
SUARAMUDA.NET., SEMARANG – Etika bukan sekadar teori di ruang kelas. Ia adalah karakter yang dibentuk, dilatih, dan dipraktikkan dalam setiap tindakan.
Hal inilah yang tercermin dalam sesi Table Manner dalam Latihan Khusus Kohati (LKK) yang digelar oleh Koordinator Komisariat (Koorkom) Kohati HMI Walisongo Semarang pada Juni 2025 lalu.
Mengenal Kohati dan Peran Strategisnya
KOHATI (Korps HMI-Wati) merupakan lembaga semi otonom Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang berdiri sejak 17 September 1966.
Tujuannya adalah membina dan mengembangkan potensi kader perempuan HMI, khususnya dalam memperjuangkan peran strategis perempuan Islam di masyarakat, dengan nilai keislaman dan keindonesiaan sebagai fondasi.
Salah satu materi penting dalam LKK kali ini adalah table manner atau etika dalam jamuan resmi.
Materi ini disampaikan oleh Alfianida Rahmahwati, S.I.Kom., M.Si., pakar komunikasi dan branding, yang juga merupakan Staf Ahli DPR RI dan Direktur Utama PT. NUFO PLASMA.
Melalui sesi ini, peserta tidak hanya mendapatkan wawasan teoretis, tetapi juga dilibatkan dalam praktik langsung melalui simulasi dan roleplay untuk memperkuat pemahaman mereka.
Peserta diajarkan mulai dari tata letak alat makan, sikap duduk yang sopan, hingga cara berinteraksi dalam suasana formal.
Menurut Alfianida, etika dalam ruang makan bukan hanya soal sendok dan garpu, tetapi merupakan simbol kepercayaan diri, kelas, dan kesiapan perempuan untuk hadir di ruang strategis seperti dunia kerja, diplomasi, dan organisasi.
Ia menekankan, “Sering kali seseorang diukur bukan dari apa yang diucapkan, tetapi dari bagaimana ia bersikap.”
Nadia Muslimatul Ummah, sebagai moderator sekaligus “Ibu Suku” LKK Koorkom Walisongo, menyebut sesi ini sangat membangun refleksi mendalam.
Ia menilai bahwa table manner menjadi cerminan nilai-nilai keperempuanan yang elegan, cerdas, dan berkarakter—bukan sekadar pengetahuan teknis.
Etika sebagai Pondasi Karakter Sosial
Etika tidak hanya sebatas sopan santun, melainkan landasan moral dan sosial dalam membentuk hubungan antarpersonal yang sehat.
Dalam kehidupan profesional, ia menjadi komunikasi non-verbal yang menunjukkan penghormatan dan kedewasaan sikap.
Dalam konteks organisasi, terutama di Kohati, penguatan etika menjadi bagian dari proses kaderisasi holistik—menyentuh aspek intelektual, emosional, spiritual, hingga praktikal.
Sesi table manner dalam LKK Koorkom Walisongo Semarang menjadi contoh nyata bahwa kaderisasi perempuan dapat dilakukan secara menyeluruh.
Peserta diajak untuk menyadari bahwa elegansi, kepercayaan diri, dan kepekaan sosial adalah kunci menjadi perempuan muslimah yang siap tampil di ruang-ruang publik dengan karakter kuat dan adab Islami.
Melalui forum ini, diharapkan para kader Kohati tidak hanya dikenal dari ide dan perjuangannya, tapi juga dari keteladanan dan keanggunan dalam sikap sehari-hari. (Red)
Penulis: Nadia Muslimatul Ummah, mahasiswi Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Brawijaya; Aktif sebagai Kabid Internal Kohati FISIP Universitas Brawijaya