
Oleh: Rifki Mustofa*)
SUARAMUDA.NET., SEMARANG – Publik telah ramai bersuara, ada dari mereka yang meluapkan rasa amarahnya, ada yang mengutarakan kekecewaannya, dan ada pula yang memilih diam karena rasa takut dalam dirinya.
Mengapa demikian? Karena bangsa ini telah kembali diguncang oleh peristiwa yang melukai hati nurani, seorang pengemudi ojek online yang telah menjadi korban kekerasan, bahkan oleh pihak yang seharusnya menjaga ketertiban.
Mereka para pengemudi ojek online yang juga bagian dari simbol kerja keras rakyat kecil di negeri ini. Setiap hari mereka berpacu dengan waktu, panas, hujan, dan lalu lintas yang padat demi menghidupi keluarga.
Mereka tidak menuntut lebih, hanya berharap bisa mencari rezeki halal dengan selamat. Namun ketika salah satu dari mereka justru diperlakukan secara tidak manusiawi.
Bagaimana mungkin, di negeri yang menjunjung tinggi semboyan “Rakyat adalah tuan, pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”, justru rakyat kecil yang bekerja keras harus merasakan perlakuan dengan cara yang tidak manusiawi?
Kekuasaan dan wewenang yang semestinya menjadi alat untuk melindungi, malah menjadi senjata untuk menakut-nakuti. Ketika kekuasaan berubah menjadi alat penindasan, yang runtuh bukan hanya rasa aman, tetapi juga kepercayaan publik terhadap pihak yang memiliki wewenang.
Dari sini kita belajar bahwa kekuatan tanpa moral hanyalah bentuk lain dari kelemahan. Sebab sejatinya, kekuatan yang sejati lahir dari keberanian menegakkan keadilan dan menjaga martabat manusia.
Setiap manusia diingatkan bahwa kekuasaan adalah amanah, dan setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda :
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnyaa” (HR.Bukhari).
Jabatan dan kewenangan bukanlah privilege untuk berlaku “semaunya”, melainkan beban moral untuk menjaga, melindungi, dan menebarkan rasa aman bagi rakyatnya. Ketika amanah ini dikhianati, bukan hanya rakyat yang kecewa, tetapi juga Tuhan yang murka.
Semoga tragedi ini membuka mata banyak pihak, menggerakkan hati yang lalai, dan mengingatkan kita semua bahwa keberanian sejati bukanlah menindas yang lemah, melainkan melindungi mereka.
Di hadapan Tuhan, derajat manusia tidak diukur dari seragam yang dikenakan, tetapi dari seberapa jauh ia menjaga martabat sesamanya.
Kita pun berharap agar pihak-pihak yang terlibat tidak menutup mata atau sekadar memberi janji manis, melainkan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan.
Bila ada kesalahan, pengakuan dan perbaikan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bukti kedewasaan dan profesionalitas. Keberanian mengakui kesalahan jauh lebih terhormat daripada membiarkannya tertutup.
Semoga almarhum korban mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, diampuni segala dosa dan diterima amal kebaikannya. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan, kesabaran, dan keteguhan hati. (Red)
*) Rifki Mustofa, mahasiswa Jurusan Bahasa & Sastra Arab, tertarik pada masalah sosial & budaya