
Jakarta, SUARAMUDA –
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Nahdlatul Ulama atau NU memiliki potensi besar dalam ikhtiar mengatasi konflik di Timur Tengah.
“Bahwa NU telah berperan aktif di berbagai forum Global guna menyuarakan perdamaian dunia, mulai dari Konferensi Islam Asia Afrika pada 1965 hingga kerjasama pada G20 melalui platform Religion of Twenty (R20),” kata Luhut.
Luhut menyampaikan hal itu pada saat menjadi keynot speaker pada diskusi panel yang bertajuk ‘Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama terhadap perdamaian di Timur Tengah’ yang digelar gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) lantai 8 Jalan Kramat Raya Nomor 164 Jakarta Pusat pada Jumat 22/11/2024.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman ini menilai dengan anggota lebih dari 100 juta NU telah mencapai 18 kali lipat dari Ikhwanul Muslimin di Mesir.
“Dengan demikian, NU memiliki kekuatan politik yang besar termasuk dalam penentuan arah politik nasional dan internasional,” katanya dalam siaran pers YouTube TVNU, diakses SuaraMuda. Sabtu (23/11).
Luhut juga memaparkan bahwa konflik Timur Tengah berpotensi memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan target pembangunan lainnya.
Ekspor, katanya, berpotensi menurun akibat perlambatan ekonomi dunia impor meningkat seiring peningkatan harga komoditas terutama minyak.
“NU dibawah kepemimpinan Gus Yahya, harus berperan besar, Gus Yahya diatas ada yang lain mendukung. Kelemahan kita kadang-kadang melihat kekurangan orang. Siapa yang tidak kurang, sepanjang dia manusia pasti ada kekurangannya,” tandasnya.
Sementara itu Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan bahwa NU telah melakukan berbagai hal untuk perdamaian dunia.
Menurutnya Forum R20 semacam awal dari gerakan NU menuju perdamaian dunia melalui pendekatan Humanitarian Islam, tidak hanya di Timur Tengah tetapi juga di seluruh dunia.
“Kami sudah melakukan hubungan dengan berbagai pihak, kami punya kontak dengan Afrika Barat, Afrika Selatan, Amerika Selatan, Amerika Serikat, Eropa, Vatikan dan lainnya,” ucap Gus Yahya.
Ini semua terus menjadi pergulatan bersama bagi jaringan ini dan merupakan rangkaian upaya yang berkelanjutan, misalnya tadi sudah dijelaskan bahwa sekarang kita punya 7 kelompok kerja yang berkaitan dengan masalah yang relevan dengan agama dan perdamaian soal prinsip bersama, tandasnya.
Diskusi ini diselenggarakan atas kerja sama antara PBNU dan Institute for Humanitarian Islam. Institute yang pimpin oleh H Yaqut Cholil Qoumas tersebut, merupakan platform yang fokus pada isu-isu kemanusiaan dengan cakupan perdamaian, pendidikan, ekonomi, dan politik global.
Acara diskusi menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai latar belakang, di antaranya Prof. Franz Magnis Suseno, Pendeta Martin Sinaga dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Muhsin Syihab dari Kementerian Luar Negeri, serta Holland C. Taylor dari Center for Strategic and Countering Violent Extremism (CSCV).