Bergerak Bersama Diaspora: “Kereta Cepat Aswaja”

Min Hajul Abidin adalah mahasiswa Program Doktoral, ECUST, Shanghai, China. Saat ini juga menjabat Ketua PCI PMII Tiongkok

Oleh: Min Hajul Abidin*)

SUARAMUDA, SEMARANG — Pasca terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII 2024-2027, M Shofiyulloh Cokro dan seluruh pengurus PB PMII mengusung visi besar Era Baru PMII.

Visi ini menunjukan komitmen PB PMII dalam merespon perubahan yang cepat dalam segala bidang.

Saat ini kita berada di era yang berbeda, era dengan teknologi, AI, kecepatan informasi, kebutuhan dan persaingan SDM yang terus meningkat.

Potensi kader PMII pun harus dimaksimalkan secara baik—yang tak hanya menyebarkan Islam moderat.

Lebih dari itu, kader PMII diharapkan mampu beradaptasi dan mengkolaborasikan nilai-nilai Islam moderat dalam dunia digital dan teknologi yang terus berkembang hingga saat ini.

Membaca Diaspora PMII

Menjadi sebuah bulan spesial, berbarengan dengan harlah PMII yang ke-64 pada April 2025 lalu, kader PMII yang berada di Tiongkok secara aklamasi melakukan konsolidasi dan musyawarah, yang akirnya terbentuk pengurus cabang Istimewa PMII Tiongkok.

Kegelisahan kader PMII di Tiongkok melihat berbagai potensi kebangitan Tiongkok yang masih belum dieksplorasi dan dimanfaatkan secara maksimal oleh SDM Indonesia khususnya kader PMII.

Padahal semestinya, banyak potensi yang dapat dikolaborasikan, seperti peluang beasiswa, kerjasama pendidikan, ekonomi, budaya dan lainnya.

Ditambah basis pergerakan yang berada di kampus, menjadikan PMII memiliki posisi strategis untuk menjembatani kerja sama antaruniversitas Indonesia dan Tiongkok.

Saat ini jumlah warga PMII Tiongkok saat ini mencapai lebih dari 50 kader. Mereka yang aktif PMII Tiongkok tersebar diberbagai universitas di Tiongkok dengan berbagai latar belakang akademik.

Peran Strategis

Mereka mempelajari dan berinteraksi secara langsung dengan masyarakat Tiongkok, tidak hanya menyerap keilmuan akademik, bahkan kader PMII dapat menjadi jembatan budaya antara Indonesia-Tiongkok.

Latar belakang kader PMII Tiongkok yang identik dengan santri menjadikan mereka memiliki peran strategis.

Secara umum ada nilai-nilai yang sangat dekat anatara santri dan masyarakat Tiongkok, seperti budaya merawat tradisi.

Kader PMII Tiongkok selalu perpegang teguh pada nilai “al-muhafadhah ‘ala al-qadim al-shalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah” yang maknanya kurang lebih menjaga tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik.

Nilai ini sama dengan pepatah tiongkok “溫故而知新” (wen gu er zhi xin) yang maknanya kurang lebih mengulas yang lama untuk memahami yang baru.

Meskipun Tiongkok telah melakukan perubahan besar dalam sendi kehidupan dengan teknologi, AI, 5G, dan lainnya, namun melalui akselerasi teknologi mereka tetap menjunjung dan menghormati budaya yang dimilikinya.

Kereta Cepat sebagai Simbol

Kereta cepat adalah salah satu simbol keberhasilan tiongkok dalam teknologi dan insfrastruktur.

Kereta cepat di Tiongkok saat ini masih di kembangkan dengan berbagai model, umumnya mereka menyebut dengan “高铁 gaotie” atau kereta G yang memiliki kecepatan 250-300 km/jam.

Kereta cepat ini juga menjadi salah satu transportasi paling favorit masyarakat Tiongkok, meskipun secara harga sama dengan pesawat. Akan tetapi, kereta cepat dikenal dengan keaman yang tinggi dan ketepat waktunya.

