Dekonstruksi Nilai di Era Modern dan Relevansi Sistem Pendidikan Pesantren

Mohammad Ridhan Alhafidz, mahasiswa pada International Islamic University, Islamabad, Pakistan

Oleh: Mohammad Ridhan Alhafidz*)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Arus modernitas membawa dampak besar terhadap pola hidup masyarakat global, termasuk Indonesia. Kemajuan teknologi informasi dan derasnya arus budaya populer Barat telah menciptakan pergeseran nilai sosial dan keagamaan di kalangan remaja.

Fenomena ini menjadi salah satu faktor munculnya dekonstruksi nilai, yakni proses pelepasan diri dari nilai lama yang dianggap usang dan menggantinya dengan nilai baru yang dinilai lebih “modern” dan relevan dengan zaman.

Perkembangan teknologi digital memungkinkan informasi lintas budaya menyebar dengan sangat cepat. Budaya Barat yang ditandai dengan kebebasan berekspresi dan gaya hidup individualistik kini menjadi rujukan bagi sebagian besar generasi muda Indonesia.

Pengaruh ini tampak dari tren berpakaian yang semakin terbuka, gaya komunikasi yang bebas, serta menurunnya penghargaan terhadap norma sosial dan nilai-nilai keagamaan.

Fenomena tersebut tidak lepas dari lemahnya filter budaya dan kurangnya pendidikan karakter yang berlandaskan nilai spiritual.

Dekonstruksi nilai agama dan moral tampak pada meningkatnya perilaku permisif terhadap pelanggaran etika sosial, seperti pergaulan bebas dan rendahnya empati sosial.

Hal ini menunjukkan bahwa proses modernisasi, jika tidak diimbangi dengan pembentukan moral yang kuat, dapat mengikis identitas dan karakter bangsa.

Salah satu faktor yang mempercepat perubahan nilai di kalangan anak dan remaja adalah penggunaan teknologi digital tanpa pengawasan.

Pola asuh yang menjadikan gawai sebagai alat hiburan utama sering kali membuat anak kurang terlibat dalam interaksi sosial yang bernilai edukatif dan religius. Akibatnya, pendidikan moral dan agama tidak tertanam secara optimal.

Dalam konteks ini, pendidikan tidak hanya bertanggung jawab pada aspek akademik, tetapi juga pada pembentukan kepribadian. Model pendidikan yang mengintegrasikan aspek intelektual, spiritual, dan sosial menjadi semakin relevan untuk menjawab tantangan dekonstruksi nilai di era modern.

Sistem Pendidikan Pesantren sebagai Alternatif Solusi

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara pengetahuan umum dan nilai-nilai moral-religius.

Sistem pendidikan pesantren menekankan kedisiplinan, kemandirian, serta pengawasan intensif terhadap peserta didik selama 24 jam.

Selain itu, pembiasaan ibadah dan interaksi sosial berbasis nilai-nilai Islam menjadikan lingkungan pesantren sebagai wadah efektif pembentukan karakter.

Kehidupan santri yang sederhana, teratur, dan berlandaskan etika Islam mampu menumbuhkan ketahanan moral di tengah arus globalisasi budaya.

Karena itu, sistem pendidikan pesantren dapat menjadi model pendidikan karakter yang relevan untuk diterapkan lebih luas di era digital.

Modernitas tidak harus dimaknai sebagai ancaman terhadap nilai agama dan moralitas. Justru, ia dapat menjadi ruang bagi lahirnya adaptasi nilai-nilai keagamaan yang kontekstual dengan zaman.

Pendidikan pesantren, dengan sistem pengawasan dan pembinaan moral yang kuat, dapat berperan sebagai penyeimbang dalam menghadapi dekonstruksi nilai di tengah derasnya arus budaya global. (Red)

*) Mohammad Ridhan Alhafidz, mahasiswa pada International Islamic University, Islamabad, Pakistan

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like