Gen Z Wajib Tahu, Mengapa Presiden AS Donald Trump Menaikkan Tarif Dagang?

Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (The Nation)

SUARAMUDA.NET, SEMARANG — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali mengguncang perekonomian global dengan kebijakan tarif impor yang agresif.

Setelah sebelumnya berjanji dalam kampanye untuk memprioritaskan kepentingan ekonomi dalam negeri, Trump kini menjalankan salah satu perubahan perdagangan terbesar dalam sejarah modern AS.

Kebijakan tarif ini bukan sekadar langkah ekonomi, melainkan strategi politik dan diplomasi internasional yang terukur.

Tarif yang Naik Tajam

Pemerintah AS kini menerapkan tarif sebesar 145% terhadap seluruh produk asal China — naik berkali-kali lipat dibanding awal tahun. Untuk negara lain, dikenakan tarif minimal 10% untuk hampir semua produk impor.

Tak hanya itu, barang-barang dari Kanada dan Meksiko yang tidak tercakup dalam perjanjian dagang bebas juga dikenai tarif 25%, sama halnya dengan baja, aluminium, dan mobil rakitan lengkap. Mulai 3 Mei, suku cadang mobil pun turut dikenakan tarif serupa.

Trump menyebutkan bahwa langkah ini akan “melindungi industri Amerika” dan “menghukum” negara-negara yang menikmati surplus perdagangan besar terhadap AS.

Tarif bersifat resiprokal — makin besar surplus perdagangan suatu negara terhadap AS, makin besar tarif yang dikenakan.

Contohnya, China yang memiliki surplus 68% dikenakan tarif sebesar 145% setelah AS membalas tindakan balasan dari Beijing.

Tujuan Utama: Industri, Penerimaan, dan Diplomasi

Trump punya tiga tujuan utama dalam kebijakan tarif ini:

1. Menghidupkan Industri Dalam Negeri
Dengan mempersulit impor lewat tarif tinggi, Trump berharap perusahaan-perusahaan akan kembali membangun pabrik di AS.

Ia juga menawarkan insentif berupa pemotongan pajak dan penyederhanaan izin usaha.

2. Meningkatkan Penerimaan Negara
Hasil dari tarif impor ini akan digunakan untuk membiayai pemotongan pajak yang sudah dimulai sejak 2017.

Trump ingin memangkas pajak penghasilan, membebaskan pajak untuk tip dan Jamsostek, serta menurunkan pajak korporasi dari 21% menjadi 15%.

3. Alat Negosiasi Global
Di luar ekonomi, tarif dijadikan alat diplomasi. Isu seperti imigrasi ilegal, perdagangan narkoba, dan pelanggaran hak kekayaan intelektual menjadi fokus tekanan AS terhadap negara-negara mitra dagangnya.

Meski begitu, banyak ekonom mengingatkan bahwa kebijakan ini punya risiko: makin tinggi tarif, makin sedikit barang impor, dan itu bisa menurunkan pemasukan dari tarif itu sendiri.

Bagi Gen Z yang akan menghadapi era global baru, memahami dinamika kebijakan dagang ini sangat penting — karena keputusan seperti ini bisa berdampak langsung pada harga barang, pekerjaan, dan stabilitas ekonomi dunia. (Red)

Redaksi Suara Muda, Saatnya Semangat Kita, Spirit Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You might also like