
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Serangan membabi buta Israel ke Qatar pekan lalu kembali menyalakan bara amarah di dunia Arab dan Islam.
Dalam KTT Arab-Islam di Doha, lebih dari 50 pemimpin Muslim dan Arab sepakat: agresi Israel bukan sekadar provokasi, melainkan ancaman langsung terhadap kedaulatan dan stabilitas kawasan.
Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani, dengan tegas menyebut serangan Israel itu sebagai tindakan “arogan, pengecut, dan haus darah”.
Ia menyerukan agar negara-negara Teluk tidak lagi berhenti pada kecaman verbal, melainkan benar-benar melawan obsesi militeristik Israel yang semakin tak terkendali.
Menindaklanjuti hal itu, Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) segera mengumumkan langkah strategis: menggelar pertemuan darurat Dewan Pertahanan Gabungan dan Komite Militer Tinggi pada Senin (15/9/2025).
Fokus utamanya jelas—mengkaji kesiapan pertahanan kolektif untuk menanggapi setiap bentuk agresi Israel.
GCC menilai serangan Israel terhadap Qatar bukan insiden biasa, melainkan bentuk nyata ancaman terhadap keamanan bersama.
Bahkan, organisasi yang mewakili enam negara Teluk itu menegaskan bahwa mereka siap mengaktifkan mekanisme pertahanan kolektif, sesuai perjanjian pertahanan bersama yang telah ditandatangani sejak tahun 2000.
Prinsipnya sederhana: serangan terhadap satu anggota sama dengan serangan terhadap seluruh Teluk.
Langkah ini pun menimbulkan pertanyaan penting: apakah dunia Arab tengah menuju pembentukan pakta pertahanan ala NATO?
Sebuah blok militer yang tidak hanya menjadi tameng, tetapi juga peringatan keras bagi Israel agar berhenti menjadikan dunia Arab sebagai sasaran empuk ambisi militer dan obsesi kolonialnya.
Jika benar-benar terwujud, pakta pertahanan semacam ini bisa menjadi penghalang nyata bagi Israel, yang selama ini leluasa menebar ketakutan.
Aliansi Teluk dan dunia Arab berpotensi menjadi benteng baru yang mampu menahan, bahkan membalikkan, agresi Israel yang kian hari makin berani melanggar norma internasional. (Red)