
Oleh: Nouval Murzita (林隆发)
SUARAMUDA, SEMARANG – Pada tahun 1906 Pemerintah Hindia Belanda membentuk sebuah komite yang bertugas untuk membahas masalah pendidikan anak-anak orang Tionghoa.
Setelah melakukan serangkaian diskusi dan menimbang berbagai pendapat pro kontra yang berkembang ditengah masyarakat, Pemerintah Hindia Belanda memutuskan akan mendirikan sekolah yang khusus untuk menampung anak-anak orang Tionghoa.
Sekolah ini nantinya akan menggunakan kurikulum yang sama dengan sekolah rendah Belanda tetapi tidak akan akan mengajarkan mata pelajaran sejarah dan geografi Tiongkok.
Hal ini dilakukan sebagai salah satu cara agar perasaan cinta tanah air tidak tumbuh dikalangan anak-anak orang Tionghoa.
Pada tanggal 1 Juli tahun 1908 pemerintah Hindia Belanda mengumumkan berdirinya Hollandsch-Chineesche School (荷兰中华学校) atau lebih dikenal dengan nama singkatan HCS di Kota Batavia, Semarang dan Surabaya.
Dengan berdirinya Hollandsch-Chineesche School Pemerintah Hindia Belanda akhirnya bisa mendirikan sekolah bagi anak-anak yang mewakili tiga kelompok dalam masyarakat yaitu: Eropa, Bumiputera dan Tionghoa.
Sekolah jenis ini kemudian secara perlahan membuka cabang-cabangnya di berbagai kota di pulau Jawa dan pulau-pulau luar.
Lalu, Gereja Katolik dan Gereja Kristen Belanda pun mengambil kesempatan untuk ikut mendirikan sekolah yang serupa dengan Hollandsch-Chineesche School.
Kedua institusi ini tertarik untuk ikut mendirikan sekolah karena Pemerintah Hindia Belanda akan memberikan dana subsidi di bidang pendidikan yang digunakan untuk membiayai dana operasional kegiatan belajar mengajar.
Dengan dibukanya Hollandsch-Chineesche School pemerintah Hindia Belanda berharap akan mendapat dukungan yang besar dari masyarakat Tionghoa khususnya dari golongan menengah ke atas.
Tidak lama setelah Hollandsch-Chineesche School berdiri, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang mengizinkan anak-anak orang Tionghoa dapat belajar di sekolah-sekolah Belanda.
Pemerintah memberikan berbagai perlakuan istimewa kepada siswa Tionghoa yang belajar di sekolah Belanda ini yaitu setelah lulus nanti para siswa dapat melanjutkan studinya di sekolah-sekolah kejuruan dan sekolah keguruan yang berada di Hindia Belanda dan di Belanda.
Hollandsch-Chineesche School karena mendapat subsidi dari pemerintah memiliki dana yang cukup besar, fasilitas sekolah yang sangat baik dan guru yang berkualitas.
Upaya ini dilakukan untuk menarik lebih banyak lagi anak-anak orang Tionghoa yang berasal dari kelas menengah keatas agar mau masuk untuk belajar di Hollandsch-Chineesche School.
Para pemimpin organisasi Tionghoa seperti Pan Jinghe, Li Jinfu dan lain-lainnya yang sejak awal ikut mendirikan organisasi Zhonghua Huiguan Batavia (巴达维亚的中华会馆) juga mengirim anak-anak mereka ke Hollandsch-Chineesche Schooll.
Begitupun dengan anak kapitan Lei Zhenlan dan beberapa orang pemuka Tionghoa yang lainnya. Hal ini mereka lakukan semata hanya untuk membina hubungan baik dengan pemerintahan kolonial Belanda. Sikap tidak konsisten ini sudah tentu menimbulkan banyak kritik di masyarakat.
Sikap Pemerintah Hindia Belanda yang seperti ini terlihat sangat jelas sekali, tujuan pemerintah mendirikan Hollandsch-Chineesche School untuk meluaskan pengaruhnya dikalangan anak-anak orang Tionghoa dan membendung pengaruh sekolah Zhonghua Huiguan (中华会馆 – THHK).
Pemerintah Hindia Belanda ingin melemahkan pengaruh nasionalisme Tiongkok, membuat perasaan cinta tanah air pada generasi muda anak-anak orang Tionghoa menjadi memudar. Mereka akan merasa terasing dengan tanah airnya sendiri, dan berangsur-angsur menjadi kekuatan pro Belanda.
Hollandsch-Chineesche School walau berkembang secara perlahan tetapi pertumbuhannya sangat pesat.
Pada tahun 1910 di Pulau Jawa hanya terdapat 17 cabang Hollandsch-Chineesche School dengan jumlah siswa sebanyak 2,780 orang sedangkan dalam waktu empat tahun telah terdapat 27 sekolah di seluruh wilayah Hindia Belanda dengan jumlah siswa sebanyak 5,203 orang.
Hollandsch-Chineesche School Sejak Berdiri Tahun 1910 Sampai Dengan Tahun 1926 (Situ Zan, Helan Tongzhi Shiqi De Yindunixiya Huaqiao Jiaoyu Jianshi – Sejarah Singkat Pendidikan Tionghoa Perantau Pada Masa Pemerintahan Belanda
司徒赞, 《荷兰统治时期的印度尼西亚华侨教育简史》 《东南亚研究资料》 1963年第一期,53页), 1963, hlm. 53)
Tahun Sekolah Siswa
1910 17 2,710
1911 20 3,426
1912 20 4,096
1913 24 4,443
1914 27 5,203
1926 108 11,900
Sebelum tahun 1920 pertumbuhan sekolah-sekolah Tionghoa (Sekolah THHK) baru di pulau Jawa sangat cepat tetapi kemudian pembangunan sekolah-sekolah yang sama lebih di fokuskan pada pulau-pulau diluar Jawa.
Pada tahun 1919 sudah terdapat 128 sekolah Tionghoa di pulau Jawa dan tahun 1926 telah berkembang menjadi 173 Sekolah.
Dalam jangka waktu tujuh tahun hanya bertambah sebanyak 45 sekolah. Pada periode yang sama jumlah sekolah Tionghoa di luar pulau Jawa telah meningkat dari 8 sekolah menjadi 140 Sekolah.
Pemerintah Hindia Belanda juga menetapkan bahwa pada daerah yang tidak terdapat Hollandsch-Chineesche School, anak-anak orang Tionghoa dapat belajar di sekolah rendah Belanda atau sekolah rendah bagi anak-anak bumiputera.
Hal Ini adalah upaya lain yang digunakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk melemahkan kesadaran nasionalisme Tiongkok anak-anak orang Tionghoa. (Red)
*) Nouval Murzita (林隆发), Pemerhati Sejarah Tionghoa Indonesia, Alumnus Zhejiang Normal University, Jinhua, Tiongkok