SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Beberapa tahun terakhir, istilah coding dan Artificial Intelligence (AI) jadi kata kunci yang sering terdengar.
Banyak yang beranggapan, masa depan anak-anak Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan mereka menguasai bahasa pemrograman dan teknologi kecerdasan buatan. Bahkan, muncul wacana agar coding diajarkan sejak sekolah dasar. Tapi, benarkah masa depan generasi kita hanya bertumpu pada dua hal itu?
Pertama, memang benar coding dan AI kini menjadi salah satu keterampilan penting. Dunia kerja bergerak cepat ke arah digital. Hampir semua sektor, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pertanian, mulai disentuh teknologi berbasis data dan otomatisasi.
Mengajarkan coding sejak dini bisa melatih anak berpikir logis, memecahkan masalah, dan membiasakan mereka untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Jadi, memasukkan coding ke kurikulum dasar bisa menjadi investasi penting.
Tak Hanya Soal Mesin dan Algoritma
Namun, penting diingat: masa depan tidak hanya tentang mesin dan algoritma. Anak-anak kita tidak cukup hanya mahir mengetik baris kode. Mereka juga harus dibekali dengan kemampuan lain, seperti kreativitas, komunikasi, empati, kepemimpinan, serta seni.
Dunia akan tetap membutuhkan guru, seniman, psikolog, dokter, jurnalis, dan petani yang berdaya saing. Justru, kombinasi antara teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan inilah yang akan menciptakan masa depan yang lebih utuh.
Bayangkan jika semua orang hanya belajar coding, siapa yang akan menciptakan karya seni yang menyentuh hati? Siapa yang akan merawat manusia dengan penuh empati? Siapa yang akan menjadi jembatan komunikasi di tengah masyarakat yang berbeda pandangan?
Profesi non-teknologi tetap akan relevan, hanya saja cara kerjanya akan banyak terbantu teknologi. Seorang petani misalnya, mungkin nanti menggunakan drone untuk memantau sawahnya, tapi tetap dibutuhkan jiwa petani yang memahami tanah dan musim.
Dengan kata lain, coding dan AI memang penting, tapi bukan satu-satunya kunci. Sekolah dasar perlu mengajarkan dasar teknologi, sekaligus tetap menguatkan pendidikan karakter, seni, literasi, dan keterampilan sosial.
Anak-anak kita butuh dibekali mindset pembelajar sepanjang hayat, agar mereka mampu beradaptasi di dunia yang terus berubah.
Masa depan anak Indonesia tidak ditentukan oleh apakah mereka bisa coding saja, tetapi oleh kemampuan mereka memadukan pengetahuan teknologi dengan nilai kemanusiaan.
Justru di situlah letak daya saing generasi mendatang: bukan sekadar pintar membuat mesin, tapi juga mampu membuat dunia lebih manusiawi. (Red)