
Oleh Kiai Nasshif Ubbadah Lc., M.Pd.I *)
Khutbah I
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، أَشْهَدُ اَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ كَمَا صَلَّيْتَ وَسَلَّمْتَ وَبَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوْا رَبَّكُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ فَإِنَّهُ خَيْرُ الزَّادِ وَاتَّقُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ ۗ وَمَن يُوْقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون
Kaum muslimin Rahimakumullah,
Dengan memperingati Hari Santri Nasional beberapa waktu lalu (22 Oktober kemarin), marilah kita meningkatkan pemahaman kita tentang arti ukhuwah wathaniyah sebagai komponen penting dari ajaran agama.
Karena menjaga ukhuwwah wathaniyah (soliditas berbangsa dan bernegara) harus lebih diutamakan daripada ukhuwwah Islamiyah karena melalui ikatan ukhuwwah wathaniyah yang kuat, semangat kebangsaan, rasa patriotisme, dan cinta tanah air kita akan meningkat.
Ini akan mendorong kita untuk melakukan berbagai upaya untuk melindungi tanah air kita dari berbagai ancaman, baik dari dalam maupun dari luar.
Pada 22 Oktober 1945, Hadratus Syaikh al-maghfurlah KH. M. Hasyim Asy’ari, bersama dengan para ulama, kiai, dan dengan mengeluarkan “Resolusi Jihad”, yang memicu perang besar di Surabaya pada 10 November 1945.
Itu semua dilakukan untuk melindungi kedaulatan negara dari ancaman pasukan gabungan Inggris dan Belanda, yang berusaha menjajah kembali negara kita yang baru saja mendapat kemerdekaan tiga bulan. Alhamdulillah, fatwa “Resolusi Jihad” yang diusung oleh para kiai dan santri telah menghasilkan hasil yang baik, meskipun harus menebus ribuan nyawa santri yang gugur di medan perang.
Sejarah mencatat bahwa almaghfurlah Kiai Amin Sepuh Babakan dan Kiai Abbas Buntet adalah salah satu tokoh penting yang membantu menyukseskan pertempuran di Surabaya dan memainkan peran penting dalam menentukan alasan perang yang dimulai pada 10 November, yang hingga saat ini diperingati sebagai Hari Pahlawan adalah almaghfurlah Kiai Amin Sepuh Babakan dan Kiai Abbas Buntet, yang oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari disebut sebagai “Singa dari Jawa Barat”.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Sebagaimana dinyatakan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dalam menjawab pertanyaan Bung Karno tentang hukum mencintai bangsa dan tanah air, ini adalah hasil dari kegigihan, doa, dan keikhlasan para kiai dan santri, dibantu oleh berbagai bagian masyarakat, sebagai bentuk kecintaan mereka kepada bangsa ini dan pengamalan ajaran agama. Beliau dengan tegas menyatakan, “hubbul wathan minal iman”, yang berarti cinta terhadap bangsa dan tanah air adalah bagian dari iman. Karena sulit bagi kita sebagai umat untuk mengamalkan agama secara damai dan aman tanpa memiliki tanah air atau menjadi sebuah bangsa yang kuat dan berdaulat. Dengan kata lain, rasa aman sangat penting untuk memelihara iman.
Hadirin sidang Jum’ah rahimakumullah
Terkait makna tanah air yang dalam bahasa Arab disebut “al-wathan”, Syaikh Ali al-Jurjani, dalam kitabnya at-Ta’rifat, ia menjelaskan:
الوَطَنُ هُوَ مَولدُ الرَّجُلِ وَالبَلَدُ الّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya : “Tanah air adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya”.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW menyatakan cintanya kepada Mekkah, tempat kelahiran beliau, dalam sebuah sabda beliau dari riwayat Imam Ibnu Hibban yang bersumber dari penuturan Abdullah Ibnu Abbas RA, bahwa Nabi pernah bersabda:
مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وأَحَبَّكِ إِلَيَّ, وَلَوْلاَ أَنَّ قَوْمِيْ أَخْرَجُوْنِيْ مِنْكِ مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya : “Alangkah baiknya engkau (wahai Mekkah) sebagai sebuah negeri dan engkau merupakan negeri yang amat aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku darimu, niscaya aku tidak akan tinggal di negeri selainmu”.
