Ketika Negara Tak Lagi Maha Kuasa: Hukum Internasional Kini Lindungi Individu

Fransiska Lamere, mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pamulang

Oleh: Fransiska Lamere*)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Hukum internasional merupakan seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara negara serta antara negara dan individu di tingkat global.

Dalam konteks modern, hukum internasional tidak hanya berfungsi melindungi kedaulatan negara, tetapi juga menjamin hak-hak dasar manusia sebagai individu.

Prinsip ini menunjukkan pergeseran besar dalam sistem hukum global-dari orientasi yang sepenuhnya negara- sentris menuju sistem yang lebih humanistik dan berorientasi pada hak asasi manusia.

Pada dasarnya, hukum internasional lahir untuk menjaga kedaulatan dan integritas teritorial negara. Prinsip non-intervensi, kesetaraan kedaulatan, dan larangan penggunaan kekerasan merupakan fondasi penting dalam menjaga hubungan damai antarnegara.

Contohnya, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Pasal 2 menegaskan bahwa setiap negara memiliki hak yang sama dan tidak boleh diintervensi oleh negara lain.

Perlindungan ini menjadi dasar stabilitas politik dunia, mencegah tindakan agresi, serta mempromosikan penyelesaian sengketa secara damai melalui diplomasi, mediasi, atau arbitrase.

Namun, perlindungan terhadap negara tidak bersifat mutlak. Dalam kondisi tertentu, hukum internasional memperbolehkan intervensi, misalnya dalam kasus pelanggaran berat terhadap kemanusiaan atau genosida.

Doktrin “Responsibility to Protect (R2P)” menjadi contoh nyata bahwa kedaulatan negara tidak boleh dijadikan tameng untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga negaranya sendiri.

Perlindungan terhadap individu sebelum abad ke-20, individu tidak dianggap sebagai subjek hukum internasional. Namun, setelah tragedi besar seperti Perang Dunia II, muncul kesadaran global bahwa individu juga harus dilindungi oleh hukum internasional.

Lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948, Konvensi Jenewa 1949, dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menjadi tonggak penting bagi perlindungan individu dari kekerasan, diskriminasi, dan pelanggaran kemanusiaan.

Kini, hukum internasional memberikan ruang bagi individu untuk menuntut keadilan melalui lembaga internasional, seperti Pengadilan HAM Eropa, Komisi HAM PBB, atau ICC.

Dengan demikian, individu tidak lagi dipandang sebagai objek hukum semata, melainkan sebagai subjek yang memiliki hak dan tanggung jawab di tingkat global.

Di sisi lain, perlindungan terhadap individu berkembang pesat setelah Perang Dunia II, terutama dengan lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948).

Hukum internasional kini mengakui bahwa setiap manusia memiliki hak dasar yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun, termasuk oleh negaranya sendiri.

Lembaga seperti Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menjadi bukti nyata bahwa individu berhak mendapatkan keadilan di tingkat global.

Namun, penerapan hukum internasional masih menghadapi banyak tantangan. Penegakan hukumnya sering lemah karena kepentingan politik negara besar, dan tidak semua negara mau tunduk pada lembaga internasional.

Akibatnya, masih banyak pelanggaran HAM dan agresi militer yang tidak mendapat sanksi tegas. (Red)

*) Fransiska Lamere, mahasiswa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pamulang

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like