
SUARAMUDA, PURWOREJO — Presiden Prabowo Subianto seperti dilansir bisnis.com, Jumat (7/3/2025), menggelar rapat terbatas (ratas) bersama dengan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi serta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Istana Kepresidenan.
Pada rapat yang juga dihadiri oleh Wakil Menteri Koperasi serta Wakil Menteri Pertanian itu, Budi Arie menyebut Prabowo meminta jajaran menterinya agar mensosialisasikan program tersebut ke seluruh desa di Indonesia.
“Keberadaan koperasi desa Merah Putih itu yang pertama itu untuk kepentingan masyarakat desa. Karena, di Koperasi Desa Merah Putih itu untuk memutus mata rantai kemiskinan di desa dan juga bagaimana masyarakat desa bisa meningkat penghasilannya,” ujarnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3/2025).
Kades di Purworejo Menolak!
Alih-alih mengapresiasi langkah pemerintah pusat, kepala desa (Kades) di Kabupaten Purworejo justru menolak wacana pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih tersebut.
Dalam artikel yang ditayangkan Joglo Jateng, (9/3/2025), Kades Kebon Gunung, Kecamatan Loano, Fatah Kusumo Handogo alias Atah justru mengecam wacana tersebut. Ia menyebut, semua Kades menolak bahkan ada yang mengajak demo.
“Ini benar-benar kacau, aturan kok tumpang tindih. Membuat wacana yang menyangkut desa itu ya harusnya melihat UU dan peraturan lainnya tentang desa. BUMDes masih dirintis, belum jalan, ini malah mau membentuk koperasi,” kata Atah saat dikonfirmasi Joglo Jateng, Jumat (07/03/2025) lalu.
Kades Krandegan, Kecamatan Bayan, Dwinanto juga menyebutkan ada beberapa alasan mengapa para Kades menolak wacana pembentukan Kopdes Merah Putih tersebut.
“Saya memantau hampir di semua grup perangkat desa, grup Kades, baik lokal maupun nasional itu mayoritas menolak kebijakan ini, “katanya.
Dwinanto menyampaikan, alasannya pertamanya saat ini sudah tengah tahun, dan para Kades sudah menyusun APBDes. Dia menyebut, Bulan Januari 2025, Menteri Desa mengeluarkan kebijakan bahwa 20% Dana Desa (DD) itu akan digunakan untuk ketahanan pangan melalui BUMDes.
“Saat ini, kami sedang menunggu petunjuk pelaksanaan teknisnya dan sampai sekarang belum keluar SE-nya,” tutur Dwinanto.
Lanjutnya, SE Kemendes belum keluar, tiba-tiba muncul wacana baru, pemerintah pusat akan membangun Koperasi Merah Putih. Para Kades menolak karena kendala teknis dalam UU Desa mengamanatkan pembentukan BUMDes, bukan Koperasi.
“Koperasi (Merah Putih) ini sejenis dengan Koperasi Unit Desa (KUD) jaman dulu. Tapi semua desa sedang berjalan membangun BUMDes, tiba-tiba muncul kebijakan baru,” kata Dwinanto
Alasan kedua para Kades menolak, karena mereka merasa tujuan desa yang sudah menuju ke satu arah, tiba-tiba dibelokkan semaunya sendiri. Pemerintah pusat dianggap tidak mau mengajak rembugan para Kades atau pun perangkat desa.
“Kemudian yang ketiga, alasannya, seolah desa tidak memiliki kewenangan untuk menentukan programnya sendiri untuk menentukan visinya sendiri. Padahal jelas dalam UU Desa disebutkan bahwa, desa itu punya beberapa asas, antara lain rekognisi dan subsidiaritas, dimana kearifan lokal desa itu dihormati,” ujarnya.
Dwinanto menyebut, mahalnya biaya pendirian koperasi yang mencapai Rp3 miliar hingga Rp5 miliar akan menyedot semua DD hingga 5 tahun ke depan. Padahal mayoritas desa, DDnya tidak mencapai Rp1 M.
Dwinanto mengatakan, seolah-olah, semua program, semua kegiatan semua anggaran saat ini fokusnya adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Sementara program-program lain termasuk DD kemudian akan dikebiri, itulah yang menjadikan para Kades tidak sepakat.
Menanggapi diskursus kepala desa atas respon Kopdes Merah Putih, Kepala DP3APMD Kabupaten Purworejo Laksana Sakti menjelaskan bahwa belum ada petunjuk resmi terkait Kopdes Merah Putih. Bahkan wacana itu dikatakan masih menjadi pembahasan di tingkat pusat.
“Saya baru tahu, dapat informasinya dari media massa.Tidak hanya di Kabupaten Purworejo, saat ini, desa-desa lain di indonesia masih menyiapkan pembentukan BUMDes. Semoga ada solusi terbaik,” kata Laksana Sakti.
Lanjutnya, saat ini yang masih mereka pegang adalah Permendes yang mengatur tentang penggunaan Dana Desa di tahun 2025 ini.
Pertama, DD 2025 maksimal 15 persen untuk BLT DD, 20 persen untuk ketahanan pangan, 3 persen operasion pemerintahan desa (atk, rapat2) dan sisanya dipergunakan sesuai dengan kewenangan desa yang menjadi prioritas dalam Musrenbangdes. (Red)