
SUARAMUDA, CIREBON — Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syariah UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon sukses menggelar Seminar Konstitusi Nasional bertajuk “Quo Vadis Konstitusi? Supremasi Hukum di Tengah Hegemoni Oligarki“, Rabu (25/6/2025).
Kegiatan ini bertujuan membangun kesadaran kritis mahasiswa dalam menghadapi persoalan hukum dan konstitusi di Indonesia.
Seminar digelar di Gedung SBSN UIN SSC dan menghadirkan dua narasumber kompeten, yakni Bivitri Susanti, Dosen STHI Jentera dan anggota CALS (Constitutional and Administrative Law Society) serta Dr. Suryo Gilang Romadlon, S.H., M.H., Asisten Ahli Hakim Konstitusi.
Adapun, acara dipandu oleh moderator Dr. Izzuddin, M.Ag., Wakil Dekan II Fakultas Syariah.
Dalam sesi pemaparannya, Bivitri Susanti menegaskan bahwa demokrasi Indonesia saat ini berada dalam cengkeraman oligarki.
Merujuk pada buku ‘How Democracies Die‘ karya Steven Levitsky, ia menjelaskan bagaimana kekuatan oligarki menyusup ke berbagai institusi negara demi melanggengkan kepentingan mereka.
Ia menyoroti peran DPR yang dinilai sering gagal menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan kontroversial yang lebih menguntungkan elit politik, seperti Undang-Undang Cipta Kerja.
Bivitri juga mengkritisi sifat hukum Indonesia yang cenderung positivistik—yakni terlepas dari nilai moral.
Hal ini, menurutnya, menyebabkan kebijakan publik kerap tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
Ia menekankan bahwa hukum adalah produk manusia yang dinamis dan harus selalu terbuka terhadap kritik.
Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi dipandang sebagai harapan terakhir dalam menjaga konstitusionalitas hukum, meskipun kesadaran politik masyarakat masih relatif rendah.
Seminar ini, lanjutnya, menjadi langkah penting dalam memperkuat kesadaran hukum dan demokrasi.
Sementara itu, Dr. Suryo Gilang Romadlon menggarisbawahi pentingnya pendekatan keadilan sosial (social justice) dalam praktik hukum.
Ia memperkenalkan mazhab Critical Legal Studies (CLS) sebagai pendekatan yang menekankan pentingnya moralitas dan substansi dalam penegakan hukum.
Menurutnya, hakim konstitusi perlu mengadopsi perspektif CLS untuk mencapai keadilan yang lebih berorientasi pada substansi, bukan semata-mata prosedur, guna memperkuat independensi Mahkamah Konstitusi.
Wakil Ketua DEMA Fakultas Syariah, Sandy Al Faris, dalam sambutannya menyampaikan harapannya bahwa seminar ini dapat menjadi pemantik diskusi lebih mendalam mengenai masa depan konstitusi dan supremasi hukum di Indonesia.
Ia juga menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan dalam mewujudkan cita-cita demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan. (Red)
Lkmm kemarin seru