Aktivis Lingkungan: Gen Z Jangan FOMO dengan Daur Ulang Sampah

Aktivis dan juga Co-founder Trash Ranger Indonesia Putri Melta Sari (kedua dari kanan) berikut pembicara pada diskusi Erafone Jaga Bumi, Kamis (27/2/2025) di Jakarta bersiap memasukkan ponsel pintar bekas yang tak terpakai lagi ke dalam drop box. Sumber foto: Primus

SUARAMUDA, JAKARTA – Aktivis lingkungan hidup sekaligus Co-founder Trash Ranger Indonesia Putri Melta Sari punya tips bikin Gen Z jangan FOMO dengan daur ulang sampah.

Gen Z atau Generasi Z adalah generasi yang lahir pada 1997 hingga 2013.

Gen Z di Indonesia, perlahan tapi pasti, akan menyentuh angka 70 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang 267 juta jiwa itu, kata data Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam khazanah perilaku Gen Z, ada istilah FOMO atau Fear of Missing Out.

FOMO adalah perasaan merasa diri menjadi yang tertinggal dalam informasi teranyar pada kelompoknya.

Dalam memahami isu sampah dan daur ulang, Putri Melta Sari menggagaskan ide agar Gen Z tidak FOMO tapi sebaliknya menjadi yang paling tahu.

Pada diskusi di Jakarta, Kamis (27/2/2025), bertajuk “Erafone Jaga Bumi”, hasil kerja sama Erafone dengan Katadata, Putri Melta Sari mengisahkan inspirasi gelaran konser musik untuk Gen Z.

Kata Putri Melta Sari, saat Gen Z mendaftar online untuk nonton konser itu, panitia sudah mewajibkan para penonton bawa botol minum sendiri.

“Gen Z wajib bawa tumbler sebagai edukasi Gen Z enggak memakai banyak plastik selama konser,” kata Putri Melta Sari.

Berlanjut, agar isu sampah elektronik atau e-waste dari ponsel bekas tak terpakai bukan hal FOMO bagi Gen Z, edukasi adalah syarat penting.

Ponsel pintar bekas yang sudah tak terpakai

Sementara itu Head of CSR Erajaya Group Rezza Lazuardi Pratama pada diskusi itu menceritakan langkah proses daur ulang ponsel pintar bekas yang sudah tak terpakai lagi.

Rezza Lazuardi Pratama menerangkan, saat melalui proses daur ulang, sebuah ponsel pintar, misalnya, harus melewati proses dismantling.

Pada proses ini ponsel melalui kondisi pembongkaran komponen yang sudah tidak digunakan lagi.

“Ponsel di-dismantling dari bagian plastiknya, kacanya, hingga logamnya,” ujar Rezza.

Bahan logam pada ponsel yang disebut ingot akan dilebur untuk bahan baku pembuatan barang elektronik berikutnya.

Terang Rezza Lazuardi Pratama, ingot paling memiliki nilai jual mahal apabila dijadikan bagian dari ekonomi sirkular ketimbang bahan plastik atau kaca pada ponsel yang dalam proses daur pulang.

“Bahan plastik pada ponsel bekas lebih mudah didaur ulang,” lanjut Rezza.

Alasannya, sudah banyak mitra usaha daur ulang plastik yang sudah berkolaborasi dengan Erafone pada Jaga Bumi ketimbang mitra yang melebur dan mendaur ulang logam.

Erafone adalah perusahaan ritel online untuk gadget atau gawai semisal ponsel pintar hingga IoT serta aksesoris pendukungnya. (**)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like