
Oleh: Lia Anastitis Kusumah Mastutik *)
SUARAMUDA, SEMARANG — Hastag Indonesia Gelap telah menghiasi trending topic di media sosial sejak awal Februari 2025.
Tagar ini kemudian dijadikan tajuk aksi demonstrasi BEM SI pada 20 Februari 2025, yang merupakan kelanjutan dari demonstrasi sebelumnya pada 30 Januari 2025.
“IndonesiaGelap” mengekspresikan kegelisahan rakyat mengenai kondisi negara yang dianggap semakin downgrade.
Dalam survei kinerja 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran oleh Litbang Kompas pada tanggal 13-20 Januari 2025, data dari survei menunjukkan bahwa sebanyak 80,9 persen publik menyatakan puas dan sisanya menyatakan tidak puas.
Di samping survei, 100 hari pertama Prabowo-Gibran menuai beragam respons, mulai dari apresiasi hingga kritik tajam.
Adapun kritik tajam yang sempat ramai di perbincangkan di media sosial yakni kebijakan-kebijakan baru dalam 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran dirasakan semakin menekan rakyat kecil.
Terutama langkah efisiensi anggaran yang tercantum pada Instruksi Presiden (Inpes) nomor 1 Tahun 2025 yang memiliki tujuan agar pengelolaan keuangan negara lebih efektif.
Menurut Azhari 2025, efisiensi anggaran harus diterapkan secara menyeluruh, bukan hanya pada sektor yang berdampak langsung bagi masyarakat.
Fenomena #IndonesiaGelap
Kondisi ini menimbulkan kecemasan di kalangan mahasiswa, yang akhirnya memuncak dalam aksi demonstrasi “IndonesiaGelap” di berbagai daerah.
Dalam aksi ini, mahasiswa menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap masa depan dan kesejahteraan bangsa dengan mengajukan 13 tuntutan utama.
Secara garis besar, tuntutan tersebut mencakup pengesahan UU pro-rakyat, penolakan UU yang dinilai merugikan rakyat, evaluasi kebijakan, serta pembatalan kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada masyarakat.
Aksi demo ini tidak hanya berpusat di Jakarta, tetapi juga terjadi di Bandung, Surabaya, Malang, Samarinda, Bali, dan kota-kota lainnya.
Berkaca pada aksi-aksi demo sebelumnya, para demonstran kerap mengalami dugaan tindak kekerasan dari aparat keamanan dengan dalih pengamanan.
Hal tersebut tidak dapat dibenarkan, karena berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009, aparat kepolisian tidak boleh terpancing untuk melakukan aksi kekerasan, meskipun kerumunan demonstran tidak terkendali.
Alangkah lebih baik jika mahasiswa atau demonstran didatangi, didengar keluh kesahnya, dan dicarikan solusi. Sebab, aksi demo mencerminkan bentuk penolakan yang merupakan bagian dari kebebasan berekspresi setiap warga negara, sebagaimana telah diatur dalam konstitusi.
“Indonesia Gelap” seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan agar selalu mempertimbangkan seluruh aspek dan lapisan masyarakat dalam implementasinya.
Implementasi Nilai Pancasila
Sejatinya, perspektif Pancasila dapat menjadi sebuah solusi dalam menghadapi demonstrasi ini. Hal ini mampu mewujudkan peran Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, yaitu bagaimana kita berpedoman pada Pancasila dalam penyelesaian masalah kehidupan sehari-hari.
Adapun peran Pancasila sebagai solusi permasalahan ini yaitu sebagai berikut. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, mengajarkan demonstran untuk tetap mengutamakan nilai-nilai religius, menghindari anarkisme, dan tetap menjaga akhlak baik dalam menyuarakan pendapat.
Aparat keamanan juga sepatutnya bertindak dengan humanis dan tetap menghormati hak asasi manusia. Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengajak semua pihak untuk menghargai hak mahasiswa dalam menyampaikan pendapat sebagai bagian dari hak setiap manusia.
Baik pihak mahasiswa maupun aparat keamanan juga selayaknya menghindari tindakan yang melanggar hak asasi manusia, seperti kekerasan.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia, tercermin dalam semangat dan kebersamaan mahasiswa untuk bersatu menyuarakan aspirasi demi keutuhan bangsa.
Di samping itu, pemerintah dan aparat keamanan tidak seharusnya memandang mahasiswa sebagai musuh, melainkan sebagai bentuk representasi hak kebebasan berekspresi untuk menjaga keutuhan Indonesia.
Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yaitu sila yang memiliki peran esensial dalam permasalahan demonstrasi.
Menekankan pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam menghadapi demonstrasi, pemerintah perlu membuka ruang dialog dengan mahasiswa untuk mendengarkan suara dan aspirasi mereka secara langsung.
Mahasiswa juga diharapkan tidak hanya sekedar protes tanpa arah, melainkan memberikan kritik yang membangun dan menawarkan solusi baiknya seperti apa.
Terakhir, sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yaitu sila yang menggambarkan kondisi saat ini, dimana keadilan belum dirasakan oleh masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah.
Kesimpulan
Pemerintah harus menindaklanjuti aspirasi mahasiswa dan rakyat Indonesia dengan kebijakan yang berada di tangan rakyat serta tetap mengutamakan terwujudnya keadilan sosial di masyarakat.
Dengan solusi berlandaskan nilai-nilai Pancasila, segala permasalahan dalam kehidupan sejatinya dapat terselesaikan, termasuk demonstrasi, dapat terselesaikan dengan bijaksana.
Di sini Pancasila berperan sebagai pedoman dan pandangan hidup berbangsa dan bernegara yang memungkinkan demonstrasi menjadi solusi serta kritik yang membangun, tidak sekadar aksi protes yang sifatnya merusak.
Melalui prinsip ketuhanan yang Maha Esa, penghormatan humanis, persatuan, musyawarah, serta keadilan sosial, demonstrasi dapat terkondisikan dengan tertib sehingga aspirasi rakyat tersampaikan dan stabilitas dalam masyarakat tetap terjaga. (Red)
*) Lia Anastitis Kusumah Mastutik, Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah