
SUARAMUDA, ISLAMABAD — Tanggal 7-9 Februari 2025 menjadi momen berharga bagi keluarga besar PCINU Pakistan serta para peserta yang turut serta dalam acara Ziarah dan Napak Tilas dalam rangka rentetan Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke-102.
Perjalanan ini tidak hanya diikuti oleh mahasiswa Indonesia di Pakistan, namun juga beberapa mahasiswa internasional seperti Turki dan Pakistan.
Dalam kegiatan ini, peserta mengunjungi berbagai destinasi bersejarah, termasuk museum dan situs pemakaman terdahulu, untuk lebih memahami perjuangan masa lalu yang membentuk sejarah awal penyeberan Islam di tanah Hindustan secara umum dan di Pakistan secara khusus.
Sebagai penuntut ilmu, mendalami sejarah merupakan langkah penting dalam memahami perjalanan peradaban.
Destinasi utama yang dikunjungi dalam perjalanan ini adalah kota Bahawalpur dan Multan.
Di Bahawalpur, para peserta mendapatkan wawasan mendalam tentang sejarah Dinasti Nawab Abbasi, yang dijelaskan melalui berbagai presentasi, termasuk pemutaran video dokumenter.
Beberapa tempat bersejarah yang dikunjungi antara lain Benteng Derawar, yakni sebuah benteng megah yang telah berdiri sejak abad ke-9 di bawah kepemimpinan Rai Jajja Bhati.
Dialah seorang penguasa Hindu Rajput dari klan Bhati, yang kemudian berasil diambil alih oleh Nawab Muslim Bahawalpur dari suku Shahotra dan menjadi salah satu pusat kekuasaan kerajaan Islam tersebut.
Pada tahun 1849, Nawab ke-11 membangun masjid sebagai bagian dari pengembangan wilayah tersebut.
Sebelum membangun infrastruktur lainnya, mereka terlebih dahulu menguasai benteng ini sebagai langkah strategis untuk memperkuat kekuasaan dan menjadikannya pusat perdagangan.
Dari Benteng Derawar, peserta juga mengunjungi Makam Abbasi Royal Qabristan, kompleks pemakaman yang menjadi tempat peristirahatan terakhir para Nawab Abbasi, yang pernah berkuasa di wilayah Bahawalpur.
Situs ini menjadi saksi bisu kejayaan dinasti yang memiliki pengaruh besar di kawasan tersebut.
Destinasi lainnya adalah Noor Mahal Palace, istana megah yang dibangun oleh Nawab Abbasi sebagai simbol kejayaan mereka dan merupakan salah satu peninggalan arsitektur yang masih terawat dengan baik hingga saat ini.
Sejarah Dinasti Nawab Abbasi mencakup perjalanan panjang sejak abad ke-17. Mereka berhasil mengembangkan berbagai sektor industri, termasuk perusahaan kereta api dan kendaraan, salah satunya adalah mobil Jeep.
Bahkan, salah satu kendaraan yang pernah dikendarai oleh Muhammad Ali Jinnah berasal dari perusahaan milik dinasti ini.
Pada masa pemerintahan Inggris di Hindia (British Raj), tepatnya sejak tahun 1917, Nawab Abbasi telah memperoleh hak otonom sebagai kesultanan sebelum akhirnya bergabung dengan Pakistan setelah kemerdekaan.
Ketika India merdeka pada tahun 1946 dan Pakistan merdeka pada tahun 1947, Nawab Abbasi masih mempertahankan status otonomi mereka.
Pada tahun 1950, Muhammad Ali Jinnah mengusulkan agar Bahawalpur bergabung dengan Pakistan.
Setelah persetujuan diberikan, pemerintah Pakistan memberikan dana sebesar 119 juta rupees untuk pembelian dan pengelolaan beberapa aset, termasuk gedung-gedung bersejarah.
Saat ini, pemeliharaan Noor Mahal Palace berada di bawah tanggung jawab Kementerian Pertahanan Pakistan.
Selain Bahawalpur, peserta juga mengunjungi berbagai situs bersejarah di Multan, yang dikenal sebagai pusat peradaban Islam di masanya.
Beberapa destinasi yang dikunjungi antara lain Makam Shah Rukn-e-Alam, makam suci salah satu sufi terbesar di Multan dari tarekat Suhrawardiyah yang menjadi pusat spiritual dan tempat ziarah bagi banyak orang.
Kemudian Makam Bahauddin Zakariya, salah satu tokoh sufi terkenal di Pakistan yang merupakan bagian dari “Empat Serangkai Sufi” bersama Baba Farid, Qalandar, dan Abdul Qadir Jilani.
“Selain itu, terdapat juga Makam Sadruddin Arif, tempat peristirahatan tokoh sufi yang merupakan keturunan dari Banu Hasyim dan memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Multan” ujar Gus Badat Alauddin, selaku pemandu perjalan ziarah ini.
Peserta juga mengunjungi Damdama Van Alexander Agnew, situs sejarah yang berkaitan dengan Perang Anglo-Sikh.
Letnan Alexander Agnew dikirim oleh Inggris untuk mengambil alih kepemimpinan Multan tetapi dibunuh, yang menyebabkan perang besar antara pasukan Inggris dan penguasa lokal.
Destinasi lainnya adalah Ghanta Ghar dan Bazar Multan, pusat perdagangan dan ikon sejarah kota Multan yang menggambarkan kehidupan masyarakat sejak masa kolonial hingga sekarang.
Pada masa kejayaan Multan, kota ini menjadi pusat peradaban Islam dan tempat berkumpulnya para sufi dari berbagai daerah, termasuk Iran.
Multan dikenal sebagai “Kota Para Sufi” karena menjadi tempat tinggal banyak ulama besar yang berperan dalam penyebaran Islam.
Selama Perang Anglo-Sikh, Multan mengalami perubahan besar setelah Inggris berhasil menguasai wilayah ini.
Peperangan terjadi karena berbagai konflik kecil yang berujung pada perlawanan besar. Pada akhirnya, Bahawalpur berpihak pada Inggris, yang kemudian membantu mereka menguasai Multan sepenuhnya.
Perjalanan ziarah dan napak tilas ini memberikan pengalaman yang berharga bagi peserta dalam memahami sejarah Islam yang telah mengkar di tanah Hindstan.
”Kami sangat senang dengan perjalanan kali ini karena kami bisa mempelajari banyak sejarah penyebaran Islam di sini. Terimakasih banyak, “ujar Gülfer Tatar, seorang peserta mahasiswi asal dari Turki.
Dengan mengunjungi situs-situs bersejarah ini, diharapkan para peserta dapat mengambil pelajaran dari masa lalu dan menerapkannya dalam kehidupan mereka sebagai generasi penerus yang peduli terhadap sejarah dan budaya. (Red)