
SUARAMUDA.NET, JAKARTA — Drama korupsi dana CSR Bank Indonesia (BI) makin panas! Publik mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jangan pilih kasih dalam menindak pejabat yang diduga ikut menikmati “jatah haram” dari uang rakyat.
Dari catatan media, Deputi Gubernur BI Filianingsih Hendarta sudah sempat dipanggil KPK, tapi doi malah mangkir alias gak datang waktu dijadwalkan pemeriksaan, Rabu (20/8/2025). Hal ini bikin publik makin curiga, kok bisa seenaknya skip panggilan resmi lembaga antirasuah?
Bukan cuma Filianingsih, sorotan publik juga tertuju ke Gubernur Riau Abdul Wahid. Nama politisi PKB itu disebut-sebut masuk daftar penerima gratifikasi dana CSR BI & OJK, bareng 44 anggota DPR RI periode 2019–2024 lainnya.
Menurut Fernando, Direktur Rumah Politik Indonesia, kasus ini jangan cuma berhenti di dua nama yang sudah jadi tersangka — Heri Gunawan (Gerindra) dan Satori (Nasdem).
Fernando menegaskan, semua yang ikut cawe-cawe harus diseret, termasuk Abdul Wahid yang dulu duduk di Komisi XI DPR.
“Jangan sampai ada alasan untuk melindungi siapapun. Kalau memang terindikasi, ya diproses. Termasuk Abdul Wahid yang sekarang jadi Gubernur Riau,” tegas Fernando, Selasa (19/8/2025).
Kasus ini makin heboh setelah Satori buka suara. Ia menyebut mayoritas anggota Komisi XI DPR RI juga kebagian jatah CSR. Bocoran itu bak membuka “kotak pandora korupsi” di Senayan.
Parahnya, dugaan kerugian negara dari skandal CSR BI ini bukan receh — tapi ditaksir tembus ratusan triliun rupiah. Angka yang bikin rakyat makin ngelus dada, apalagi uang itu harusnya dipakai buat kepentingan sosial, bukan jadi bancakan elite.
Publik sekarang lagi nunggu langkah tegas KPK. Netizen pun ramai di medsos dengan tagar sindiran, nuntut biar lembaga antikorupsi gak jadi “macan ompong” yang cuma berani sama pejabat kelas dua. (Red)