Di Konferensi Internasional, Kader NU Tegaskan Peran NU Menjaga Harmonisasi dan Toleransi

POV: Konferensi internasional bertema “Wawasan dari Sirah Nabi Muhammad SAW: Menjelajahi Peran Sufisme dalam Mempromosioan Koekistensi yang Damai dan Membangun Persatuan di Antara Masyarakat Beragama” belum lama ini digelar 26-27 Februari 2025

SUARAMUDA, MULTAN, PAKISTAN — Konferensi internasional bertema “Wawasan dari Sirah Nabi Muhammad SAW: Menjelajahi Peran Sufisme dalam Mempromosioan Koekistensi yang Damai dan Membangun Persatuan di Antara Masyarakat Beragama” belum lama ini digelar 26-27 Februari 2025.

Kegiatan bergengsi itu terselenggara atas kerja sama Institut Sufis dan Mistisisme, Institut Studi Islam Pakistan dan Pusat Penelitian Islam Universitas Bahauddin Zakariya (BZU) Multan, Pakistan.

Dalam teknisnya, konferensi ini mempertemukan para sarjana dan pakar terkemuka dari Turki, Mesir, Malaysia, Australia, Indonesia, dan Pakistan.

Pembicara terkemuka lainnya Mantan Ketua Dewan Ideologi Islam Pakistan, Prof. Qibla Ayaz serta Direktur Institut Sufi dan Mistisisme Pakistan, Prof. Dr. Abdul Quddus Sohaib.

Para pembicara menyoroti berbagai aspek kontribusi Sufi terhadap hidup berdampingan secara damai dan hubungannya yang mendalam dengan Sirah Nabi Muhammad (SAW).

Dr. Raghib Hussain Naeemi dari Pakistan menekankan bahwa Islam di subbenua menyebar melalui karakter dan perilaku para wali Sufi, bukan melalui kekerasan.

Prof. Dr Abdul Hadi dari Al Azhar Mesir menguraikan dimensi filosofis dan praktis Sufi, menekankan perannya dalam mempromosikan kerukunan dan toleransi beragama

Prof. Buland dari Uludag Bursa University Turki membahas konsep Wajdan (wawasan spiritual) dan akhlaq berdasarkan Sirah.

Badat Alauddin salah satu narasumber dari Indonesia menyoroti peran penting Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam menjaga keharmonisan sosial dan keagamaan di Indonesia.

Diskusi yang berlangsung setelah presentasi membahas berbagai aspek peran tasawuf dalam kehidupan masyarakat Indonesia, termasuk pengaruhnya terhadap etika dan nilai-nilai spiritual.

Dalam diskusinya, pria yg pernah menjadi syuriah PCINU Pakistan periode lalu ini mengupas perbedaan pendekatan antara Muhammadiyah yang lebih modern dan Nahdlatul Ulama yang lebih tradisional.

Kedua organisasi ini, meskipun memiliki pendekatan yang berbeda, berhasil mempromosikan nilai-nilai toleransi, kebersamaan, dan keadilan dalam masyarakat Indonesia.

Konferensi tersebut disaksikan oleh para anggota fakultas, peneliti, dan mahasiswa dari seluruh pakistan, yang mendorong diskusi menarik tentang relevansi Sufi dalam masyarakat kontemporer di pakistan.

Di Pakistan sendiri NU beberapa kali menjadi host agenda diskusi moderasi dalam beragama bersama beberapa ulama di Pakistan, beberapa kali PCINU Pakistan selalu mendatangkan tokoh dari PBNU untuk mengunjungi lembaga-think thank serta pondok pesantren berdialog dalam mengenalkan islam sebagai agama yg ramah dan toleran.

Untuk Muhammadiyah sendiri beberapa kali terlibat dalam kegiatan filantropi di Pakistan.

Muhammadiyah dengan implementasi surat “al mau’n”-nya membawa semangat pengabdian dan sosial di negara Pakistan.

Beberapa akademisi Muhammadiyah juga turut datang langsung ke Pakistan untuk membawa filusufi sufisme dari surat al-maun untuk berkhidmah kepada ummah. (Red)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like