
SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Kalau dulu pink identik sama kelembutan, romantisme, bahkan citra “girly”, sekarang ceritanya beda jauh. Warna yang biasanya diasosiasikan dengan bunga, cinta, dan feminitas ini, tiba-tiba berubah jadi simbol keberanian dan perlawanan di Indonesia.
Sejarah warna pink emang panjang banget. Dari gaun mewah bangsawan Perancis abad ke-18, pita kampanye kanker payudara, sampai identitas gerakan feminis global. Tapi momen paling segar datang dari Jakarta, akhir Agustus 2025.
Publik terhenyak saat melihat sosok seorang ibu berkerudung pink berdiri di barisan depan demonstrasi.
Sederhana, tapi penuh makna: tangan kanan menggenggam bendera Merah Putih, sementara warna pink di kepalanya justru jadi sorotan. Foto dan video aksinya viral, dan seketika mengubah cara pandang orang terhadap warna ini.
Sejak itu, pink bukan lagi sekadar manis dan feminin. Ia menjelma jadi warna berani, tanda perlawanan, bahkan kode solidaritas. Di jagat maya, lahirlah istilah baru: Brave Pink, Hero Green, dan Resistance Blue. Tiga warna yang sekarang jadi bahasa visual perjuangan rakyat.
Bukan cuma di jalanan, fenomena ini juga merambah ke dunia digital. Banyak warganet ganti foto profil pakai filter pink, hijau, dan biru. Bukan karena tren estetik semata, tapi sebagai bentuk dukungan terhadap gerakan yang lagi bergaung.
Fenomena ini bikin kita sadar: warna bukan sekadar warna. Ia bisa jadi simbol, bahasa tanpa kata-kata, yang mampu mengikat rasa solidaritas banyak orang.
Perjalanan pink luar biasa. Dari simbol kemewahan bangsawan, stereotip gender, sampai akhirnya berdiri gagah sebagai lambang keberanian rakyat di jalanan Indonesia.
Kini, bersama Brave Pink, Hero Green, dan Resistance Blue, warna telah resmi jadi “alat perjuangan kolektif”. Pink bukan lagi soal manis. Sekarang, pink itu garang. (Red)