SUARAMUDA.NET, WUHAN, CHINA — Dosen muda dari FISIP Universitas Diponegoro (Undip) bikin bangga nih! Dia jadi salah satu delegasi Indonesia yang tampil di International Symposium on “The Bandung Spirit and China–Indonesia Community with A Shared Future”.
Event yang digelar di Central China Normal University, Wuhan, Tiongkok, pada 25–26 Oktober 2025 ini nggak sembarangan.
Simposium internasional ini digelar untuk memperingati 70 tahun Konferensi Asia-Afrika di Bandung sekaligus 75 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Tiongkok.
Temanya juga keren banget: “Carrying Forward the Spirit of Bandung: Promoting Solidarity in the Global South in a Multipolar World.”

Delegasi FISIP Undip, Muhammad Arief Zuliyan, S.IP., LL.M, tampil membawakan tulisan berjudul “Reviving the Bandung Spirit: China’s Soft Diplomacy and the Reconfiguration of China–Indonesia Relations.”
Menurut Arief, menghidupkan kembali Bandung Spirit itu bukan cuma soal nostalgia sejarah, tapi juga soal gimana nilai-nilai kesetaraan bisa diwujudkan di era global sekarang.
“Revisiting the Spirit of Bandung is not merely about remembering history — it is about reimagining equitable partnership in the 21st century,” jelas Arief dalam presentasinya.
Arief juga melempar pertanyaan tajam: apakah soft diplomacy Tiongkok sekarang ini benar-benar mencerminkan nilai moral dari Konferensi Bandung?
Apakah sudah sejalan dengan semangat kesetaraan dan saling menghormati yang dulu diperjuangkan para pendiri bangsa Asia-Afrika?
Dalam forum itu, para akademisi juga banyak membahas bagaimana hubungan Tiongkok–Indonesia kini nggak cuma soal proyek infrastruktur atau perdagangan.
Tapi juga soal narasi bersama tentang pembangunan, solidaritas, dan kesetaraan antarnegara berkembang.
Arief menutup dengan pesan penting: kebangkitan Bandung Spirit harus diwujudkan dalam tindakan nyata, bukan sekadar jargon.

“Kalau kerja sama Tiongkok–Indonesia tetap berpegang pada prinsip Bandung—saling menghormati, kesetaraan, dan non-intervensi—maka hubungan kedua negara bisa jadi model kemitraan Selatan–Selatan yang adil. Tapi kalau nggak, Bandung cuma akan jadi slogan masa lalu,” tegasnya.
Simposium ini sendiri jadi ajang refleksi seru bagi akademisi dan peneliti dari berbagai negara. Semua sepakat: di tengah dunia yang makin multipolar, semangat solidaritas dan kolaborasi antarnegara berkembang harus terus dijaga.
Buat FISIP Undip, keikutsertaan dalam forum bergengsi ini bukan cuma soal eksistensi, tapi bukti nyata komitmen mereka untuk ikut menyuarakan isu keadilan global dan memperkuat jejaring akademik internasional.
Semangat Bandung dibawa sampai Wuhan — keren banget, kan? (Red)