Mengenal Selat Muria yang Dikhawatirkan Memisahkan Semarang Sampai Rembang: Begini Seluk-Beluk dan Sejarahnya!

Peta Selat Muria/ sumber: merdeka.com

SUARAMUDA, SEMARANG — Tak sedikit orang berbicara dan membahas mengenai Selat Muria, dan kemudian mengaitkan dengan peristiwa banjir besar di kota-kota Pantai Utara Jawa, seperti Demak, Semarang, Pati dan Kudus.

Sebab, peta persebaran wilayah yang terendam air laut menyerupai wilayah Selat Muria yang pernah eksis ratusan tahun lalu. Jika melihat peta zaman sekarang, maka banyak orang bingung karena tidak dapat ditemukan kawasan Selat Muria.

Melansir detik.com, (20/3/2024), Selat Muria menjadi salah satu bagian dari sejarah Indonesia yang perlu untuk diketahui oleh masyarakat Indonesia secara luas.

Ali Romdhoni dalam bukunya berjudul ‘Kesultanan Demak Bintara’ menjelaskan bahwa Selat Muria merupakan jalur perairan yang ada di sebelah selatan Gunung Muria.

Wilayah itu berupa perairan yang memisahkan pulau vulkanik Gunung Muria dengan Pegunungan Kendeng di Pulau Jawa. Selat ini memanjang dari Timur ke Barat yang berada di sepanjang wilayah yang kini dikenal sebagai Demak, Kudus, Pati, dan Rembang (CNBC, 22/3/2024).

Bukan hanya sebagai jalur perairan yang memisahkan dua wilayah berbeda, Selat Muria bahkan memiliki sejarah yang menarik untuk diketahui.

Terlebih, Selat Muria adalah kawasan yang eksis sebelum abad ke-19 atau tahun 1800-an sebagai perairan dan mengelilingi Pulau Muria yang kini sudah jadi daratan.

Dan perlu untuk diketahui, topografi peta zaman sekarang dengan zaman dahulu kini telah memiliki perbedaan mendasar.

Lantas, bagaimana sejarah Selat Muria?

Ali Romdhoni seperti dikutip detik.com (20/3/2024) menjelaskan, bahwa Selat Muria yang dulunya merupakan wilayah perairan telah berubah menjadi daratan.

Hal ini diakibatkan oleh endapan fluvio-marin yang telah mengubah wilayah tersebut menjadi daratan. Wilayah tersebut kini lebih dikenal sebagai bagian dari Kabupaten Demak, Kudus, Grobogan, Pati, dan juga Rembang.

Mengutip dari jurnal bertajuk ‘Sejarah Kesultanan Demak: Dari Raden Fatah Sampai Arya Penangsang’ yang disusun oleh Zuliani Putri dan Hudaidah, dijelaskan mengenai sejarah Selat Muria. Disampaikan bahwa pada zaman dahulu Demak terletak di pinggir pantai Selat Muria yang memisahkan antara Jawa dari pegunungan Muria. Sampai sekitar abad ke-17, Selat Muria masih cukup lebar dan dalam hingga bisa dilayari oleh kapal-kapal para pedagang.

Kebanyakan pedagang yang datang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas dengan berlayar melalui Demak dan terus hingga ke Rembang. Situasi ini membuat Demak pada saat itu menjadi pelabuhan yang sangat penting, terutama di jalur perdagangan wilayah Jawa.

Diketahui bahwa pelayaran dunia di laut Nusantara yang berasal dari Malaka ke Maluku maupun sebaliknya, pasti akan melalui dan singgah di Demak.

Bukan hanya jalur perdagangan yang dibawa oleh kapal-kapal, pertanian Demak pun mengalami kemajuan. Bahkan beras saat itu menjadi salah satu komoditas utama yang dimiliki oleh Demak.

Berkat lancarnya aliran sungai, pertanian di Demak pun dapat berkembang dengan pesat dan mengalami kesuksesan luar biasa.

Kaitannya dengan Semarang

Selain Demak, Semarang juga erat kaitannya dengan Selat Muria. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan dalam buku ‘Semarang Kota Pesisir Lama’ karya R. Siti Rukayah, dkk., bahwa Bergota yang ada di Kota Semarang pada awal abad ke-8 dipilih sebagai pelabuhan untuk singgah menuju pusat Kerajaan Demak.

Pada saat itu untuk bisa menuju ke Kota Demak, kapal-kapal cukup melewati Selat Muria saja. Namun, saat Selat Muria menjadi sempit dan dangkal akibat proses sedimentasi, Kerajaan Demak tidak lagi berada di tepi Laut Jawa.

Dataran pantai yang ada di Semarang dan Demak pun lambat laun berkembang luas ke arah utara. Bahkan terbentuk juga rawa-rawa yang dipenuhi dengan tanaman mangrove dan tumbuhan air lainnya.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa Selat Muria telah mengalami fenomena yang dapat dijelaskan secara ilmiah sehingga dapat mengubah yang tadinya perairan menjadi daratan.

Berdasarkan informasi yang dipaparkan dalam buku ‘Benantara’ karya Bukhori Masruri, bahwa perairan Selat Muria mengalami endapan fluvio-marin.

Istilah ini merujuk pada proses yang berkaitan dengan sungai dan aliran, serta endapan dan bentang alam yang dihasilkan.

Kondisi tersebut menyebabkan Selat Muria mengalami pendangkalan secara berkala. Fenomena yang terjadi itu pun lantas menjadi masalah utama yang harus dihadapi oleh pelabuhan-pelabuhan yang ada di sepanjang Selat Muria.

Meskipun di era tahun 1657 sempat diusulkan untuk melakukan pendalaman kembali Selat Muria, tetapi kondisinya sudah sampai ke tahap berubah menjadi perairan dangkal yang tidak lagi bisa dilalui oleh kapal besar.

Pendangkalan inilah yang menjadi awal terbentuknya daratan rendah yang sekarang menjadi wilayah bernama Kudus, Pati, hingga Rembang.

Nah, itulah tadi sekilas sejarah Selat Muria yang berkaitan dengan jalur perdagangan yang ada di wilayah Jawa. Semoga informasi ini bermanfaat! (Red)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like