Sidang Jum’at yang diberkahi Allah SWT
Demikian pentingnya tanah air ini, dalam pepatah Arab dikatakan:
مَن لَيسَ لَهُ أَرضٌ لَيسَ لَهُ تَارِيخٌ, وَمَن لَيسَ لَهُ تَارِيخٌ لَيسَ لَهُ ذَاكِرَة.
Artinya : “Barang siapa tidak memiliki tanah air, ia tidak memiliki sejarah. Dan barang siapa yang tidak memiliki sejarah, maka ia akan terlupakan.”
Dalam pepatah Arab yang lain juga dikatakan:
لَو ضَاعَ مِنكَ الذَّهَبُ, فِي سُوقِ الذَّهَبِ تَلقَاهُ. لَو ضَاعَ مِنكَ الحَبِيبُ, يُمكِنُ فِي سَنَةٍ أَو سَنَتَينِ تَنسَاهُ. لَكِنَّ لَو ضَاعَ مِنكَ الوَطَنُ, آه يَا وَطَن وَينَكَ تَلقَاهُ
Artinya : “Jika engkau kehilangan emas, di pasar emas kan kau dapatkan gantinya. Jika engkau kehilangan kekasih, mungkin setahun – dua tahun kau bisa melupakannya. Namun jika engkau kehilangan tanah air, maka dari mana kau kan temukan gantinya.
Maka, adalah fenomena yang memprihatinkan, apabila hingga saat ini di kalangan sebagian kelompok masih kerap muncul pandangan keliru yang mempertentangkan antara kecintaan terhadap bangsa dan tanah air dengan agama. Bahkan, tak jarang sebagian dari mereka secara terang-terangan menolak konsep nasionalisme atau kebangsaan karena menganggapnya bukan bagian dari ajaran agama.
Jama’ah sekalian yang dirahmati Allah,
Semua uraian di atas menegaskan kepada kita, bahwa pemahaman keislaman dan kebangsaan haruslah kita pahami secara selaras dalam kerangka ukhuwwah wathaniyah, yakni menjaga loyalitas dan soliditas kebangsaan meski di tengah banyaknya perbedaan atau kebhinekaan. Karena perbedaan adalah sunnatullah dan bukan merupakan sesuatu yang dilarang, karena yang dilarang adalah pertikaian dan permusuhan.
Dengan bekal pemahaman seperti inilah ajaran Islam akan benar-benar mewujud menjadi rahmat bagi seluruh alam, dan negeri yang kita cintai ini pun tentunya diharapkan benar-benar menjadi negeri “Darus Salam” yang selalu penuh kedamaian, menjadi negeri yang senantiasa aman dan masyarakatnya penuh iman, sebagaimana diistilahkan oleh al-Qur’an: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
Terakhir, sebagai penutup khutbah hari ini, kita harus selalu ingat bahwa sebagai bangsa yang besar, kita harus selalu ingat, seperti yang dilambangkan dengan dua kata akronim JAS: JAS MERAH dan JAS HIJAU ada satu.
JAS MERAH artinya “Jangan pernah lupakan sejarah” dan JAS HIJAU artinya “jangan pernah kehilangan jasa-jasa ulama”.
Khusus bagi santri, “jihad” atau tugas suci yang ada saat ini bukanlah mengangkat senjata dan melawan musuh di medan perang, melainkan mengambil pena dan belajar dengan sungguh-sungguh serta mengatasi hawa nafsu dan kebodohan yang ada dalam diri. Kita perlu memahami bahwa ini tentang pertarungan kita.
Karena itu antara jihad dengan senjata dan jihad dengan pena, keduanya menempati kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT. Demikianlah kami menyampaikan khutbah ini.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ فَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدِنِ ابْنِ عَبدِ الله وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة، أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُسلِمُونَ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَاعلَمُوا إِنَّ اللّٰهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوا وَّالَّذِينَ هُمْ مُّحْسِنُونَ، قَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا فِي فَلِسْطِيْن وَلُبْنَان وَسَائِرَ العَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ بَلْدَتَنَا اِنْدُونِيْسِيَّا بَلْدَةً طَيِّبَةً وَمُبَارَكَةً وَمُزْدَهِرَةً. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُم بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر
Khutbah Jum’at:
“Santri Tidak Hanya Thalibul ‘Ilmi”
Oleh : Kiai Nasshif Ubbadah Lc., M.Pd.I
Pengurus LD PWNU Jawa Tengah bidang Tabligh dan Pengembangan Masyarakat