
Oleh: Dhea Lova Andini *)
SUARAMUDA, SEMARANG — Kasus judi online (judol) di Kamboja yang melibatkan warga negara Indonesia (WNI) bukan hanya persoalan hukum lintas negara, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistemik dalam perlindungan dan edukasi masyarakat kita.
Banyak WNI yang terlibat dalam aktivitas ini karena dijanjikan pekerjaan yang layak, namun berakhir menjadi bagian dari sindikat kejahatan digital internasional.
Masuknya WNI ke lingkaran judi online di luar negeri seringkali diawali oleh modus penipuan lowongan kerja.
Ini menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap perekrutan tenaga kerja migran dan minimnya literasi digital serta pemahaman hukum di kalangan masyarakat.
Pemerintah perlu bertindak lebih tegas dalam memantau agensi perekrutan, serta memberikan edukasi luas tentang risiko kerja ilegal dan bahaya jaringan kriminal siber.
Selain itu, ini menjadi alarm bagi penegakan hukum di Indonesia. Meski operasi dilakukan di luar negeri, pelaku dan jaringan pendukungnya sering kali berakar atau berjejaring dengan pihak-pihak di dalam negeri.
Kerja sama internasional antara aparat hukum Indonesia dan negara-negara seperti Kamboja harus diperkuat agar tidak ada celah bagi para pelaku untuk lolos dari jerat hukum.
Penting pula disadari bahwa akar masalah ini bukan hanya ekonomi, tetapi juga sosial. Ketimpangan, minimnya lapangan kerja berkualitas, dan ketidakpastian masa depan mendorong sebagian warga nekat menempuh jalan pintas.
Maka, solusi jangka panjang harus menyentuh perbaikan kesejahteraan dan pendidikan karakter bangsa.
Dengan demikian, kasus judi online ini seharusnya menjadi momentum untuk membenahi sistem secara menyeluruh—dari perlindungan WNI di luar negeri, penguatan literasi digital, hingga menciptakan peluang kerja yang adil dan bermartabat di dalam negeri. (Red)
*) Dhea Lova Andini, mahasiswa Akuntansi, Universitas Bangka Belitung
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah, isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi tanggung jawab redaksi