas dari Belanda, Jepang, atau VOC. Merdeka itu terbebas dari kebijakan ngawur yang seenaknya menaikkan pajak.
Merdeka itu terbebas dari ucapan arogan seorang pemimpin yang seakan lupa kalau kursi empuknya diperoleh dari suara rakyat, bukan diwariskan dari kakek moyangnya.
Demo besar yang lahir dari kegelisahan itu adalah cara rakyat berkata: “Kami sudah merdeka, jangan coba-coba jajah lagi dengan kebijakan yang menindas.”
Karena bagi rakyat kecil, merdeka itu sederhana: bisa tidur nyenyak tanpa dihantui “upeti” mencekik, bisa ngomong lantang tanpa dicap musuh negara, dan merdeka dengan ekonomi yang berkeadilan.
Ironisnya, kita sering dengar pidato pejabat yang penuh kata merdeka tapi perilakunya malah menjajah. Merdeka dari penjajah asing, iya. Tapi kalau rakyat masih dijajah rasa cemas, dijajah kebijakan semena-mena, dan dijajah kata-kata arogan, ya sama saja bohong.
Jadi, terima kasih kepada rakyat yang masih berani turun ke jalan. Kalian sudah mengingatkan arti kemerdekaan yang sebenarnya. Dan semoga pesan itu nyampe ke telinga orang yang duduk di kursi kekuasaan.
Kalau masih nggak paham juga, ya, jangan salahkan kalau rakyat cari cara lain untuk mengingatkan. Namanya juga merdeka. (Red)
*) Ali Achmadi, Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Masalah Sosial, Tinggal di Pati