Jika menggunakan pesawat penumpang harus turun dibandara yang biasanya dipinggir kota, maka dengan kereta cepat penumpang bahkan dapat turun di tengah kota.

Para penumpang juga langsung dapat menyambung perjalanannya dengan transportasi umum lainnya seperti MRT/ bus yang terkoneksi satu dengan yang lain dan mereka dapat dengan mudah sampai ketujuan utama.

Ilustrasi tersebut menunjukan bagaimana peran kereta cepat dalam membangun sekaligus menjadi salah satu model transportasi favorit.

Studi pada Diaspora PMII

Dalam konteks diaspora PMII, dengan latar belakang keilmuan dan jejaring internasional mereka, seharusnya dapat menjadi ‘kereta cepat’ untuk Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja), Islam yang mengedepankan tawasuth (moderasi), tasamuh (toleran) dan tawazun (seimbang).

Islam Aswaja harus dibawa oleh Diaspora PMII untuk disalurkan, dihantarkan diberbagai bidang—dibarengi dengan latar belakang keilmuan masing-masing.

Dampaknya Islam Aswaja akan dapat disampaikan berbarengan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ter-update.

Kereta cepat inilah (diaspora PMII) yang akan menghantarkan nilai-nilai positif dari satu tempat (Tiongkok) ke Indonesia. Pun sebaliknya, agar keduanya dapat berinteraksi dan terkoneksi satu sama lain.

Bersama Membangun Infrastruktur

Tantangan bangsa Indonesia yang sudah semakin dekat adalah bonus demografi. Dan tantangan ini tidaklah mudah, perlu kerja sama dengan berbagai pihak untuk dapat mewujudkan Indonesia emas 2045.

Diaspora PMII dapat mengambil peran untuk partisipasi dalam mewujudkan Indonesia emas 2045.

Seyogiyanya, para diaspora PMII tidak hanya menunggu datangnya kesempatan, melainkan harus membuat kesempatan dan menanamkan nilai positif yang didapatkan dari luar negeri.

Semangat intergritas, kerja keras dan nilai positif lain harus dibawa dan ditanamkan dalam benak terdalam untuk membangun insfrastruktur kereta cepat yang sesungguhnya.

Jangan sampai kereta cepat ‘kropos’ dan kalah oleh rasa malas, fenomena korupsi, kolusi dan nepotisme.

PB PMII dan seluruh kader pun perlu membangun insfrastruktur SDM yang kongkrit. Visi Era Baru PMII harus diikuti dengan kerja nyata membangun “kereta cepat” berupa SDM yang unggul melalui jalur-jalur konkret seperti peningkatan kapasitas dan kontribusi kader.

Terbentuknya infrastruktur SDM yang saling terkoneksi dapat mempercepat pengembangan Indonesia melalui transfer teknologi, keilmuan dan dibarengi dengan nilai-nilai Aswaja (tawasuth, tasamuh dan tawazun).

Pada akirnya kereta cepat Aswaja yang dibangun PMII tidak hanya membawa gerbong kosong tanpa penumpang, tetapi membawa nilai, ilmu, dan cita-cita besar sebuah bangsa.

Kereta cepat juga dapat menjadi penghubung antardua negara, menjadi jembatan peradaban, transfer keilmuan, teknologi dan nilai untuk kemajuan kedua bangsa.

Nilai-nilai PMII dan Aswaja mejadi ‘masinis utama’ yang mengatur perjalanan kereta cepat—dimana mereka berhenti untuk menaikan dan menurunkan penumpang.

Kapan harus meningkatkan kecepatan dan sesekali harus menurunkan kecepatan, tentunya dengan tujuan utama mengantar Indonesia menuju indonesia emas 2045 dengan berbekal ilmu dan iman. (Red)

*) Min Hajul Abidin adalah mahasiswa Program Doktoral, ECUST, Shanghai, China. Saat ini juga menjabat Ketua PCI PMII Tiongkok

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like