Global Warming dan Dampak Lingkungan bagi Masyarakat di Kaki Gunung Penanggungan

Ilustrasi Global Warming/ Pinterest

Oleh: Firda Ainurrohmah *)

SUARAMUDA, SEMARANG — Global warming kini menjadi ancaman nyata yang dampaknya semakin dirasakan di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Salah satu faktanya adalah kekeringan yang melanda sejumlah desa di kaki Gunung Penanggungan, Mojokerto, Jawa Timur.

Wilayah tersebut dulu dikenal sebagai kawasan pinggiran kota dengan sumber air melimpah. Namun, desa-desa itu kini harus menghadapi kenyataan pahit akibat perubahan iklim.

Fenomena seperti perubahan pola cuaca, penurunan curah hujan, dan peningkatan suhu telah menjadi penyebab utama yang mempengaruhi ketersediaan air bersih, mengancam kehidupan masyarakat dan ekosistem di wilayah tersebut.

Perubahan iklim secara ekstrim, berakibat terjadinya kekeringan berkepanjangan dan mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat.

Di sisi lain, curah hujan yang tak menentu menyebabkan banyaknya petani gagal panen. Tak hanya itu, sebagian masyarakat lainnya bahkan mengalami krisis air bersih.

Lantas, apakah semua hanya tinggal diam? Jelas tidak! Upaya adaptasi dan mitigasi terus dilakukan dalam rangka menghadapi dampak ini. Tujuannya, masyarakat dapat bertahan di tengah tantangan lingkungan yang semakin berat ini.

Berstatus Siaga Darurat

Imbas dari global warming yang telah menyebabkan timbulnya kekeringan di beberapa desa di kaki Gunung Penanggungan ini telah di ditetapkan sejak juli 2024 dan berstatus siaga darurat.

Sebab, sedikitnya 7.587 warga di tiga desa yang mendiami wilayah di kaki Gunung Penanggungan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini mengalami krisis air bersih akibat kekeringan.

Pemanasan global telah menjadi isu global, karena tidak hanya dialami masyarakat di kaki Gunung Penanggungan saja melainkan hampir menjangkiti jutaan masyarakat di dunia ini.

Ilustrasi Global Warming / sumber: pinterest

Meski demikian, dalam konteks ini penulis bermaksud mengidentifikasi faktor penyebab kekeringan di beberapa desa di kaki gunung Penanggungan.

1. Efek Rumah Kaca.
Efek rumah kaca ini menjadikan panas yang berada di bumi tidak dapat dipantulkan ke luar angkasa, tetapi terperangkap di atmosfer. Efek rumah kaca ini bermanfaat manusia, namun jika berlebihan akan berdampak buruk terhadap iklim dan cuaca yang ada di bumi.

2. Polusi Sampah Plastik yang Tidak Dapat Didaur Ulang
Gas metana yang berasal dari plastik yang terkena sinar matahari dikatakan sebagai salah satu penyebab utama perubahan iklim.

Hal ini karena berhubungan dengan peningkatan pemanasan global. Sampah yang setiap hari dihasilkan manusia terutama sampah-sampah yang tidak bisa didaur ulang seperti styrofoam dan plastik juga menjadi sumber lain dari emisi CO2.

3. Polusi Udara Akibat Asap Industri Pabrik
Industri pabrik disebut menyebabkan banyaknya asap yang dihasilkan, dan dapat mengakibatkan polusi udara yang akan membuat lingkungan tercemar dan terjadinya pemanasan global.

Di beberapa desa di kaki Gunung Penanggungan, wilayah Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, terdapat 993 perusahaan industri pengolahan pada tahun 2021.

Tak dipungkiri, perusahaan-perusahaan ini secara masif telah memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan, salah satunya adalah pemanasan global.

Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas industri, seperti pembakaran bahan bakar fosil, limbah produksi, dan deforestasi untuk perluasan industri, menjadi kontributor utama meningkatnya suhu bumi secara besar-besaran.

4. Penebangan Pohon yang Tak Terukur
Penebangan pohon akan menyebabkan pemanasan global, karena hutan memiliki fungsi menyerap gas karbon dioksida, dan hutan merupakan penghasil oksigen.

Dampak yang ditimbulkan, pertama; krisis air bersih yang menyebabkan warga harus berjalan jauh untuk mendapatkan air bersih.

Kedua; terjadinya peningkatan suhu udara. Perlu diketahui, suhu udara di Mojokerto Jawa Timur tercatat pernah mengalami kenaikan hingga mencapai 37°C—-pada 17 Oktober 2023.

Secara umum, terjadinya peningkatan suhu di bumi secara keseluruhan ini disebabkan oleh kelebihan produksi gas di atmosfer yang menghambat panas keluar. Lagi-lagi, pemanasan global menjadi pemicu terjadinya kekeringan.

Ketiga; adanya fenomena migrasi penduduk. Bisa jadi, salah satu penyebabnya adalah kekeringan yang mau tak mau harus memaksa sebagian penduduk pindah ke daerah lain yang memiliki pasokan udara.

Keempat; terjadinya ketegangan sosial. Hal ini bisa jadi berdampak pada konflik antar desa atau antar warga akibat perebutan sumber daya air.

Disadari atau tidak, adanya peningkatan suhu ekstrem yang disebabkan oleh pemanasan global semakin memperparah kondisi kekeringan, menambah tekanan bagi penduduk setempat.

Tak sedikit dari mereka yang akhirnya memilih untuk bermigrasi ke daerah lain demi mendapatkan akses sumber daya yang lebih memadai.

Solusi yang Harus Dilakukan

Berkaca pada kasus ini, penulis menggaris bawahi pentingnya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta dalam mengatasi dampak pemanasan global.

Beberapa langkah konkret yang patut dilakukan, pertama; rehabilitasi lungkungan yakni dengan cara penanaman kembali pohon di kawasan yang telah mengalami deforestasi dan perlindungan kawasan hutan di sekitar Gunung Penanggungan.

Kedua, pengelolaan sampah. Masyarakat perlu dididik untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dan mengolah sampah dengan metode ramah lingkungan, seperti daur ulang dan pengomposan.

Ketiga, pengendalian emisi industri. Dalam hal ini, oemerintah harus memperketat regulasi terhadap industri, terutama yang beroperasi di dekat daerah pedesaan, dengan mendorong penerapan teknologi ramah lingkungan.

Keempat; peningkatan akses air bersih. Bahwa investasi dalam infrastruktur air bersih, seperti pembangunan embung atau teknologi pemanenan air hujan, bisa menjadi solusi jangka panjang untuk menghadapi kekeringan.

Dasar Hukum

Dasar hukum berkenaan problem kelestarian alam dan global warming di Indonesia, sejatinya pada UUPPLH (Pasal 67) yang berbunyi “setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup”.

Lewat regulasi itu, pemerintah sebenarnya telah memastikan keterlibatan aktif setiap individu untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup yakni dengan cara mengendalikan kontaminasi dan kerusakan lingkungan.

Paling tidak, hal ini bertujuan untuk mencegah dampak negatif seperti pemanasan global dan kekeringan, serta mendukung ekosistem bagi generasi saat ini. Sekarang, tinggal aksi kita untuk menyelamatkan lingkungan di sekitar kita. (Red)

*) Penulis: Firda Ainurrohmah, mahasiswa Program Studi Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya
**) Artikel ini ditulis dan disusun untuk kepentingan tugas kuliah

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like