
SUARAMUDA, BEIJING – Membangun hubungan antar masyarakat (people-to-people diplomacy) sangat penting dalam rangka memperkuat hubungan RI dan Tiongkok.
Hal itu dikatakan Direktur Sino-Nusantara Institute, A. Syaifuddin Zuhri dalam Seminar Nasional & Konferensi Cabang Istimewa IV yang digelar Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok, Sabtu (8/3/2025).
Zuhri, panggilan karib A. Syaifuddin Zuhri tak menampik fenomena kerja sama ekonomi Indonesia-Tiongkok yang belakangan ini semakin erat.
Namun dalam catatannya, ia menilai bahwa hubungan antar masyarakat kedua negara masih menghadapi banyak tantangan.
“Masih cukup banyak masyarakat Indonesia memiliki stereotip negatif terhadap Tiongkok, baik karena faktor sejarah maupun narasi yang berkembang di media, “ungkap Zuhri, yang pernah menyelesaikan S1 Hubungan Internasional Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Secara gamblang, ia pun mengulas sejarah hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok yang telah mengalami pasang surut.
“Kedekatan Jakarta-Beijing pernah terbukti sangat romantis. Hubungan erat itu, terutama di era Presiden Soekarno, di masa Orde Lama,”ulasnya.
Namun alumni S2 Hubungan Internasional Nanchang Univesity Tiongkok itu menyebut hubungan Indonesia-China putus di era Orde Baru, hingga normalisasi di awal 1990-an.
“Paska reformasi, dimana kilas balik pembangunan ekonomi dan investasi mulai terbuka lebar maka hubungan Indonesia dan Tiongkok kembali terbangun, hingga sekarang, “ungkapnya.
Dalam upaya turut serta mendorong terwujudnya kerja sama antarnegara, Zuhri yang saat ini mengajar pada FISIP UIN Walisongo Semarang itu mengajak organisasi seperti PCINU Tiongkok untuk menjadi jembatan dalam membangun pemahaman yang lebih baik melalui kerja sama akademik, pertukaran budaya, dan pendidikan.
Selain Zuhri, narasumber yang hadir dalam Seminar Nasional & Konferensi Cabang Istimewa IV bertajuk “Refleksi 75 Tahun Hubungan RI-RRT” antara lain Jurnalis Kompas, Iwan Santosa, dan Presiden NU Labor Confederation H. Irham Ali.
Adapun acara yang dikonsep hybrid itu dipandu Dosen Hubungan Internasional UIN Jakarta, Sarah Hajar Mahmudah, dan diikuti ratusan peserta. (Red)