Oleh: Cahya Maulidia *)
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Viral di media sosial sebuah video yang memperlihatkan tindak perundungan yang dilakukan oleh siswa SMPN 1 Blora.
Dalam video yang beredar, tampak banyak siswa berseragam pramuka sedang mengerubungi seorang siswa yang memakai pakaian olahraga. Lalu salah satu siswa yang berseragam pramuka memukuli dan menendang siswa yang memakai pakaian olahraga (korban).
Kejadian tersebut terjadi di salah satu toilet yang ada di SMPN 1 Blora. Diduga ada sekitar 33 siswa yang terlibat dalam kejadian tersebut. Dari banyaknya siswa yang ada, terlihat tidak ada satupun siswa yang mencoba untuk melerai atau menolong korban.
Akibat kejadian itu, korban mengalami luka dan trauma, tidak mau sekolah lagi. Pihak Polsek Blora dengan tegas memanggil semua siswa yang terlibat dalam tindak perundungan tersebut. Pemanggilan itu juga menghadirkan para orang tua dan guru SMPN 1 Blora.
Kasus perundungan di SMPN 1 Blora menjadi bukti nyata bahwa perundungan seakan menjadi luka sosial yang terus berlanjut, seolah bangsa ini masih gagap dalam menanamkan nilai kemanusiaan.
Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”, jelas menegaskan pentingnya menghormati manusia tanpa memandang latar belakang dan memperlakukan sesama manusia dengan adil.
Namun kenyataannya, hingga saat ini masih banyak manusia yang melukai manusia lain demi kepuasan, ego, atau sekedar bercandaan. Perundungan menjadi bukti nyata bahwa Pancasila seringkali tidak hadir dalam perilaku sehari-hari.
Padahal sejak duduk di bangku sekolah dasar, masyarakat Indonesia sudah dikenalkan, diajarkan, dan diwajibkan untuk menghafal kelima sila Pancasila. Bahkan Pancasila selalu dilafalkan setiap Senin pagi pada saat upacara bendera di sekolah.
Namun sangat disayangkan bahwa kenyataannya, seorang siswa pun bisa dengan sadar melakukan tindak perundungan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Apakah Pancasila benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, atau hanya sebatas hafalan yang tidak memiliki makna?
Perundungan tidak boleh dianggap sebelah mata. Perundungan sangat merugikan korban. Dapat membuat korban trauma, depresi, bahkan dalam kasus yang serius dapat mendorong korban melakukan percobaan bunuh diri.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menghentikan tindak perundungan ini adalah dengan menghidupkan kembali Pancasila. Bukan hanya sebagai hafalan semata, bukan hanya sebagai teks formal, melainkan sebagai pedoman hidup bangsa yang nyata.
Pancasila harus bisa menjadi benteng, melindungi generasi muda dari perundungan. Nilai-nilai di dalamnya tidak seharusnya berhenti pada hafalan semata, tetapi harus diwujudkan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai generasi muda, kita harus bisa melindungi yang lemah, menghargai perbedaan, serta menolak segala bentuk perundungan. (Red)
*) Penulis: Cahya Maulidia, mahasiswa FBSB, Universitas Negeri Yogyakarta