 
             
  
						 
 Oleh: Letchumi Yanufika Surri *)
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Tagar #KaburAjaDulu sempat ramai di media sosial terutama di Tiktok dan X (Twitter) beberapa waktu lalu. Banyak anak muda yang mengungkapkan keinginannya untuk “kabur” ke luar negeri demi menjauh dari tekanan hidup di Indonesia saat ini.
Sebagian orang pun sudah lebih dulu menunjukkan kartu tanda penduduk asing dari negara luar lewat konten di Tiktok ataupun postingan tweet sebagai bukti bahwa keresahan yang dirasakan benar nyata sehingga memilih untuk #KaburAjaDulu.
Pada awalnya, tren ini hanya konten berisikan candaan humor khas gen Z yang memang memiliki ciri khas ringan namun sarkastik.
Tetapi dibalik nada bercanda yang sering muncul dalam konten-konten tersebut, tren ini sebenarnya menyimpan keresahan tentang masa depan generasi muda di Indonesia atas kesenjangan global yang semakin terasa menekan.
Lewat tren ini, dapat dilihat bahwa banyak anak muda yang merasa kesempatan untuk bisa hidup yang layak dengan sistem yang adil masih sangat sulit didapatkan di Indonesia.
Dengan membandingkan peluang karier, pendidikan, dan kesejahteraan yang terlihat lebih realistis di luar negeri, tak heran jika banyak konten ataupun postingan tweet menggunakan kalimat-kalimat sindiran dan nada pesimis seperti, “capek jadi WNI (warga negara Indonesia) mau pindah negara aja”, atau “kabur dulu deh, biar waras”.
Hal itu dilakukan bukan hanya untuk menunjukkan keinginan untuk pergi tetapi juga untuk mengungkapkan rasa kehilangan kepercayaan terhadap sistem sosial dan ekonomi di dalam negeri.
Banyak diantara mereka yang menggunakan #KaburAjaDulu sebagai bentuk pelarian simbolik yang artinya mereka hanya ingin beristirahat sejenak dari tekanan sosial, akademik, dan ekonomi karena merasa selama ini mereka belum mendapatkan ruang yang cukup untuk berkembang di Indonesia.
Dengan kata lain, mereka tidak ingin pergi karena membenci Indonesia tetapi karena merasa selama ini tidak didengar. Hal ini tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata.
Karena jika banyak anak muda yang memilih untuk benar-benar pergi, maka Indonesia memiliki resiko kehilangan sumber daya manusia muda yang berpotensi membangun bangsa kedepannya.
Tren ini menjadi alarm sosial terutama kepada pemerintah, lembaga pendidikan, ataupun dunia kerja bahwa ada yang perlu diperbaik dan perlu membuka ruang dialog nyata dengan generasi muda untuk mulai kembali menciptakan sistem yag adil, kesempatan kerja yang layak, dan lingkugan yang mendukung pertumbuhan generasi muda.
Melalui tren ini, kita bisa melihat betapa kuatnya narasi digital atas kritik ataupun aspirasi yang disampaikan melalui tagar, video pendek, atau postingan yang viral tanpa harus menyampaikan lewat demonstrasi dijalan, kericuhan fasilitas umum demi mendapatkan simpati semua orang.
Generasi muda saat ini tidak hanya diam saja atas ketidakadilan negara ini namun mereka berbicara melalui platform yang mereka kuasai. #KaburAjaDulu bukan sekedar tagar viral.
Ini adalah pengingat atas keresahan generasi muda yang ingin didengar dan diberi ruang. Jika sistem sosial dan ekonomi di negara ini tidak berubah, maka “kabur” bukan lagi lelucon tetapi ia akan menjadi kenyataan.
Sudah saatnya semua pihak – pemerintah, pendidikan, media, dan masyarakat – berhenti menyalahkan dan mulai memahami bahwa yang dibutuhkan anak muda bukan hanya sekedar ajakan “bertahan”, tetapi alasan nyata untuk tetap percaya dan berjuang di negeri sendiri. (Red)
*) Letchumi Yanufika Surri, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNTAG Surabaya
 
 