Pembukaan Lahan dan Problem Pembakaran Lahan Gambut di Indonesia

Oleh: Dede Maulana, Mahasiswa Hukum, Universitas Lambung Mangkurat

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Indonesia memiliki lahan gambut yang luas total sekitar 13,43 hingga 20,6 juta hektare dan tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua menjadikan Indonesia pemilik lahan gambut tropis terluas di dunia.

Lahan gambut di Indonesia memegang peranan penting dalam menjaga iklim global, namun pembukaannya untuk berbagai kegiatan ekonomi seringkali dilakukan dengan cara yang merugikan.

Pembakaran lahan gambut, meskipun dianggap sebagai metode termurah dan tercepat, menghasilkan dampak negatif yang signifikan.

Apa Itu Lahan Gambut ?

Berdasarkan PP No 71 tahun 2014 yang telah disempurnakan menjadi PP No 57 tahun 2016 mengartikan gambut sebagai material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang telah terdekomposisi tidak sempurna dan terakumulasi pada daerah rawa.

Lahan gambut berfungsi sebagai penstabil iklim dengan menyerap karbon dioksida 20 kali lebih tinggi dari kemampuan penyerapan karbon oleh hutan maupun jenis tanah lainnya.

Lahan gambut dapat digunakan untuk pertanian, terutama pada tanaman padi dan sayuran, meskipun pengelolaannya harus hati-hati.

Beberapa tanaman yang cocok ditanam di lahan gambut adalah kelapa sawit, karet, palawija, dan tanaman tropis seperti rambutan, pisang, dan durian.

Untuk diolah menjadi lahan pertanian diperlukan pembukaan lahan agar dapat menanam tanaman di lahan gambut.

Mengapa Pembakaran Lahan?

Salah satu pembukaan lahan gambut yang paling populer di Indonesia adalah pembukaan lahan dengan cara dibakar.

Pembakaran lahan gambut menjadi populer dikarenakan pembakaran adalah metode pembukaan lahan yang paling cepat dan murah dibandingkan metode lainnya.

Abu hasil pembakaran dapat digunakan sebagai pupuk instan yang dapat meningkatkan pH tanah gambut yang secara alami sangat asam, membuatnya lebih cocok untuk pertanian dalam jangka pendek.

Dalam teknisnya, api secara efektif membersihkan gulma, hama, dan penyakit tanaman dari lahan, mengurangi kebutuhan herbisida atau pestisida awal, serta cocok untuk pembukaan lahan yang besar.

Adapun, pembakaran lahan gambut umumnya dilakukan oleh perusahaan perkebunan, petani kecil, atau individu yang ingin membuka lahan, terutama saat musim kemarau ketika lahan gambut kering dan mudah terbakar.

Praktik ilegal ini sering terjadi di malam hari atau di lokasi terpencil untuk menghindari pengawasan.

Dampak Pembukaan Lahan Gambut Dengan Cara Pembakaran

Pembukaan lahan gambut dengan pembakaran menimbulkan resiko kebakaran yang tak terkendali, timbulnya asap yang dapat berdampak pada pemanasan global, perubahan iklim, musnahnya flora dan fauna yang tumbuh dan hidup di hutan.

Asap yang ditimbulkan dapat menyebabkan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Asma, iritasi pada mata, tenggorokan dan hidung.

Tersebarnya asap dan emisi gas Karbondioksida dan gas gas lain ke udara serta kebakaran hutan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat sekitar, tetapi juga menyebar hingga ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura seperti Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau adalah masalah tahunan yang kompleks dan berulang.

Kebakaran tak terkendali juga bisa mengakibatkan hutan menjadi gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim hujan. Hal ini dapat menyebabkan tanah longsor ataupun banjir.

Saran Menghadapi Pembukaan Lahan Gambut

Masalah yang muncul dari akibat pembakaran lahan gambut semuanya bermuara pada lemahnya pencegahan dan gagalnya penegakan hukum.

Meski Indonesia sudah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 juncto PP 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut masih banyak oknum yang melanggar peraturan tersebut demi kepentingan pribadi.

Untuk mengatasi masalah pembakaran lahan gambut secara efektif, diperlukan solusi yang komprehensif dan melibatkan semua pihak terkait dan masyarakat.

Pertama, penguatan pengawasan dan penegakan hukum. Meningkatkan pengawasan dan patroli di daerah rawan kebakaran, memberikan sanksi hukum yang tegas dan proporsional bagi pelaku pembakaran lahan, serta menindak tegas perusahaan yang melanggar aturan.

Kedua, pemulihan lahan gambut. Pengusaha atau kegiatan usaha yang melakukan pemanfaatan Ekosistem Gambut yang menyebabkan kerusakan Ekosistem Gambut di dalam atau di luar areal usaha atau kegiatan wajib melakukan pemulihan lahan gambut sesuai kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan.

Dan ketiga, pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan. Yakni dengan mendorong edukasi tentang akibat pembakaran lahan gambut, melatih praktik pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan, seperti restorasi ekosistem gambut, pengembangan pertanian tanpa bakar, dan pemanfaatan lahan gambut untuk kegiatan ekonomi yang ramah lingkungan.

Kesimpulan

Sejatinya, pembukaan lahan gambut dengan cara dibakar adalah praktik yang merugikan dan tidak berkelanjutan. Untuk itu, diperlukan tindakan tegas dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk menghentikan praktik ini dan mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan.

Edukasi, penegakan hukum, dan pengembangan ekonomi berkelanjutan adalah kunci untuk melindungi lahan gambut dan mencegah bencana kebakaran di masa depan.

Dengan demikian, perlindungan lahan gambut menjadi tanggung jawab bersama demi kesehatan lingkungan, masyarakat, dan stabilitas ekonomi. (Red)

 

 

 

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like