Kecerdasan Buatan (AI) dalam Masa Depan Pendidikan Indonesia: Antara Harapan dan Jurang

Oleh: Navita Sari*)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) saat ini telah merambah hampir semua sektor kehidupan, tak terkecuali pendidikan.

Pemanfaatan AI dalam dunia pendidikan Indonesia merupakan langkah krusial untuk mempercepat pemerataan akses, meningkatkan kualitas pembelajaran, dan mempersiapkan generasi muda menghadapi era digital.

Namun, hanya terhalang tembok tipis, potensi besar ini juga menuntut adanya tantangan yang besar pula agar tidak menciptakan kesenjangan baru dan menggantikan peran manusia dalam proses pendidikan.

AI membawa potensi besar untuk memperluas akses pendidikan. Platform belajar berbasis AI yang mampu menyesuaikan materi sesuai kebutuhan siswa, seperti ChatGPT, Bard, Gemini, Copilot, dan teknologi serupa bisa berfungsi sebagai “asisten belajar” yang siap sedia 24 jam, menjawab pertanyaan, menjelaskan ulang konsep sulit, hingga membantu guru menyiapkan bahan ajar.

AI, terutama generative AI (GenAI), telah digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti pembelajaran, penilaian mata kuliah, maupun pencarian referensi.

Menurut laporan detik.com (2024), Anggota Dewan Eksekutif Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi (BAN-PT) Indonesia, Prof Chan T Basaruddin menyatakan bahwa AI sudah digunakan untuk berbagai kebutuhan di sektor pendidikan.

AI sendiri telah membantu mahasiswa untuk lebih memahami sesuatu.Penelitian UNESCO (2022) juga menyebutkan bahwa pemanfaatan AI dalam pendidikan dapat meningkatkan motivasi serta hasil akademik bila diterapkan dengan tepat.

Di sisi lain, AI juga dapat mengurangi beban para guru. Selama ini, banyak waktu guru tersita untuk mengoreksi ujian, menyiapkan laporan, atau menyusun materi.

Padahal, waktu tersebut bisa lebih bermanfaat untuk interaksi langsung dengan siswa. Aplikasi AI kini mampu memeriksa jawaban esai, menyusun laporan perkembangan siswa, bahkan memberi rekomendasi metode pengajaran.

Namun, disisi lain, potensi AI bisa menjadi pisau bermata dua. Jika tidak diatur dengan baik, AI akan mempercepat timbulnya jurang digital baru.

Siswa yang memiliki akses ke internet dan perangkat canggih akan semakin maju, sementara mereka yang tidak memiliki akses akan semakin tertinggal. Hal ini berpotensi menimbulkan kesenjangan pendidikan.

Selain itu, ketergantungan pada jawaban instan juga berpotensi melemahkan kemampuan berpikir kritis siswa. Jika siswa terbiasa hanya mengetik pertanyaan dan menerima jawaban langsung dari sistem AI, maka proses pencarian, analisis, dan refleksi bisa berkurang.

Adanya risiko siswa menjadi pasif dan sekadar menerima jawaban tanpa memahami konteksnya. Padahal, keterampilan berpikir kritis inilah yang seharusnya dilatih dalam proses belajar.

Dalam jangka panjang, hal ini bisa menurunkan kualitas generasi muda yang diharapkan mampu menghadapi tantangan kompleks di masa depan.

Masa depan pendidikan Indonesia ditentukan oleh bagaimana kita mengelola teknologi ini.

Jika diarahkan dengan tepat, AI bisa meningkatkan kualitas belajar siswa dan membantu guru dalam konteks pendidikan.

Namun, jika dibiarkan tanpa kendali, ia berpotensi menimbulkan ketimpangan dan mengurangi peran manusia dalam pendidikan.

Karena itu, mari kita pastikan AI hadir sebagai pendamping yang memperkuat peran guru dan siswa bukan penguasa yang mengambil alih proses belajar mengajar.

Dengan aturan yang tepat, AI dapat menjadi jembatan menuju pendidikan Indonesia yang lebih berkualitas untuk semua. (Red)

*) Navita Sari, peminat isu pendidikan, anak usia dini, dan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, mahasiswa Prodi Pendidikan Guru PAUD (PGPAUD), Universitas Negeri Yogyakarta

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like