
Oleh: Sherly Meivita *)
SUARAMUDA, SEMARANG — Kasus viralnya pasien BPJS yang diduga diabaikan oleh salah satu oknum rumah sakit telah meningkatkan keprihatinan mendalam terhadap kualitas layanan kesehatan di Bangka Belitung.
Keluarga pasien yang mengalami kenyataan pahit ini bahkan mengunggah video di media sosial tentang kemarahannya terhadap penanganan BPJS yang dianggapnya kurang layak.
Warga pun menyoroti adanya ketidakadilan dan ketidakseimbangan pengobatan antara pasien BPJS rumah sakit dan pasien publik.
Kejadian dimulai ketika Tjoeng Kiun Siat, seorang pasien berusia 75 tahun yang menjalani perawatan setelah amputasi kaki, mengalami penurunan kesehatan yang serius.
Keluarga mengeluh tentang perawatan yang terlambat, termasuk menolak untuk pindah ke unit perawatan intensif dengan alasan kamarnya penuhm
Di sisi lain, pasien pun terus mengeluh tentang rasa sakit dan pelayanan yang lama. Ini meningkatkan kecurigaan bahwa pasien BPJS menerima perawatan yang berbeda dan kurangnya prioritas dibandingkan dengan pasien prabayar.
Ditinjau dari ragam perspektif, kasus ini merupakan cermin dari kegagalan sistem kesehatan nasional untuk memastikan bahwa hak – hak pasien dengan BPJS dipenuhi dengan cara yang adil dan rasa kemanusiaan.
Meskipun BPJS Health telah memastikan akses ke layanan kesehatan yang sebanding tanpa diskriminasi, kenyataan di lapangan menunjukkan kesenjangan yang tidak menguntungkan bagi peserta BPJS, terutama dalam keadaan kritis.
Pertahanan seperti itu tidak hanya masalah teknis untuk rumah sakit, tetapi juga mencerminkan perlunya penilaian dan reformasi komprehensif dalam pengelolaan layanan kesehatan menggunakan BPJS.
Rumah sakit harus memprioritaskan profesionalisme dan empati, terutama untuk pasien yang harus mendapatkan penanganan darurat.
Kasus ini menjadi peringatan bagi pemerintah dan peng BPJS dalam meningkatkan standar layanan dan mengkonfirmasi bahwa pasien merasa mereka tidak lagi tersisa dalam status keanggotaan.
Keadilan dan kemanusiaan harus menjadi prinsip utama layanan kesehatan. Dengan cara ini, keluarga tidak akan kehilangan kerabat mereka dalam kekecewaan dan kemarahan, dan mereka akan merasa percaya dan aman terhadap layanan kesehatan. (Red)
*) Sherly Meivita, mahasiswa Akuntansi, Universitas Bangka Belitung
**) Artikel ini disusun untuk memenuhi tugas kuliah, isi dan pesan dalam artikel bukan menjadi tanggung jawab redaksi