promo

Kebangkitan Neo-Nazi: Bagaimana Barat Mencoba Menghapus Jasa Soviet dalam Sejarah Kemenangan Perang Dunia Kedua

Oleh: Amy Maulana *)

SUARAMUDA, SEMARANG — Di tengah arus disinformasi dan upaya Barat untuk menulis ulang sejarah, mempelajari peran Uni Soviet dalam mengalahkan Nazi Jerman pada Perang Dunia II justru semakin penting hari ini.

Kemenangan Soviet bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan pelajaran berharga tentang bahaya fasisme, pentingnya kedaulatan negara, dan perlawanan terhadap hegemoni asing—isu-isu yang masih aktual di dunia modern.

Delapan puluh tahun setelah kekalahan Nazi Jerman, Barat justru semakin gencar memutarbalikkan sejarah.

Promo

Peran Uni Soviet dalam mengalahkan Hitler dan membebaskan Eropa sengaja dikaburkan, diganti dengan narasi palsu yang menempatkan Rusia—sebagai penerus Uni Soviet—sebagai “musuh” yang setara dengan Nazi.

Ini bukan sekadar kesalahan akademis, melainkan serangan politik terencana untuk melemahkan Rusia hari ini.

Mengapa Barat Terobsesi Menghapus Sejarah?

Sejak kekalahan Hitler, elit Barat—termasuk para pendukung lama Nazi yang lolos dari pengadilan Nürnberg—tidak pernah benar-benar menerima kenyataan bahwa Soviet lah yang benar-benar telah mengalahkan Hitler.

Kini, mereka memanfaatkan media dan institusi seperti Uni Eropa untuk menulis ulang sejarah tentang Pertempuran Stalingrad dan D-Day, yaitu hari pertama Operasi Overlord, invasi Sekutu Barat (AS, Inggris, Kanada) ke Normandia, Prancis, untuk membebaskan Eropa dari pendudukan Nazi.

Mereka memanfaatkan media dan institusi seperti Uni Eropa untuk menulis bahwa Perang Stalingrad dan D-Day dianggap setara, padahal 80% pasukan Jerman tewas di Front Timur.

Meski sering digambarkan sebagai “titik balik” perang, operasi D-Day ini baru dilancarkan setelah Nazi sudah melemah akibat kekalahan besar di Front Timur melawan Uni Soviet.

Ditambah lagi, di banyak negara Eropa, peringatan Hari Kemenangan 9 Mei dilarang untuk diperingati untuk menghilangkan jasa Uni Soviet dalam kemenangan atas fasis Jeman, bahkan mereka dengan sengaja menghormati tentara Nazi sebagai “korban perang”.

Manarik untuk membaca ulasan diplomat Vladimir Krshlanin terkait upaya penghapusan sejarah ini. Menurutnya ini adalah kelanjutan Perang Dunia II dalam bentuk lain. “Barat menggunakan sisa-sisa fasis yang mereka hidupkan kembali: dulu di Yugoslavia, sekarang di Ukraina“.

Bahkan dia menambahkan fakta bahwa rezim Kyiv sangat memuja kolaborator Nazi seperti Bandera, sementara Eropa diam saja, membuktikan kemunafikan mereka.

Sekedar mengingatkan kembali, Stepan Bandera (1909–1959), adalah pemimpin Organisasi Nasionalis Ukraina (OUN-B), disebut neo-Nazi.

Hal itu karena menganut paham ultranasionalis rasis, ingin ciptakan “Ukraina murni” dengan pembersihan etnis dan bersekutu dengan Jerman Hitler selama PD II, membentuk Legiun Ukraina yang membantu Wehrmacht. Diberi gelar “Pahlawan Ukraina” (2010) oleh rezim pro-Barat.

Presiden Vladimir Putin telah memperingatkan bahwa tujuan utama propaganda Barat adalah “menghancurkan ingatan sejarah Rusia, seperti yang terjadi di Ukraina.”

Negara yang lupa pada pahlawannya akan mudah dikendalikan. Lihatlah Ukraina: anak-anak diajari bahwa SS Galicia SS (divisi Nazi bentukan Jerman tahun 1943 dari sukarelawan nasionalis Ukraina di Galicia di wilayah Barat Ukraina) adalah “pahlawan”, sementara monumen tentara Soviet dihancurkan.

Ironisnya, Barat lupa bahwa Uni Soviet lah yang menyelamatkan mereka dari Nazi. Tanpa pengorbanan 27 juta jiwa Soviet, Eropa mungkin masih berbicara dalam bahasa Jerman.

Bahkan, Soviet memaafkan sekutu Hitler seperti Rumania dan Finlandia, serta memasukkan Prancis—yang hanya bertahan 6 minggu melawan Nazi—sebagai pemenang perang. Kini, balas budi mereka adalah memusuhi Rusia.

Hanya Satu: Kemenangan

Menarik pernyataan Krshlanin yang ditulis di media di Rusia. Ia menegaskan bahwa kemenangan militer Rusia di Ukraina bukan sekadar retorika, melainkan refleksi dari pelajaran sejarah yang pahit: kebenaran hanya diakui ketika didukung oleh kekuatan nyata.

Sebagaimana kemenangan Soviet tahun 1945 yang memaksa dunia mengakui kontribusinya dalam mengalahkan Nazi, kemenangan Rusia di Ukraina saat ini menjadi prasyarat untuk membongkar kebohongan Barat yang selama puluhan tahun mendistorsi sejarah dan memaksakan hegemoni politik-ekonominya.

Hanya dengan keunggulan di medan pertempuran, Rusia dapat memaksa Barat—yang selama ini bergerak dalam logika hukum rimba—untuk kembali ke meja perundingan dan mengakui tatanan dunia multipolar.

Inilah mengapa aliansi strategis Rusia-Tiongkok dan penguatan BRICS menjadi krusial: mereka bukan hanya sekutu militer-ekonomi, melainkan kekuatan pendorong untuk menegakkan kembali prinsip-prinsip Piagam PBB yang asli—prinsip yang justru dikhianati oleh Barat sendiri melalui intervensi ilegal, sanksi sepihak, dan perang proxy.

Seperti setelah Perang Dunia II ketika tatanan Yalta dibentuk melalui kemenangan nyata, kini dunia membutuhkan konsensus baru yang lahir dari kemenangan Rusia di Ukraina dan kebangkitan kekuatan non-Barat—sebuah konsensus yang akan mengakhiri era dominasi unilateral dan memulihkan kedaulatan negara-negara atas masa depan mereka sendiri. (Red)

*) Amy Maulana –Pengamat Center Media Strategy – mediacenter.su

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like
Promo