Reformasi atau Deformasi? FISIP UIN Walisongo Kupas Tuntas Presidensialisme dan Politik Partai

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menggelar Seminar Stadium General di Gedung Kyai Soleh Darat Lantai 4, Gedung Teatrikal, pada Selasa (30/9/2025).

Kegiatan ini mengangkat tema “Reformasi di Persimpangan: Presidensialisme, Check and Balances, Backsliding Demokrasi di Indonesia.”

Ketua Pelaksana, Nuqlir Bariklana, menjelaskan bahwa seminar ini merupakan rangkaian dari Hari Lahir (Harlah) FISIP ke-10.

Ia menambahkan, penyelenggaraan seminar telah menjadi tradisi setelah penerimaan mahasiswa baru, sebagai upaya memperkaya wawasan mahasiswa tentang isu-isu politik.

Ia mengungkapkan pengambilan tema ini berdasarkan perkembangan isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan.

“Tema ini kami ambil dari isu aktual yang sedang hangat dibicarakan, khususnya mengenai kondisi demokrasi Indonesia. Melalui forum ini, kami ingin membuka ruang diskusi antara mahasiswa dan para ahli untuk menilai sejauh mana perkembangan demokrasi kita,” jelasnya.

Menurutnya, kehadiran pemateri dari luar kampus juga menjadi nilai tambah tersendiri.
“Kami sengaja menghadirkan narasumber dari luar agar mahasiswa memperoleh perspektif baru, tidak hanya dari dosen internal kampus,” tambahnya.

Salah satu pemateri, Kepala Departemen Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro (UNDIP), Nur Hidayat Sardini, menyoroti praktik sistem presidensial di Indonesia.

Sosok yang populer dengan panggilan NHS itu menilai, sistem yang berjalan saat ini berbeda dengan presidensialisme murni karena dipengaruhi oleh sistem multipartai.

“Sistem presidensialisme di Indonesia merupakan bentuk kombinasi yang dipengaruhi oleh multipartai. Kelemahannya terletak pada ketergantungan politik terhadap partai dan kebutuhan koalisi besar, sehingga pemisahan kekuasaan tidak seketat presidensialisme murni,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya prinsip checks and balances untuk menjaga demokrasi tetap sehat.

“Mekanisme checks and balances penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, menjaga keseimbangan antar lembaga negara, serta melindungi hak-hak warga negara,” tutur pakar politik elektoral itu.

Lebih lanjut, NHS berpesan agar masyarakat bersikap kritis dan bijak dalam memilih pemimpin.

“Di pemilu mendatang, kita harus lebih selektif, jangan mudah tergoda praktik money politics. Pemerintahan yang lebih baik hanya bisa lahir jika masyarakat kritis terhadap calon pemimpinnya,” pesannya.

Sementara itu, Dosen Ilmu Politik FISIP UIN Walisongo, Rofiq, menilai kerusakan sistem presidensial di Indonesia berakar pada lemahnya partai politik. Menurutnya, partai politik justru mendominasi sehingga menggeser esensi demokrasi.

“Buruknya sistem partai politik membuat pemerintahan tidak berjalan sesuai tujuan awalnya. Demokrasi gagal karena kekuasaan tertinggi tidak berada di tangan rakyat, melainkan di tangan elit partai,” ungkapnya.

Rofiq menegaskan perlunya reformasi mendasar terhadap sistem kepartaian. “Untuk memperbaiki sistem pemerintahan, kita harus mulai dari reformasi partai politik terlebih dahulu,” tegasnya.

Di sisi lain, mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2025, Miftaqul Rizqa Aulia, mengaku mendapatkan banyak wawasan baru dari seminar ini.

“Sebagai mahasiswa baru, seminar ini sangat bermanfaat untuk memahami dan mengkritisi sistem pemerintahan yang sedang berlangsung,” ujarnya.

Rizqa berharap diskusi politik tidak berhenti hanya pada forum seminar, tetapi bisa menjadi kebiasaan intelektual sehari-hari.

“Harapannya, setelah seminar ini, teman-teman semakin tertarik membahas politik dari berbagai perspektif, sehingga diskusi politik bisa berkembang menjadi budaya akademik di kampus,” pungkasnya. (Red)

Penulis : Meyra Karunia Putri

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like