SUARAMUDA, JAKARTA — Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap pada hari ini, Senin, 17 Februari 2025.
Para mahasiswa dari berbagai kampus menuntut pertanggungjawaban atas sejumlah kebijakan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat.
Koordinator Pusat BEM SI Satria Naufal Putra Ansar mengatakan bahwa aksi Indonesia Gelap dimaknai sebagai ketakutan warga negara Indonesia (WNI) terhadap masa depan bangsa.
Dia menilai, di era pemerintahan Prabowo, ada banyak isu dan kebijakan yang tidak pro rakyat.
“Bagi kami, Indonesia Gelap sudah cukup mewakilkan ketakutan, kekhawatiran, dan kesejahteraan warga,” kata Satria seperti dilansir Tempo, Senin, 17 Februari 2025.
Para mahasiswa membawa spanduk yang menuntut pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat Indonesia dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat.
“Will Prabowo come back to save us?,” tulis spanduk peserta aksi, seperti dilansir Okezone.cpm, Senin (17/3).
Para peserta aksi juga mengkritik kebijakan pemerintah khususnya di sektor pendidikan, ekonomi dan pembangunan.
“Program ambisius Prabowo merusak semua tatanan, #pendidikan #ekonomi #pembangunan,” bunyi spanduk lainnya.
Sekedar informasi, Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia Seluruh Indonesia (BEM SI) mengungkap tema ‘Indonesia Gelap’ ini karena menganggap seluruh kebijakan pemerintah yang dilaksanakan tanpa adanya transparansi.
Terdapat 5 tuntutan yang disuarakan para mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia Seluruh Indonesia (BEM SI) sebagai berikut:
1. Mencabut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 karena menetapkan pemangkasan anggaran yang tidak berpihak pada rakyat.
2. Mencabut pasal dalam RUU Minerba yang memungkinkan perguruan tinggi mengelola tambang guna menjaga independensi akademik.
3. Melakukan pencairan tunjangan kinerja dosen dan tenaga kependidikan secara penuh tanpa hambatan birokratis dan pemotongan yang merugikan.
4. Mengevaluasi total program MBG dan mengeluarkannya dari anggaran pendidikan.
5. Berhenti membuat kebijakan publik tanpa basis riset ilmiah dan tidak berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. (Red)